5 Sekjen PBB yang Pernah Mengaktifkan Pasal 99 Piagam PBB
Jum'at, 08 Desember 2023 - 12:27 WIB
WASHINGTON - Pasal 99 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) awalnya dirancang sebagai alat pencegahan, seperti sistem peringatan. Penggunaannya dimaksudkan untuk mencegah eskalasi konflik, namun seperti dalam perang di Gaza , pasal tersebut juga digunakan setelah konflik sudah meningkat.
“Fakta bahwa alat ini tidak digunakan sejak tahun 1989 memang bergema secara diplomatis dan simbolis di sini di New York,” kata Daniel Forti, analis senior advokasi dan penelitian PBB di International Crisis Group, mengatakan kepada Al Jazeera.
Dalam sejarah, tercatat hanya 5 sekjen PBB yang pernah mengaktifkan pasal 99 Piagam PBB. Itu menunjukkan pasal tersebut memiliki banyak keistimewaan.
Foto/Reuters
Pada Juli 1960 pada konflik Kongo, Sekretaris Jenderal saat itu, Dag Hammarskjold, meminta diadakannya pertemuan mendesak dengan dewan mengenai “masalah yang, menurut pendapat saya, dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional”.
Itu terwujud setelah pemerintah Kongo meminta PBB memberikan bantuan militer untuk melindungi dari serangan Belgia.
Pada tahun 1960, misalnya, penerapan pasal tersebut menyebabkan Dewan Keamanan mengadopsi Resolusi 143, yang menyerukan Belgia untuk memulai penarikan pasukan. Mereka juga mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk memfasilitasi hal ini. Namun perang Kongo terus berlanjut, Perdana Menteri Patrice Lumumba dibunuh, dan krisis negara tersebut semakin parah pada tahun-tahun berikutnya.
Foto/Reuters
Pada Desember 1971, di Pakistan Timur, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric merujuk pada saat Sekretaris Jenderal U Thant mengutip Pasal 99 untuk meminta intervensi Dewan Keamanan dalam perang di wilayah yang dulu dikenal sebagai Pakistan Timur, dan sekarang disebut Bangladesh.
Tidak jelas apakah referensi U Thant terhadap Pasal 99 mewakili sepenuhnya penerapan aturan tersebut.
Foto/Reuters
Pada Desember 1979 untuk mengatasi konflik Iran, Diplomat Austria Kurt Waldheim, yang menjabat sebagai sekretaris jenderal pada akhir tahun 1970-an, menggunakan Pasal 99 pada tanggal 4 Desember 1979 ketika 52 orang Amerika disandera oleh pejuang Iran di Kedutaan Besar AS di Teheran setelah Revolusi Islam di Iran.
Dewan Keamanan juga menyerukan pembebasan sandera Amerika pada tahun 1979, dan Waldheim diberi wewenang untuk “mengambil semua tindakan yang tepat” untuk mewujudkan hal tersebut. Namun para sandera ditahan selama 444 hari, dengan dua orang terbunuh. Sisanya baru dibebaskan setelah Perjanjian Aljazair ditandatangani pada tahun 1981.
Foto/Reuters
Pada Agustus 1989, untuk mengatasi konflik Lebanon, Sekretaris Jenderal Javier Perez de Cuellar menggunakannya untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang saudara yang semakin meningkat di Lebanon.
Dewan Keamanan juga meminta semua pihak di Lebanon untuk mengupayakan gencatan senjata pada tahun 1989, setelah Pasal 99 terakhir kali digunakan. Namun konflik terus berlanjut.
Terkait konflik yang terjadi saat ini, AS sejauh ini dengan tegas menentang resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan, dan hanya ada sedikit bukti bahwa posisi Washington telah berubah.
Foto/Reuters
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah menggunakan Pasal 99 Piagam PBB. Itu merupakan sebuah langkah yang jarang terjadi pada Rabu lalu yang bertujuan untuk secara resmi memperingatkan Dewan Keamanan akan ancaman global dari perang Israel di Gaza.
Guterres telah menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” sejak 18 Oktober. Namun Dewan Keamanan belum mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata, di tengah perbedaan pendapat di antara anggota tetap Dewan Keamanan. Amerika Serikat, pendukung utama Israel, telah memveto resolusi tersebut, sementara Rusia, yang lebih kritis terhadap Israel, telah memblokir resolusi lainnya.
“Fakta bahwa alat ini tidak digunakan sejak tahun 1989 memang bergema secara diplomatis dan simbolis di sini di New York,” kata Daniel Forti, analis senior advokasi dan penelitian PBB di International Crisis Group, mengatakan kepada Al Jazeera.
Dalam sejarah, tercatat hanya 5 sekjen PBB yang pernah mengaktifkan pasal 99 Piagam PBB. Itu menunjukkan pasal tersebut memiliki banyak keistimewaan.
Berikut Adalah 5 Sekjen PBB yang Pernah Mengaktifkan Pasal 99 Piagam PBB
1. Dag Hammarskjold
Foto/Reuters
Pada Juli 1960 pada konflik Kongo, Sekretaris Jenderal saat itu, Dag Hammarskjold, meminta diadakannya pertemuan mendesak dengan dewan mengenai “masalah yang, menurut pendapat saya, dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional”.
Itu terwujud setelah pemerintah Kongo meminta PBB memberikan bantuan militer untuk melindungi dari serangan Belgia.
Pada tahun 1960, misalnya, penerapan pasal tersebut menyebabkan Dewan Keamanan mengadopsi Resolusi 143, yang menyerukan Belgia untuk memulai penarikan pasukan. Mereka juga mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk memfasilitasi hal ini. Namun perang Kongo terus berlanjut, Perdana Menteri Patrice Lumumba dibunuh, dan krisis negara tersebut semakin parah pada tahun-tahun berikutnya.
Baca Juga
2. U Thant
Foto/Reuters
Pada Desember 1971, di Pakistan Timur, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric merujuk pada saat Sekretaris Jenderal U Thant mengutip Pasal 99 untuk meminta intervensi Dewan Keamanan dalam perang di wilayah yang dulu dikenal sebagai Pakistan Timur, dan sekarang disebut Bangladesh.
Tidak jelas apakah referensi U Thant terhadap Pasal 99 mewakili sepenuhnya penerapan aturan tersebut.
3. Kurt Waldheim
Foto/Reuters
Pada Desember 1979 untuk mengatasi konflik Iran, Diplomat Austria Kurt Waldheim, yang menjabat sebagai sekretaris jenderal pada akhir tahun 1970-an, menggunakan Pasal 99 pada tanggal 4 Desember 1979 ketika 52 orang Amerika disandera oleh pejuang Iran di Kedutaan Besar AS di Teheran setelah Revolusi Islam di Iran.
Dewan Keamanan juga menyerukan pembebasan sandera Amerika pada tahun 1979, dan Waldheim diberi wewenang untuk “mengambil semua tindakan yang tepat” untuk mewujudkan hal tersebut. Namun para sandera ditahan selama 444 hari, dengan dua orang terbunuh. Sisanya baru dibebaskan setelah Perjanjian Aljazair ditandatangani pada tahun 1981.
4. Javier Perez de Cuellar
Foto/Reuters
Pada Agustus 1989, untuk mengatasi konflik Lebanon, Sekretaris Jenderal Javier Perez de Cuellar menggunakannya untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang saudara yang semakin meningkat di Lebanon.
Dewan Keamanan juga meminta semua pihak di Lebanon untuk mengupayakan gencatan senjata pada tahun 1989, setelah Pasal 99 terakhir kali digunakan. Namun konflik terus berlanjut.
Terkait konflik yang terjadi saat ini, AS sejauh ini dengan tegas menentang resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan, dan hanya ada sedikit bukti bahwa posisi Washington telah berubah.
5. Antonio Guterres
Foto/Reuters
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah menggunakan Pasal 99 Piagam PBB. Itu merupakan sebuah langkah yang jarang terjadi pada Rabu lalu yang bertujuan untuk secara resmi memperingatkan Dewan Keamanan akan ancaman global dari perang Israel di Gaza.
Guterres telah menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” sejak 18 Oktober. Namun Dewan Keamanan belum mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata, di tengah perbedaan pendapat di antara anggota tetap Dewan Keamanan. Amerika Serikat, pendukung utama Israel, telah memveto resolusi tersebut, sementara Rusia, yang lebih kritis terhadap Israel, telah memblokir resolusi lainnya.
(ahm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda