Akui ‘Kalah Perang’, Sejuta Dokter-Perawat Usul Lockdown Baru Manila
Minggu, 02 Agustus 2020 - 06:06 WIB
MANILA - Lebih dari satu juta dokter dan perawat di Filipina mengakui negara itu kalah perang melawan Covid-19. Mereka mendesak Presiden Rodrigo Duterte kembali menerapkan lockdown di Manila.
Seruan terbesar yang diungkapkan itu dari 80 kelompok yang mewakili 80.000 dokter dan satu juta perawat. Mereka memperingatkan runtuhnya sistem layanan kesehatan akibat meningkatkan infeksi baru virus corona tanpa kontrol ketat di ibu kota dan provinsi-provinsi sekitar.
Filipina pada Jumat (31/7) mencatat peningkatan kasus harian terbesar selama dua hari berturut-turut sebanyak 4.063 infeksi.
“Para pekerja kesehatan kita kelelahan dengan jumlah pasien yang tampaknya tak berhenti mendatangi rumah sakit-rumah sakit kita untuk perawatan darurat,” ungkap pernyataan kelompok yang dipimpin Philippine College of Physicians (PCP) dalam surat untuk Duterte.
“Kita mengalami kalah perang melawan Covid-19,” papar pernyataan PCP.
Istana Kepresidenan menyatakan pihaknya menampung semua masukan dari berbagai pihak untuk dibahas dalam rapat mendatang membahas pandemi itu namun karantina saja tidak cukup.
“Istana memahami sulitnya menyeimbangkan antara kesehatan publikdan kesehatan ekonomi bangsa,” ujar juru bicara Duterte, Harry Roque.
Pada pertengahan Maret, Duterte menerapkan salah satu lockdown paling ketat dan terlama di dunia, di ibu kota dan provinsi lain untuk memerangi virus itu.
Demi memulihkan ekonomi, pembatasan itu dilonggarkan pada Juni sehingga membuat warga kembali bebas bergerak dan membuka kembali beberapa bisnis.
Namun infeksi meningkat hingga lima kali lipat menjadi 93.354, dengan kematian lebih dari dua kali lipat menjadi 2.023 orang. (Lihat Infografis: Persaingan Misil Hipersonik Kian Intensif di Antara Kekuatan Dunia)
Para pekerja kesehatan, termasuk mikrobiologis, pakar penyakit infeksi dan kesehatan publik, pediatrik dan perawat menyerukan lockdown dua pekan di ibu kota dan provinsi selatan hingga pertengahan Agustus. (Lihat Video: Penampakan Tawaf Ibadah Haji dalam Masa Pandemi di Masjidil Haram)
Lihat Juga: Mengenal Apollo Quiboloy, Pendeta yang Menjadikan Jemaatnya sebagai Budak Seks dan Diburu FBI
Seruan terbesar yang diungkapkan itu dari 80 kelompok yang mewakili 80.000 dokter dan satu juta perawat. Mereka memperingatkan runtuhnya sistem layanan kesehatan akibat meningkatkan infeksi baru virus corona tanpa kontrol ketat di ibu kota dan provinsi-provinsi sekitar.
Filipina pada Jumat (31/7) mencatat peningkatan kasus harian terbesar selama dua hari berturut-turut sebanyak 4.063 infeksi.
“Para pekerja kesehatan kita kelelahan dengan jumlah pasien yang tampaknya tak berhenti mendatangi rumah sakit-rumah sakit kita untuk perawatan darurat,” ungkap pernyataan kelompok yang dipimpin Philippine College of Physicians (PCP) dalam surat untuk Duterte.
“Kita mengalami kalah perang melawan Covid-19,” papar pernyataan PCP.
Istana Kepresidenan menyatakan pihaknya menampung semua masukan dari berbagai pihak untuk dibahas dalam rapat mendatang membahas pandemi itu namun karantina saja tidak cukup.
“Istana memahami sulitnya menyeimbangkan antara kesehatan publikdan kesehatan ekonomi bangsa,” ujar juru bicara Duterte, Harry Roque.
Pada pertengahan Maret, Duterte menerapkan salah satu lockdown paling ketat dan terlama di dunia, di ibu kota dan provinsi lain untuk memerangi virus itu.
Demi memulihkan ekonomi, pembatasan itu dilonggarkan pada Juni sehingga membuat warga kembali bebas bergerak dan membuka kembali beberapa bisnis.
Namun infeksi meningkat hingga lima kali lipat menjadi 93.354, dengan kematian lebih dari dua kali lipat menjadi 2.023 orang. (Lihat Infografis: Persaingan Misil Hipersonik Kian Intensif di Antara Kekuatan Dunia)
Para pekerja kesehatan, termasuk mikrobiologis, pakar penyakit infeksi dan kesehatan publik, pediatrik dan perawat menyerukan lockdown dua pekan di ibu kota dan provinsi selatan hingga pertengahan Agustus. (Lihat Video: Penampakan Tawaf Ibadah Haji dalam Masa Pandemi di Masjidil Haram)
Lihat Juga: Mengenal Apollo Quiboloy, Pendeta yang Menjadikan Jemaatnya sebagai Budak Seks dan Diburu FBI
(sya)
tulis komentar anda