Jadi Mediator Junta Myanmar dan Pemberontak, China Diduga Miliki Motif Pribadi

Sabtu, 06 Januari 2024 - 10:35 WIB
Yun Sun dan Than Soe Naing meyakini bahwa junta Myanmar sekarang bersikap defensif dan lebih cenderung mendukung gencatan senjata.

Namun, Than Soe Naing mengatakan pemberontak akan melanjutkan serangan mereka, dan pertempuran kemungkinan akan meningkat di seluruh wilayah utara Negara Bagian Shan.

"China akan duduk dan mengawasi masalah siapa yang akan menang antara junta militer versus kekuatan Revolusi Musim Semi di Myanmar," tutur Than Soe Naing.

“China akan mendekati siapa pun yang mengambil alih kekuasaan di Burma (Myanmar),” ujarnya, menambahkan bahwa Beijing akan bekerja sama dengan entitas berkuasa beserta rencana mereka, di mana nantinya juga akan dikaitkan dengan Belt and Road Initiative (BRI).

Mengenai hal ini, Than Soe Naing memberikan contoh. Menurutnya, China seperti seekor harimau yang duduk di gunung menyaksikan dua ekor kerbau berkelahi. Mereka akan bekerja sama dengan siapa pun yang menang dalam perkelahian itu.

Namun, menurut praktik posisi diplomasi internasional China saat ini, mereka tidak akan memihak siapa pun dalam konflik ini. China hanya akan bekerja sama dengan siapa pun yang nanti berkuasa. Bahkan jika ada pergantian kekuasaan, China akan terus bekerja sama dengan penguasa baru, menurut laporan VoA.

Than Soe Naing mengatakan China tidak ingin ada campur tangan eksternal dalam masalah Myanmar. "Saya yakin China akan terus mencegah keterlibatan kekuatan demokrasi Barat dalam masalah ini dengan berbagai cara," ujarnya.

Gerakan Perlawanan Etnis Myanmar



Pada 2023, aliansi pasukan pemberontak di Myanmar telah merebut beberapa kota penting dari rezim militer Myanmar, menurut laporan The New York Times. Keberhasilan awal kampanye aliansi tersebut, yang dimulai di Negara Bagian Shan pada Oktober tahun lalu, mendorong kekuatan perlawanan di wilayah lain Myanmar, yang juga telah menguasai beberapa kota.

Negara Bagian Shan adalah negara bagian terbesar di Myanmar, yang mencakup hampir seperempat wilayah negara tersebut.

Serangan pemberontak dimulai pada 27 Oktober setelah tiga kelompok etnis—Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang dan Tentara Arakan, mengumumkan "Operasi 1027”.

Para pemberontak, yang menyebut diri mereka Aliansi Persaudaraan, menembaki militer Myanmar dan menyita truk serta senjata, menurut video yang diunggah di media sosial.

Sebelumnya pada bulan November 2023, Pasukan Pertahanan Rakyat mengatakan mereka telah menguasai Kawlin, sebuah kota di wilayah Upper Sagaing, dan Khampat, sebuah kota di barat. Sementara itu, pasukan perlawanan Karenni mengatakan mereka telah menguasai tiga pos militer di Mese.

Selama dua tahun, lanjut laporan The New York Times, berbagai kelompok etnis bersenjata di Myanmar—yang telah berperang melawan militer selama beberapa decade—dan Pasukan Pertahanan Rakyat telah menggabungkan kekuatan, dan mereka kini menguasai sebagian besar pedesaan.

Namun kelompok-kelompok ini beroperasi secara mandiri dan terfragmentasi di seluruh Myanmar. Bermunculannya gerakan perlawanan didorong oleh keberhasilan Aliansi Persaudaraan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More