Jadi Mediator Junta Myanmar dan Pemberontak, China Diduga Miliki Motif Pribadi
Sabtu, 06 Januari 2024 - 10:35 WIB
China telah berhati-hati untuk bersikap adil dalam pernyataannya mengenai perundingan di Kunming—sesuai dengan kebijakan publiknya dalam menyelesaikan masalah dan mengupayakan stabilitas di kawasan melalui dialog.
Dalam sebuah pernyataan pada 28 Desember, Kementerian Luar Negeri China mengatakan, “Beijing berharap pihak-pihak terkait di Myanmar dapat menahan diri secara maksimal, aktif meredakan situasi di lapangan, bersama-sama mewujudkan situasi yang lunak di Myanmar utara, dan mengambil tindakan nyata dalam melindungi keselamatan dan keamanan proyek serta personel China di Myanmar."
Yun Sun mengatakan kekhawatiran utama China bukanlah mengatasi masalah kontrol teritorial antara junta dan kelompok etnis di Myanmar. Namun, menurutnya, China hanya ingin menindak praktik penipuan dunia maya yang terletak di perbatasan China-Myanmar. Ini merupakan tantangan bagi China, kata Yun Sun.
Menurut laporan VoA, Gerakan Pasukan Pertahanan Rakyat anti-junta telah memperoleh momentum sejak serangan besar-besaran di akhir Oktober, yang mengambil alih sejumlah besar wilayah di utara.
Yun Sun dan Than Soe Naing meyakini bahwa junta Myanmar sekarang bersikap defensif dan lebih cenderung mendukung gencatan senjata.
Namun, Than Soe Naing mengatakan pemberontak akan melanjutkan serangan mereka, dan pertempuran kemungkinan akan meningkat di seluruh wilayah utara Negara Bagian Shan.
"China akan duduk dan mengawasi masalah siapa yang akan menang antara junta militer versus kekuatan Revolusi Musim Semi di Myanmar," tutur Than Soe Naing.
“China akan mendekati siapa pun yang mengambil alih kekuasaan di Burma (Myanmar),” ujarnya, menambahkan bahwa Beijing akan bekerja sama dengan entitas berkuasa beserta rencana mereka, di mana nantinya juga akan dikaitkan dengan Belt and Road Initiative (BRI).
Mengenai hal ini, Than Soe Naing memberikan contoh. Menurutnya, China seperti seekor harimau yang duduk di gunung menyaksikan dua ekor kerbau berkelahi. Mereka akan bekerja sama dengan siapa pun yang menang dalam perkelahian itu.
Dalam sebuah pernyataan pada 28 Desember, Kementerian Luar Negeri China mengatakan, “Beijing berharap pihak-pihak terkait di Myanmar dapat menahan diri secara maksimal, aktif meredakan situasi di lapangan, bersama-sama mewujudkan situasi yang lunak di Myanmar utara, dan mengambil tindakan nyata dalam melindungi keselamatan dan keamanan proyek serta personel China di Myanmar."
Diplomasi Internasional China
Yun Sun mengatakan kekhawatiran utama China bukanlah mengatasi masalah kontrol teritorial antara junta dan kelompok etnis di Myanmar. Namun, menurutnya, China hanya ingin menindak praktik penipuan dunia maya yang terletak di perbatasan China-Myanmar. Ini merupakan tantangan bagi China, kata Yun Sun.
Menurut laporan VoA, Gerakan Pasukan Pertahanan Rakyat anti-junta telah memperoleh momentum sejak serangan besar-besaran di akhir Oktober, yang mengambil alih sejumlah besar wilayah di utara.
Yun Sun dan Than Soe Naing meyakini bahwa junta Myanmar sekarang bersikap defensif dan lebih cenderung mendukung gencatan senjata.
Namun, Than Soe Naing mengatakan pemberontak akan melanjutkan serangan mereka, dan pertempuran kemungkinan akan meningkat di seluruh wilayah utara Negara Bagian Shan.
"China akan duduk dan mengawasi masalah siapa yang akan menang antara junta militer versus kekuatan Revolusi Musim Semi di Myanmar," tutur Than Soe Naing.
“China akan mendekati siapa pun yang mengambil alih kekuasaan di Burma (Myanmar),” ujarnya, menambahkan bahwa Beijing akan bekerja sama dengan entitas berkuasa beserta rencana mereka, di mana nantinya juga akan dikaitkan dengan Belt and Road Initiative (BRI).
Mengenai hal ini, Than Soe Naing memberikan contoh. Menurutnya, China seperti seekor harimau yang duduk di gunung menyaksikan dua ekor kerbau berkelahi. Mereka akan bekerja sama dengan siapa pun yang menang dalam perkelahian itu.
tulis komentar anda