Israel Kalah Perang Melawan Hamas, tapi Netanyahu Tak Mengakuinya

Sabtu, 23 Desember 2023 - 16:46 WIB
Periode baru-baru ini menyaksikan dua insiden. Pada 12 Desember, Hamas melancarkan serangan yang sangat terampil di bagian Gaza yang seharusnya berada di bawah kendali Israel. Dalam penyergapan unit Israel, terjadi kematian. Pasukan tambahan dikirim untuk membantu, tetapi mereka diserang dan bala bantuan lainnya disergap. Sejumlah tentara Israel tewas dan terluka parah, namun yang penting adalah barisan tentara yang tewas, termasuk seorang kolonel dan tiga mayor dari unit elit Brigade Golani.

"Bagi Hamas, yang menurut Israel telah memutilasi dan membunuh ribuan anggotanya, untuk melakukan operasi di wilayah yang dikuasai tentara Israel, menimbulkan keraguan mengenai gagasan Israel mencapai kemajuan mendasar dalam perang tersebut," tulis Profesor Rogers.

Tiga hari berikutnya memberikan lebih banyak bukti ketika tiga sandera berhasil melarikan diri dari penculiknya dan mengibarkan bendera putih, namun mereka terbunuh oleh peluru tentara Israel.

Yang memperparah keadaan adalah adanya panggilan telepon dari para sandera yang ditangkap oleh alat yang dipasang pada anjing pelacak milik tentara Israel, dan tiga hari sebelum mereka dibunuh.

Ada bukti lain tentang permasalahan tentara Israel. Angka resmi menyatakan bahwa jumlah korban tewas adalah 460 tentara di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, dan 1.900 tentara terluka, namun sumber lain menyatakan bahwa jumlah korban luka lebih tinggi dari yang diumumkan.

Sepuluh hari yang lalu, surat kabar Yedioth Ahronoth menerbitkan informasi yang diperoleh dari Pusat Rehabilitasi Tentara di Kementerian Pertahanan Israel. Jumlahnya diperkirakan 5.000 orang terluka, dengan 58% diklasifikasikan sebagai luka serius, dan 2.000 tentara secara resmi dianggap cacat.

Surat kabar Times of Israel melaporkan kematian akibat insiden friendly-fire (ditembak rekan sendiri), mengatakan bahwa 20 dari 105 kematian disebabkan oleh insiden frienldy-fire.

Secara umum, Israel menerapkan “suburb doctrine [doktrin pinggiran kota]", yang menargetkan struktur sosial, militer, dan ekonomi untuk menghancurkan keinginan musuh untuk berperang dan mencegahnya menimbulkan ancaman di masa depan.

Namun “doktrin pinggiran kota” tidak berjalan sesuai rencana, karena kritik datang dari kalangan yang tidak terduga, seperti mantan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, yang memperingatkan bahwa operasi saat ini akan meninggalkan bekas selama setengah abad ke depan.

Bahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pun tidak lagi nyaman dengan apa yang terjadi di depan matanya, namun Netanyahu dan pemerintahannya nekat melanjutkan perang selama mungkin.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More