1.200 Ton Ikan Mati Mengambang di Laut, Jepang Tepis Air Nuklir Fukushima Biangnya
Jum'at, 15 Desember 2023 - 10:05 WIB
TOKYO - Sekitar 1.200 ton ikan sarden dan makarel mati mendadak di permukaan laut di Hokaido, Jepang, sejak awal bulan ini.
Pemerintah mengecam dan menolak laporan media yang menyimpulkan fenomena tak biasa ini akibat dari pembuangan air olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi.
Para pejabat di Jepang mengakui bahwa mereka sedang berjuang untuk mengetahui banyak ikan mati terdampar di pantai, termasuk dengan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Awal bulan ini, sekitar 1.200 ton sarden dan makarel ditemukan mati mengambang di permukaan laut di lepas pelabuhan Hakodate di Hokkaido. Kematian massal ikan itu membentuk selimut perak yang membentang lebih dari satu kilometer.
Pada hari Rabu, para pejabat di Nakiri, sebuah kota di pantai Pasifik ratusan mil selatan Hokkaido, dihadapkan dengan 30 hingga 40 ton ikan sarden scaled Jepang atau sappa yang telah diamati di daerah tersebut beberapa hari sebelumnya.
Nelayan setempat bergegas mengumpulkan ikan tersebut, karena khawatir bangkai mereka akan menurunkan kandungan oksigen di air lantaran membusuk dan merusak lingkungan laut.
“Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya,” kata seorang nelayan yang telah bekerja di daerah tersebut selama 25 tahun kepada Mainichi Shimbun.
“Baru sekitar tahun lalu kami mulai menangkap sappa di Nakiri. Ini membuat saya bertanya-tanya apakah ekosistem laut sedang berubah," lanjut nelayan tersebut, yang tidak disebutkan namanya.
Para ahli berspekulasi bahwa ikan yang bermigrasi di kedua wilayah tersebut terdampar setelah dikejar hingga kelelahan oleh amberjack dan ikan predator lainnya. Kematian massal juga dapat terjadi ketika suhu air turun secara tiba-tiba sehingga menyebabkan ikan mengalami syok.
Namun belum ada yang bisa memastikan penyebabnya. “Penyebabnya masih belum diketahui saat ini,” kata Mikine Fujiwara, pejabat perikanan setempat, kepada surat kabar tersebut, yang dikutip The Guardian, Jumat (15/12/2023).
“Kami berencana mengambil sampel air laut di lokasi tersebut dan memeriksanya untuk mengungkap penyebabnya.”
Pejabat pemerintah Jepang mengecam laporan surat kabar Inggris; Daily Mail, yang mengaitkan fenomena tersebut dengan pembuangan air olahan dari PLTN Fukushima Daiichi.
Laporan tersebut mencatat bahwa ikan mati mulai terdampar di pantai hampir empat bulan setelah PLTN tersebut mulai membuang air olahan–yang mengandung sejumlah kecil isotop radioaktif tritium–ke Samudra Pasifik.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyetujui langkah Jepang tersebut, dengan menyatakan dalam tinjauan keselamatan bahwa pembuangan air akan memiliki “dampak radiologi yang dapat diabaikan terhadap manusia dan lingkungan”.
China, yang menentang pembuangan air olahan nuklir tersebut dan memberlakukan larangan impor makanan laut Jepang, telah dituduh munafik karena pembangkit listrik tenaga nuklirnya secara rutin memompa air limbah dengan kadar tritium yang lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam pembuangan di Fukushima.
“Kami prihatin dengan informasi yang tidak berdasar,” kata seorang pejabat badan perikanan Jepang kepada Asahi Shimbun.
Gambar kematian massal ikan secara tiba-tiba tersebut telah banyak dibagikan di media sosial–banyak yang disertai dengan teori konspirasi Fukushima.
“Tidak ada kelainan yang ditemukan dalam hasil survei pemantauan air,” kata badan perikanan Jepang, merujuk pada air yang telah dipompa keluar dari PLTN Fukushima sejauh ini.
“Kami prihatin dengan penyebaran informasi yang tidak berdasarkan bukti ilmiah.”
Koperasi nelayan di Fukushima telah memperingatkan bahwa pembuangan limbah nuklir tersebut akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut terhadap reputasi makanan laut mereka.
Pejabat kota di Hakodate mendesak masyarakat setempat untuk tidak mengonsumsi ikan yang mati terdampar tersebut di tengah laporan bahwa beberapa orang mengumpulkan sejumlah ikan untuk dijual atau dimakan.
“Kami tidak tahu pasti dalam kondisi apa ikan-ikan ini terdampar, jadi saya tidak menyarankan untuk memakannya,” kata Takashi Fujioka, seorang peneliti perikanan.
Pemerintah mengecam dan menolak laporan media yang menyimpulkan fenomena tak biasa ini akibat dari pembuangan air olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi.
Para pejabat di Jepang mengakui bahwa mereka sedang berjuang untuk mengetahui banyak ikan mati terdampar di pantai, termasuk dengan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Awal bulan ini, sekitar 1.200 ton sarden dan makarel ditemukan mati mengambang di permukaan laut di lepas pelabuhan Hakodate di Hokkaido. Kematian massal ikan itu membentuk selimut perak yang membentang lebih dari satu kilometer.
Pada hari Rabu, para pejabat di Nakiri, sebuah kota di pantai Pasifik ratusan mil selatan Hokkaido, dihadapkan dengan 30 hingga 40 ton ikan sarden scaled Jepang atau sappa yang telah diamati di daerah tersebut beberapa hari sebelumnya.
Nelayan setempat bergegas mengumpulkan ikan tersebut, karena khawatir bangkai mereka akan menurunkan kandungan oksigen di air lantaran membusuk dan merusak lingkungan laut.
“Saya belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya,” kata seorang nelayan yang telah bekerja di daerah tersebut selama 25 tahun kepada Mainichi Shimbun.
“Baru sekitar tahun lalu kami mulai menangkap sappa di Nakiri. Ini membuat saya bertanya-tanya apakah ekosistem laut sedang berubah," lanjut nelayan tersebut, yang tidak disebutkan namanya.
Para ahli berspekulasi bahwa ikan yang bermigrasi di kedua wilayah tersebut terdampar setelah dikejar hingga kelelahan oleh amberjack dan ikan predator lainnya. Kematian massal juga dapat terjadi ketika suhu air turun secara tiba-tiba sehingga menyebabkan ikan mengalami syok.
Namun belum ada yang bisa memastikan penyebabnya. “Penyebabnya masih belum diketahui saat ini,” kata Mikine Fujiwara, pejabat perikanan setempat, kepada surat kabar tersebut, yang dikutip The Guardian, Jumat (15/12/2023).
“Kami berencana mengambil sampel air laut di lokasi tersebut dan memeriksanya untuk mengungkap penyebabnya.”
Pejabat pemerintah Jepang mengecam laporan surat kabar Inggris; Daily Mail, yang mengaitkan fenomena tersebut dengan pembuangan air olahan dari PLTN Fukushima Daiichi.
Laporan tersebut mencatat bahwa ikan mati mulai terdampar di pantai hampir empat bulan setelah PLTN tersebut mulai membuang air olahan–yang mengandung sejumlah kecil isotop radioaktif tritium–ke Samudra Pasifik.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyetujui langkah Jepang tersebut, dengan menyatakan dalam tinjauan keselamatan bahwa pembuangan air akan memiliki “dampak radiologi yang dapat diabaikan terhadap manusia dan lingkungan”.
China, yang menentang pembuangan air olahan nuklir tersebut dan memberlakukan larangan impor makanan laut Jepang, telah dituduh munafik karena pembangkit listrik tenaga nuklirnya secara rutin memompa air limbah dengan kadar tritium yang lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam pembuangan di Fukushima.
“Kami prihatin dengan informasi yang tidak berdasar,” kata seorang pejabat badan perikanan Jepang kepada Asahi Shimbun.
Gambar kematian massal ikan secara tiba-tiba tersebut telah banyak dibagikan di media sosial–banyak yang disertai dengan teori konspirasi Fukushima.
“Tidak ada kelainan yang ditemukan dalam hasil survei pemantauan air,” kata badan perikanan Jepang, merujuk pada air yang telah dipompa keluar dari PLTN Fukushima sejauh ini.
“Kami prihatin dengan penyebaran informasi yang tidak berdasarkan bukti ilmiah.”
Koperasi nelayan di Fukushima telah memperingatkan bahwa pembuangan limbah nuklir tersebut akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut terhadap reputasi makanan laut mereka.
Pejabat kota di Hakodate mendesak masyarakat setempat untuk tidak mengonsumsi ikan yang mati terdampar tersebut di tengah laporan bahwa beberapa orang mengumpulkan sejumlah ikan untuk dijual atau dimakan.
“Kami tidak tahu pasti dalam kondisi apa ikan-ikan ini terdampar, jadi saya tidak menyarankan untuk memakannya,” kata Takashi Fujioka, seorang peneliti perikanan.
(mas)
tulis komentar anda