Indonesia Dambakan Jet Siluman F-35 AS, tapi Beli Mirage Bekas Qatar Pun Tak Sanggup
Sabtu, 06 Januari 2024 - 11:50 WIB
JAKARTA - Indonesia pernah mendambakan memiliki jet tempur siluman F-35 buatan Amerika Serikat (AS). Namun, karena kekurangan anggaran, rencana untuk membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar pun gagal terwujud.
Indonesia pernah mengutarakan minatnya untuk membeli F-35. Namun ditentang Amerika Serikat, menganggap Indonesia “belum layak” untuk mengoperasikan jet tempur generasi kelima tersebut.
Kini, keinginan membeli selusin pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar juga terpaksa ditunda.
“Pemerintah menunda pembelian jet Mirage karena kapasitas fiskal kita saat ini tidak dapat mendukung pembelian tersebut,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dia berkomentar saat wawancara panel dengan penyiar TV One pada 2 Januari lalu.
Dahnil mengatakan saat wawancara bahwa TNI AU (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara) kini akan memperbarui jet tempur Sukhoi dan F-16 yang ada hingga jet tempur Rafale pertama yang dipesan dari Prancis tiba dalam dua tahun.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani kontrak pada bulan Januari senilai 733 juta euro (USD801 juta) untuk membeli 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas, sebuah jet tempur yang diproduksi oleh perusahaan Prancis; Dassault Aviation.
Jet-jet tersebut, yang pertama kali diperoleh Angkatan Udara Qatar pada akhir tahun 1990-an, dibeli melalui Excalibur International, cabang dari perusahaan pertahanan Ceko Czechoslovak Group, yang bertindak sebagai agen untuk transaksi tersebut.
Jet-jet tempur tersebut dilaporkan jarang digunakan oleh Qatar sejak dibeli sekitar tiga dekade lalu.
Pada pertengahan tahun 2000-an, pemerintah Qatar mulai mencari pembeli asing. Bulgaria dilaporkan telah menunjukkan minat pada armada tersebut, tetapi ada upaya untuk menjualnya ke Pakistan dan India.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membiayai pengadaan tersebut dengan mengumpulkan pinjaman dari luar negeri, sebuah langkah yang dipertanyakan oleh para anggota DPR Indonesia.
Fakta bahwa pesawat tersebut tidak lagi diproduksi dan dapat menimbulkan masalah dalam pengadaan suku cadang merupakan kesulitan tambahan.
Namun pemerintah membela langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu akan memperkuat Angkatan Udara sampai jet-jet tempur Rafale yang dipesan dari Prancis tiba. Indonesia menandatangani perjanjian pembelian puluhan unit pada Februari 2022, dan pesawat pertama dijadwalkan tiba pada Januari 2025.
Menurut laporan EurAsian Times, Sabtu (6/1/2024), Angkatan Udara Indonesia merupakan salah satu Angkatan Udara “termiskin”, namun telah memulai upaya modernisasi.
Indonesia, lanjut laporan tersebut, dapat mengubah keseimbangan strategis di Indo-Pasifik. Ia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan terletak di jantung Samudra Hindia dan Pasifik.
Rencana ambisius Indonesia termasuk mengakuisisi serangkaian jet tempur mulai dari F-15EX, Rafale, Su-30MK2, dan KF-21.
Indonesia menandatangani perjanjian pada Agustus 2023 untuk membeli 12 drone baru dari Turki berdasarkan kesepakatan senilai USD300 juta.
Hal itu diikuti dengan kontrak lain untuk membeli 24 jet tempur F-15 EX dari Boeing dan 24 helikopter angkut Black Hawk dari Lockheed Martin.
Sebagai bagian dari strateginya untuk mendiversifikasi armadanya dari negara-negara Barat, Indonesia mengambil langkah awal dengan menyelesaikan kesepakatan pengadaan 11 unit jet tempur Su-35 Flanker-E dari Rusia. Kesepakatan itu menemui hambatan besar karena tunduk pada undang-undang sanksi Amerika Serikat yang bernama Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Pada tahun 2020, Indonesia juga melakukan langkah untuk mengakuisisi 15 unit jet tempur Typhoon Tranche 1 dari Austria. Namun, pengadaan tersebut tidak jadi dilakukan.
Setelah menjajaki banyak opsi, negara Asia Tenggara ini memusatkan perhatian pada F-15 EX pada tahun 2023.
Sebelumnya, pada tahun 2022, negara ini menjadi negara Asia kedua setelah India yang menandatangani kesepakatan untuk membeli 42 unit jet Rafale.
Indonesia adalah pemain utama dalam pertarungan geopolitik antara Beijing dan Washington untuk mendapatkan pengaruh di Asia.
Negara ini kaya akan sumber daya alam dengan perekonomian bernilai triliunan dolar yang berkembang pesat dan jumlah penduduk yang cukup besar dan terletak di tepi selatan Laut China Selatan.
Letaknya strategis—dengan 17.000 pulau yang melintasi jalur laut penting yang membentang ribuan mil. Hal ini menjadikan negara ini penting untuk pertahanan ketika China dan Amerika bersiap menghadapi potensi konfrontasi atas Taiwan.
Indonesia secara tradisional menahan diri untuk tidak bersekutu dengan satu kekuatan—Amerika Serikat atau pun China.
Jakarta memutuskan untuk memilih F-15 terbaru dari AS untuk melawan China di Kepulauan Natuna di tepi Laut China Selatan.
Negara kepulauan ini serius dalam memodernisasi kekuatannya dan mengerahkan sumber dayanya ke arah yang sama. Pada tahun 2023, Indonesia mengalokasikan USD8,8 miliar untuk pertahanan, tumbuh pada compound annual growth rate (CAGR) sebesar 1,9% dari tahun 2019 hingga 2023, menurut analisis GlobalData's yang berjudul “Indonesia Defense Market 2023-2028".
Dengan perkiraan CAGR sebesar2,2% sepanjang periode estimasi, peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan sasaran anggaran pertahanan sebesar USD9,7 miliar pada tahun 2028.
Angkatan Udara Indonesia memiliki daftar keinginan 180 pesawat tambahan di bawah persyaratan kekuatan esensial minimum.
Pesawat-pesawat tersebut termasuk pesawat angkut taktis, helikopter angkut berat, dan pesawat pengintai canggih. Angkatan Laut-nya akan mengakuisisi armada kapal selam dan fregat. Negosiasi juga sedang berlangsung dengan India untuk membeli rudal jelajah supersonik BrahMos.
Indonesia pernah mengutarakan minatnya untuk membeli F-35. Namun ditentang Amerika Serikat, menganggap Indonesia “belum layak” untuk mengoperasikan jet tempur generasi kelima tersebut.
Kini, keinginan membeli selusin pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar juga terpaksa ditunda.
“Pemerintah menunda pembelian jet Mirage karena kapasitas fiskal kita saat ini tidak dapat mendukung pembelian tersebut,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dia berkomentar saat wawancara panel dengan penyiar TV One pada 2 Januari lalu.
Dahnil mengatakan saat wawancara bahwa TNI AU (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara) kini akan memperbarui jet tempur Sukhoi dan F-16 yang ada hingga jet tempur Rafale pertama yang dipesan dari Prancis tiba dalam dua tahun.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani kontrak pada bulan Januari senilai 733 juta euro (USD801 juta) untuk membeli 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas, sebuah jet tempur yang diproduksi oleh perusahaan Prancis; Dassault Aviation.
Jet-jet tersebut, yang pertama kali diperoleh Angkatan Udara Qatar pada akhir tahun 1990-an, dibeli melalui Excalibur International, cabang dari perusahaan pertahanan Ceko Czechoslovak Group, yang bertindak sebagai agen untuk transaksi tersebut.
Jet-jet tempur tersebut dilaporkan jarang digunakan oleh Qatar sejak dibeli sekitar tiga dekade lalu.
Pada pertengahan tahun 2000-an, pemerintah Qatar mulai mencari pembeli asing. Bulgaria dilaporkan telah menunjukkan minat pada armada tersebut, tetapi ada upaya untuk menjualnya ke Pakistan dan India.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membiayai pengadaan tersebut dengan mengumpulkan pinjaman dari luar negeri, sebuah langkah yang dipertanyakan oleh para anggota DPR Indonesia.
Fakta bahwa pesawat tersebut tidak lagi diproduksi dan dapat menimbulkan masalah dalam pengadaan suku cadang merupakan kesulitan tambahan.
Namun pemerintah membela langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu akan memperkuat Angkatan Udara sampai jet-jet tempur Rafale yang dipesan dari Prancis tiba. Indonesia menandatangani perjanjian pembelian puluhan unit pada Februari 2022, dan pesawat pertama dijadwalkan tiba pada Januari 2025.
Menurut laporan EurAsian Times, Sabtu (6/1/2024), Angkatan Udara Indonesia merupakan salah satu Angkatan Udara “termiskin”, namun telah memulai upaya modernisasi.
Indonesia, lanjut laporan tersebut, dapat mengubah keseimbangan strategis di Indo-Pasifik. Ia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan terletak di jantung Samudra Hindia dan Pasifik.
Rencana ambisius Indonesia termasuk mengakuisisi serangkaian jet tempur mulai dari F-15EX, Rafale, Su-30MK2, dan KF-21.
Indonesia menandatangani perjanjian pada Agustus 2023 untuk membeli 12 drone baru dari Turki berdasarkan kesepakatan senilai USD300 juta.
Hal itu diikuti dengan kontrak lain untuk membeli 24 jet tempur F-15 EX dari Boeing dan 24 helikopter angkut Black Hawk dari Lockheed Martin.
Sebagai bagian dari strateginya untuk mendiversifikasi armadanya dari negara-negara Barat, Indonesia mengambil langkah awal dengan menyelesaikan kesepakatan pengadaan 11 unit jet tempur Su-35 Flanker-E dari Rusia. Kesepakatan itu menemui hambatan besar karena tunduk pada undang-undang sanksi Amerika Serikat yang bernama Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Pada tahun 2020, Indonesia juga melakukan langkah untuk mengakuisisi 15 unit jet tempur Typhoon Tranche 1 dari Austria. Namun, pengadaan tersebut tidak jadi dilakukan.
Setelah menjajaki banyak opsi, negara Asia Tenggara ini memusatkan perhatian pada F-15 EX pada tahun 2023.
Sebelumnya, pada tahun 2022, negara ini menjadi negara Asia kedua setelah India yang menandatangani kesepakatan untuk membeli 42 unit jet Rafale.
Indonesia adalah pemain utama dalam pertarungan geopolitik antara Beijing dan Washington untuk mendapatkan pengaruh di Asia.
Negara ini kaya akan sumber daya alam dengan perekonomian bernilai triliunan dolar yang berkembang pesat dan jumlah penduduk yang cukup besar dan terletak di tepi selatan Laut China Selatan.
Letaknya strategis—dengan 17.000 pulau yang melintasi jalur laut penting yang membentang ribuan mil. Hal ini menjadikan negara ini penting untuk pertahanan ketika China dan Amerika bersiap menghadapi potensi konfrontasi atas Taiwan.
Indonesia secara tradisional menahan diri untuk tidak bersekutu dengan satu kekuatan—Amerika Serikat atau pun China.
Jakarta memutuskan untuk memilih F-15 terbaru dari AS untuk melawan China di Kepulauan Natuna di tepi Laut China Selatan.
Negara kepulauan ini serius dalam memodernisasi kekuatannya dan mengerahkan sumber dayanya ke arah yang sama. Pada tahun 2023, Indonesia mengalokasikan USD8,8 miliar untuk pertahanan, tumbuh pada compound annual growth rate (CAGR) sebesar 1,9% dari tahun 2019 hingga 2023, menurut analisis GlobalData's yang berjudul “Indonesia Defense Market 2023-2028".
Dengan perkiraan CAGR sebesar2,2% sepanjang periode estimasi, peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut, dengan sasaran anggaran pertahanan sebesar USD9,7 miliar pada tahun 2028.
Angkatan Udara Indonesia memiliki daftar keinginan 180 pesawat tambahan di bawah persyaratan kekuatan esensial minimum.
Pesawat-pesawat tersebut termasuk pesawat angkut taktis, helikopter angkut berat, dan pesawat pengintai canggih. Angkatan Laut-nya akan mengakuisisi armada kapal selam dan fregat. Negosiasi juga sedang berlangsung dengan India untuk membeli rudal jelajah supersonik BrahMos.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda