6 Negara yang Gagal Memindahkan Ibu Kota, Myanmar hingga Australia
Rabu, 13 Desember 2023 - 12:49 WIB
JAKARTA - Ini daftar 6 negara yang gagal memindahkan ibu kotanya . Pemindahan ibu kota menjadi salah satu solusi yang banyak diambil sejumlah negara untuk mengatasi berbagai persoalan di ibu kota negara.
Ada yang berhasil terkait pemindahan itu. Namun tak sedikit yang gagal melakukan pemindahan ibu kota bahkan justru menimbulkan masalah baru.
Indonesia saat ini masuk dalam jajaran negara yang memilih solusi pemindahan ibu kota negara melalui konsep bertajuk Ibu Kota Negara (IKN). Meski masih terdengar suara pro dan kontra, proses menuju pemindahan IKN ke Pulau Kalimantan saat ini terus berjalan bahkan telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Tanpa bermaksud terjebak pada suara mendukung atau menolak IKN, dirangkum dari berbagai sumber, artikel kali ini akan membahas daftar negara yang gagal memindahkan ibu kota negaranya. Berbagai faktor menjadi penyebab kenapa hal itu terjadinya.
Awalnya ibu kota Myanmar berada di Kota Yangon. Namun, pada 5 Februari 2005, pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh junta militer memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Naypyidaw, yang terletak sekitar 320 km di utara Yangon.
Tidak ada alasan resmi yang diberikan untuk pemindahan tersebut, tetapi spekulasi mengenai alasan pemindahan termasuk untuk mencegah serangan militer asing. Dilansir dari The Independent, total biaya yang dikeluarkan untuk membangun ibu kota baru itu menghabiskan dana sebesar USD4 miliar
Sayangnya, meski sudah menelan biaya yang cukup besar, saat ini media internasional banyak memberitakan bahwa ibu kota baru Myanmar ini telah menjadi “kota hantu”.
Hal ini disebabkan dalam proses perpindahan, pemerintah Myamar tak terbuka dengan masyarakatnya. Sehingga, banyak penduduk yang tak mau tinggal di Naypyidaw yang membuat sebagian besar fasilitas di sana sangat terlihat sepi, jalanan kosong, dan banyak bangunan tidak berpenghuni.
Melbourne dan Sydney pernah bersaing untuk menjadi ibu kota negara Australia. Untuk meredakan persaingan kedua kota, pemegang kebijakan setempat mendirikan Canberra sebagai ibu kota negara yang baru pada 1913. Canberra difungsikan sebagai pusat administratif, di mana dibangun Gedung Parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia serta kantor pusat semua departemen pemerintah federal dan militer.
Pada 1996, Perdana Menteri John Howard mengumumkan kepada publik bahwa dirinya memilih pindah ke Kirribilli House yang menghadap Pelabuhan Sydney.
Publik Australia menilai ini merupakan semacam pengakuan diam-diam atas kegagalan pemindahan ibu kota. Bahkan Mantan Perdana Menteri Paul Keating mengatakan Kota Canberra merupakan salah satu kesalahan terbesar negara Australia dan harus segera ditinggalkan.
Menurut Profesor Michele Acuto, seorang pakar politik dan perencanaan kota dari Universitas Melbourne, kekuatan ekonomi Australia terlihat terpisah dari pusat kekuasaan politik (Canberra) lebih dari seratus tahun setelah pemindahan Ibu Kota dari Sydney ke Canberra
Kondisi ibu kota de facto baru Korea Selatan di Sejong hampir mirip dengan situasi di Putrajaya, Malaysia. Banyak pegawai pemerintah di Korea Selatan yang menolak dipindahkan dari Seoul ke Sejong dengan alasan tidak ingin melakukan perjalanan bolak-balik ke Seoul setiap minggunya. Selain itu, kehidupan sosial mereka sebagian besar berpusat di Seoul. Mereka menganggap Sejong sebagai kota yang "tidak memiliki jiwa".
Pada 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kota negara dari Almaty ke Astana karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Kazhakstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, penduduk juga tidak tertarik untuk pindah ke ibu kota yang baru sehingga Astana hanya diisi oleh aparatur negara.
Tanzania memindahkan ibu kota negara dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1970-an. Namun pemindahan dinilai gagal karena lambatnya perkembangan di ibu kota negara yang baru tersebut dan Dar es Salaam justru malah lebih berkembang. Meski Majelis Nasional Tanzania sudah dipindahkan ke Dodoma, namun seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintahan masih ada di Dar es Salam
Bolivia memiliki dua ibu kota: Sucre dan La Paz. Sucre merupakan ibu kota tunggal hingga tahun 1899, ketika kalah dalam perang saudara singkat melawan La Paz. Setelah itu, parlemen dan pelayanan sipil pindah ke kota terbesar Bolivia, La Paz, sementara kekuasaan yudikatif tetap berada di Sucre.
Sucre, yang terletak di tengah negara, merupakan tempat Bolivia didirikan pada tahun 1825. Kota ini memiliki populasi hanya sekitar 250.000 orang, dibandingkan dengan 1,7 juta orang di La Paz.
Pada 2007, diusulkan untuk memindahkan parlemen dan pemerintahan kembali ke Sucre. Namun, usulan ini memicu protes massal di La Paz yang digambarkan sebagai protes terbesar yang pernah terjadi di sana.
Usaha untuk memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Sucre akhirnya ditinggalkan, dan hingga saat ini Bolivia masih memiliki dua ibu kota. Ide ini muncul sebagai hasil dari persaingan regional antara pendukung Presiden Evo Morales di dataran tinggi barat yang miskin dan lawan-lawannya di wilayah timur yang lebih makmur.
Dengan demikian, Bolivia memiliki Sucre sebagai ibu kota konstitusional dan sejarah, sementara La Paz menjadi ibu kota administratif. Perbedaan ini mencerminkan dinamika politik dan sejarah Bolivia yang kompleks.
Ada yang berhasil terkait pemindahan itu. Namun tak sedikit yang gagal melakukan pemindahan ibu kota bahkan justru menimbulkan masalah baru.
Indonesia saat ini masuk dalam jajaran negara yang memilih solusi pemindahan ibu kota negara melalui konsep bertajuk Ibu Kota Negara (IKN). Meski masih terdengar suara pro dan kontra, proses menuju pemindahan IKN ke Pulau Kalimantan saat ini terus berjalan bahkan telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Tanpa bermaksud terjebak pada suara mendukung atau menolak IKN, dirangkum dari berbagai sumber, artikel kali ini akan membahas daftar negara yang gagal memindahkan ibu kota negaranya. Berbagai faktor menjadi penyebab kenapa hal itu terjadinya.
6 Negara yang Gagal Memindahkan Ibu Kota Negaranya
1. Myanmar
Awalnya ibu kota Myanmar berada di Kota Yangon. Namun, pada 5 Februari 2005, pemerintah Myanmar yang dipimpin oleh junta militer memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Naypyidaw, yang terletak sekitar 320 km di utara Yangon.
Tidak ada alasan resmi yang diberikan untuk pemindahan tersebut, tetapi spekulasi mengenai alasan pemindahan termasuk untuk mencegah serangan militer asing. Dilansir dari The Independent, total biaya yang dikeluarkan untuk membangun ibu kota baru itu menghabiskan dana sebesar USD4 miliar
Sayangnya, meski sudah menelan biaya yang cukup besar, saat ini media internasional banyak memberitakan bahwa ibu kota baru Myanmar ini telah menjadi “kota hantu”.
Hal ini disebabkan dalam proses perpindahan, pemerintah Myamar tak terbuka dengan masyarakatnya. Sehingga, banyak penduduk yang tak mau tinggal di Naypyidaw yang membuat sebagian besar fasilitas di sana sangat terlihat sepi, jalanan kosong, dan banyak bangunan tidak berpenghuni.
2. Australia
Melbourne dan Sydney pernah bersaing untuk menjadi ibu kota negara Australia. Untuk meredakan persaingan kedua kota, pemegang kebijakan setempat mendirikan Canberra sebagai ibu kota negara yang baru pada 1913. Canberra difungsikan sebagai pusat administratif, di mana dibangun Gedung Parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia serta kantor pusat semua departemen pemerintah federal dan militer.
Pada 1996, Perdana Menteri John Howard mengumumkan kepada publik bahwa dirinya memilih pindah ke Kirribilli House yang menghadap Pelabuhan Sydney.
Publik Australia menilai ini merupakan semacam pengakuan diam-diam atas kegagalan pemindahan ibu kota. Bahkan Mantan Perdana Menteri Paul Keating mengatakan Kota Canberra merupakan salah satu kesalahan terbesar negara Australia dan harus segera ditinggalkan.
Menurut Profesor Michele Acuto, seorang pakar politik dan perencanaan kota dari Universitas Melbourne, kekuatan ekonomi Australia terlihat terpisah dari pusat kekuasaan politik (Canberra) lebih dari seratus tahun setelah pemindahan Ibu Kota dari Sydney ke Canberra
3.Korea Selatan
Kondisi ibu kota de facto baru Korea Selatan di Sejong hampir mirip dengan situasi di Putrajaya, Malaysia. Banyak pegawai pemerintah di Korea Selatan yang menolak dipindahkan dari Seoul ke Sejong dengan alasan tidak ingin melakukan perjalanan bolak-balik ke Seoul setiap minggunya. Selain itu, kehidupan sosial mereka sebagian besar berpusat di Seoul. Mereka menganggap Sejong sebagai kota yang "tidak memiliki jiwa".
4. Kazakhstan
Pada 1997, Kazakhstan memindahkan ibu kota negara dari Almaty ke Astana karena kota sebelumnya sudah terlalu padat dan rawan gempa. Kazhakstan diklaim mengalami tekanan ekonomi setelah memindahkan ibu kota negara ke Astana. Selain itu, penduduk juga tidak tertarik untuk pindah ke ibu kota yang baru sehingga Astana hanya diisi oleh aparatur negara.
5.Tanzania
Tanzania memindahkan ibu kota negara dari Dar es Salaam ke Dodoma pada 1970-an. Namun pemindahan dinilai gagal karena lambatnya perkembangan di ibu kota negara yang baru tersebut dan Dar es Salaam justru malah lebih berkembang. Meski Majelis Nasional Tanzania sudah dipindahkan ke Dodoma, namun seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintahan masih ada di Dar es Salam
6. Bolivia
Bolivia memiliki dua ibu kota: Sucre dan La Paz. Sucre merupakan ibu kota tunggal hingga tahun 1899, ketika kalah dalam perang saudara singkat melawan La Paz. Setelah itu, parlemen dan pelayanan sipil pindah ke kota terbesar Bolivia, La Paz, sementara kekuasaan yudikatif tetap berada di Sucre.
Sucre, yang terletak di tengah negara, merupakan tempat Bolivia didirikan pada tahun 1825. Kota ini memiliki populasi hanya sekitar 250.000 orang, dibandingkan dengan 1,7 juta orang di La Paz.
Pada 2007, diusulkan untuk memindahkan parlemen dan pemerintahan kembali ke Sucre. Namun, usulan ini memicu protes massal di La Paz yang digambarkan sebagai protes terbesar yang pernah terjadi di sana.
Usaha untuk memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Sucre akhirnya ditinggalkan, dan hingga saat ini Bolivia masih memiliki dua ibu kota. Ide ini muncul sebagai hasil dari persaingan regional antara pendukung Presiden Evo Morales di dataran tinggi barat yang miskin dan lawan-lawannya di wilayah timur yang lebih makmur.
Dengan demikian, Bolivia memiliki Sucre sebagai ibu kota konstitusional dan sejarah, sementara La Paz menjadi ibu kota administratif. Perbedaan ini mencerminkan dinamika politik dan sejarah Bolivia yang kompleks.
(wyn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda