Protes Kebijakan Larangan Abaya, Sekolah Menengah di Prancis Gelar Mogok Massal
Jum'at, 08 September 2023 - 00:32 WIB
PARIS - Guru dan siswa sebuah sekolah menengah di Prancis melakukan aksi mogok sebagai protes terhadap keputusan pemerintah yang melarang abaya dan qamis – pakaian panjang dan longgar yang dikenakan oleh sebagian perempuan dan laki-laki Muslim – di sekolah umum.
“Kami ingin menjauhkan diri dari kebijakan Islamofobia pemerintah,” demikian bunyi pernyataan kelompok protes di sekolah menengah Maurice Utrillo di Stains, Seine-Saint-Denis, yang menyerukan pemogokan yang dimulai pada Rabu lalu, dilansir Al Jazeera.
“Siswa harus disambut di SMA Maurice Utrillo dan kita tidak perlu mengawasi pakaian. Kami menolak menstigmatisasi siswa yang mengenakan abaya atau qamis.”
Seine-Saint-Denis, yang berada di timur laut Paris, adalah daerah pinggiran kota yang miskin – atau banlieue – dimana banyak penduduknya memiliki keturunan di Afrika dan Timur Tengah.
Keputusan sekolah tersebut menyusul larangan pemerintah terhadap dua pakaian tersebut untuk anak-anak sekolah, dengan alasan bahwa pakaian tersebut melanggar peraturan Prancis tentang sekularisme dalam pendidikan.
“Selama berbulan-bulan, kami tidak punya guru karena tidak ada penggantinya, tapi mereka punya waktu untuk itu?” salah satu siswa yang ikut mogok di depan sekolah Utrillo mengatakan kepada televisi lokal BFM.
Para orang tua ikut serta dalam demonstrasi tersebut, di mana staf sekolah mengecam masalah anggaran – mengkritik apa yang mereka sebut sebagai “penurunan drastis” sumber daya yang diperlukan untuk mengajar dengan baik, termasuk pengurangan personel dan jam mengajar.
“Kami tidak menunggu kementerian yang memberi tahu kami cara berpakaian, kami menunggu kementerian yang memberi kami alat untuk memberikan ketenangan kepada anak-anak kami… dan memberikan guru kami alat terbaik,” kata ibu seorang siswa kepada media lokal.
Tampilan simbol-simbol agama telah lama menjadi topik kontroversi di Perancis, yang merupakan rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Pada hari Senin, puluhan siswi dipulangkan pada hari pertama sekolah karena menolak melepas abaya mereka.
Simbol-simbol agama di sekolah-sekolah negeri telah dilarang keras di negara tersebut sejak abad ke-19, dengan undang-undang yang menghapus pengaruh tradisional Katolik dari pendidikan publik. Sekolah negeri Perancis tidak mengizinkan pemakaian salib besar.
Siswa juga dilarang mengenakan kippa Yahudi dan, pada tahun 2004, Prancis juga melarang jilbab di sekolah, sementara pada tahun 2010 negara tersebut mengeluarkan larangan cadar di depan umum, yang membuat marah banyak komunitas Muslim di negara tersebut yang berjumlah lima juta orang.
“Kami ingin menjauhkan diri dari kebijakan Islamofobia pemerintah,” demikian bunyi pernyataan kelompok protes di sekolah menengah Maurice Utrillo di Stains, Seine-Saint-Denis, yang menyerukan pemogokan yang dimulai pada Rabu lalu, dilansir Al Jazeera.
“Siswa harus disambut di SMA Maurice Utrillo dan kita tidak perlu mengawasi pakaian. Kami menolak menstigmatisasi siswa yang mengenakan abaya atau qamis.”
Seine-Saint-Denis, yang berada di timur laut Paris, adalah daerah pinggiran kota yang miskin – atau banlieue – dimana banyak penduduknya memiliki keturunan di Afrika dan Timur Tengah.
Keputusan sekolah tersebut menyusul larangan pemerintah terhadap dua pakaian tersebut untuk anak-anak sekolah, dengan alasan bahwa pakaian tersebut melanggar peraturan Prancis tentang sekularisme dalam pendidikan.
“Selama berbulan-bulan, kami tidak punya guru karena tidak ada penggantinya, tapi mereka punya waktu untuk itu?” salah satu siswa yang ikut mogok di depan sekolah Utrillo mengatakan kepada televisi lokal BFM.
Para orang tua ikut serta dalam demonstrasi tersebut, di mana staf sekolah mengecam masalah anggaran – mengkritik apa yang mereka sebut sebagai “penurunan drastis” sumber daya yang diperlukan untuk mengajar dengan baik, termasuk pengurangan personel dan jam mengajar.
“Kami tidak menunggu kementerian yang memberi tahu kami cara berpakaian, kami menunggu kementerian yang memberi kami alat untuk memberikan ketenangan kepada anak-anak kami… dan memberikan guru kami alat terbaik,” kata ibu seorang siswa kepada media lokal.
Tampilan simbol-simbol agama telah lama menjadi topik kontroversi di Perancis, yang merupakan rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa.
Pada hari Senin, puluhan siswi dipulangkan pada hari pertama sekolah karena menolak melepas abaya mereka.
Simbol-simbol agama di sekolah-sekolah negeri telah dilarang keras di negara tersebut sejak abad ke-19, dengan undang-undang yang menghapus pengaruh tradisional Katolik dari pendidikan publik. Sekolah negeri Perancis tidak mengizinkan pemakaian salib besar.
Siswa juga dilarang mengenakan kippa Yahudi dan, pada tahun 2004, Prancis juga melarang jilbab di sekolah, sementara pada tahun 2010 negara tersebut mengeluarkan larangan cadar di depan umum, yang membuat marah banyak komunitas Muslim di negara tersebut yang berjumlah lima juta orang.
(ahm)
tulis komentar anda