Perekonomian China Lesu di Tengah Tingginya Pengangguran Pemuda
Sabtu, 28 Oktober 2023 - 11:06 WIB
BEIJING - Perekonomian China sedang lesu dalam beberapa bulan terakhir. Salah satu manifestasi dari hal ini adalah tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda.
Berbicara dari Selandia Baru, dosen Senior Victoria University of Wellington, Christian Yao, mengatakan dalam sebuah analisis berita pada 9 Oktober lalu bahwa tingkat pengangguran pemuda di China sebesar 21,3 persen bukan hanya tinggi, tetapi juga mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat berdampak pada perekonomian nasional dan juga hubungan geopolitik.
Angka pengangguran itu meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode Mei 2018 sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Secara kebetulan, angka pengangguran 21,3 persen tercatat saat Biro Statistik Nasional China mengumumkan bahwa pihaknya tidak akan lagi melaporkan data spesifik usia; dengan dalih bahwa mereka perlu "meningkatkan dan mengoptimalkan statistik survei angkatan kerjaā€¯.
Salah satu alasan meningkatnya angka pengangguran kaum muda adalah lemahnya sistem pendidikan di China. Meski sektor pendidikan tinggi berkembang pesat, terdapat ketidaksesuaian antara kurikulum universitas dan kebutuhan pasar kerja.
Program studi di universitas sering kali lebih mengutamakan teori ketimbang keterampilan praktis, sehingga lulusannya tidak memiliki bekal untuk bekerja. Mahasiswa teknik mungkin fokus pada persamaan dan teori, tetapi kehilangan penerapan di dunia nyata seperti saat menjalankan program magang.
Selain itu, pasar di China menghadapi banyaknya kandidat berkualifikasi tinggi, terutama di sektor teknologi, keuangan, dan layanan kesehatan. Ketidakseimbangan ini sekali lagi mendorong banyak orang untuk melakukan studi lebih lanjut.
Tahun ini, total 4,74 juta mahasiswa di China mengikuti ujian masuk pascasarjana, peningkatan mengejutkan sebesar 135 persen dibandingkan 2,01 juta peserta pada 2017. Siklus ini meningkatkan angka pengangguran di level nasional, dan setengahnya adalah kalangan muda.
Mengutip dari Financial Post, Sabtu (28/10/2023), Christian Yao memperingatkan bahwa dampak krisis pengangguran pemuda di China tidak boleh dianggap remeh. Berdasarkan peringatan UNICEF, tingkat pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan kerusuhan sipil, terutama di negara-negara dengan populasi kaum muda yang besar.
Berbicara dari Selandia Baru, dosen Senior Victoria University of Wellington, Christian Yao, mengatakan dalam sebuah analisis berita pada 9 Oktober lalu bahwa tingkat pengangguran pemuda di China sebesar 21,3 persen bukan hanya tinggi, tetapi juga mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat berdampak pada perekonomian nasional dan juga hubungan geopolitik.
Angka pengangguran itu meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode Mei 2018 sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Secara kebetulan, angka pengangguran 21,3 persen tercatat saat Biro Statistik Nasional China mengumumkan bahwa pihaknya tidak akan lagi melaporkan data spesifik usia; dengan dalih bahwa mereka perlu "meningkatkan dan mengoptimalkan statistik survei angkatan kerjaā€¯.
Salah satu alasan meningkatnya angka pengangguran kaum muda adalah lemahnya sistem pendidikan di China. Meski sektor pendidikan tinggi berkembang pesat, terdapat ketidaksesuaian antara kurikulum universitas dan kebutuhan pasar kerja.
Program studi di universitas sering kali lebih mengutamakan teori ketimbang keterampilan praktis, sehingga lulusannya tidak memiliki bekal untuk bekerja. Mahasiswa teknik mungkin fokus pada persamaan dan teori, tetapi kehilangan penerapan di dunia nyata seperti saat menjalankan program magang.
Selain itu, pasar di China menghadapi banyaknya kandidat berkualifikasi tinggi, terutama di sektor teknologi, keuangan, dan layanan kesehatan. Ketidakseimbangan ini sekali lagi mendorong banyak orang untuk melakukan studi lebih lanjut.
Tahun ini, total 4,74 juta mahasiswa di China mengikuti ujian masuk pascasarjana, peningkatan mengejutkan sebesar 135 persen dibandingkan 2,01 juta peserta pada 2017. Siklus ini meningkatkan angka pengangguran di level nasional, dan setengahnya adalah kalangan muda.
Mengutip dari Financial Post, Sabtu (28/10/2023), Christian Yao memperingatkan bahwa dampak krisis pengangguran pemuda di China tidak boleh dianggap remeh. Berdasarkan peringatan UNICEF, tingkat pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan kerusuhan sipil, terutama di negara-negara dengan populasi kaum muda yang besar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda