Penyandera di Prancis Ungkap Derita Palestina, Sebut Dirinya Mujahid
Jum'at, 07 Agustus 2020 - 22:02 WIB
PARIS - Pria bersenjata yang menyandera enam orang di satu bank di Prancis pada Kamis (6/8) berbicara pada para negosiator tentang penderitaan warga Palestina .
Tersangka berumur 34 tahun itu pun menyebut dirinya sebagai mujahid tapi tidak mengaku terkait dengan kelompok mana pun. “Pelaku memiliki sejarah penyakit mental dan pernah tinggal di rumah sakit psikiatrik setelah menyandera beberapa orang di bank lain pada 2013,” papar dua sumber pejabat keamanan Prancis.
Dalam negosiasi, dia menuntut perumahan sosial untuk dirinya dan satu anak laki-laki yang cacat.
Selama enam jam negosiasi dengan kepolisian di Le Havre, Prancis, pada Kamis (6/8), tersangka menyebut Nabi Muhammad dan berbicara dalam bahasa Arab.
“Namun dia tidak pernah mengungkapkan dukungan pada Negara Islam (ISIS) atau kelompok jihad lainnya,” papar sumber kepolisian yang mengetahui proses negosiasi.
“Dia terus meminta anak-anak Palestina dibebaskan dari penjara-penjara Israel dan warga Palestina berumur di bawah 40 tahun diizinkan salat di masjid Al Aqsa di Yerusalem,” ujar sumber itu.
Pria yang sudah dikenal oleh sejumlah badan penegak hukum itu sudah dalam daftar pengawasan “Fiche S” yakni mereka yang dianggap terpapar radikalisasi.
Para investigator menyatakan ada tren penyakit mental dan radikalisasi dalam beberapa serangan yang mengguncang Prancis selama beberapa tahun terakhir, sehingga sangat sulit memprediksi perilaku para pelaku.
“Itu profil-profil berbahaya, Anda tidak pernah tahu apa yang akan mereka lakukan,” kata sumber kepolisian.
Tersangka tinggal di Paris saat insiden 2013 dan kemudian pindah ke wilayah Seine-Maritime bagian utara.
Dia mengatakan pada polisi yang membujuknya keluar dari bank di Le Havre bahwa dia membawa bom dan mengancam menggunakan bom jika polisi mendekat. (Baca Juga: Tolak Mahasiswa Kedokteran Ditambah, Ribuan Dokter Korsel Mogok Kerja)
“Namun dia tidak pernah secara fisik atau lisan melecehkan para sanderanya dan negosiasi tidak pernah berhasil,” kata sumber itu. Kepolisian tidak menemukan bahan peledak seperti yang disebutkan pelaku. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
“Pria itu menyatakan hendak menyerah saat fajar, setelah salat subuh, tapi dia kemudian keluar setelah pukul 22.45 waktu setempat dengan bendera hijau kelompok Hamas Palestina dikalungkan di bahunya,” kata sumber kepolisian. (Lihat Video: 190 Kios di Pasar Grogol Terbakar, Kerugian Capai Miliaran Rupiah)
Tersangka berumur 34 tahun itu pun menyebut dirinya sebagai mujahid tapi tidak mengaku terkait dengan kelompok mana pun. “Pelaku memiliki sejarah penyakit mental dan pernah tinggal di rumah sakit psikiatrik setelah menyandera beberapa orang di bank lain pada 2013,” papar dua sumber pejabat keamanan Prancis.
Dalam negosiasi, dia menuntut perumahan sosial untuk dirinya dan satu anak laki-laki yang cacat.
Selama enam jam negosiasi dengan kepolisian di Le Havre, Prancis, pada Kamis (6/8), tersangka menyebut Nabi Muhammad dan berbicara dalam bahasa Arab.
“Namun dia tidak pernah mengungkapkan dukungan pada Negara Islam (ISIS) atau kelompok jihad lainnya,” papar sumber kepolisian yang mengetahui proses negosiasi.
“Dia terus meminta anak-anak Palestina dibebaskan dari penjara-penjara Israel dan warga Palestina berumur di bawah 40 tahun diizinkan salat di masjid Al Aqsa di Yerusalem,” ujar sumber itu.
Pria yang sudah dikenal oleh sejumlah badan penegak hukum itu sudah dalam daftar pengawasan “Fiche S” yakni mereka yang dianggap terpapar radikalisasi.
Para investigator menyatakan ada tren penyakit mental dan radikalisasi dalam beberapa serangan yang mengguncang Prancis selama beberapa tahun terakhir, sehingga sangat sulit memprediksi perilaku para pelaku.
“Itu profil-profil berbahaya, Anda tidak pernah tahu apa yang akan mereka lakukan,” kata sumber kepolisian.
Tersangka tinggal di Paris saat insiden 2013 dan kemudian pindah ke wilayah Seine-Maritime bagian utara.
Dia mengatakan pada polisi yang membujuknya keluar dari bank di Le Havre bahwa dia membawa bom dan mengancam menggunakan bom jika polisi mendekat. (Baca Juga: Tolak Mahasiswa Kedokteran Ditambah, Ribuan Dokter Korsel Mogok Kerja)
“Namun dia tidak pernah secara fisik atau lisan melecehkan para sanderanya dan negosiasi tidak pernah berhasil,” kata sumber itu. Kepolisian tidak menemukan bahan peledak seperti yang disebutkan pelaku. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
“Pria itu menyatakan hendak menyerah saat fajar, setelah salat subuh, tapi dia kemudian keluar setelah pukul 22.45 waktu setempat dengan bendera hijau kelompok Hamas Palestina dikalungkan di bahunya,” kata sumber kepolisian. (Lihat Video: 190 Kios di Pasar Grogol Terbakar, Kerugian Capai Miliaran Rupiah)
(sya)
tulis komentar anda