Eks Jenderal NATO: Ukraina Tidak Bisa Mengalahkan Rusia
Rabu, 23 Agustus 2023 - 19:31 WIB
ROMA - Ukraina tidak akan mampu mengalahkan Rusia di medan perang karena Moskow memiliki lebih banyak pasukan dan keunggulan senjata yang “mengesankan”.
Penilaian itu diungkapkan purnawirawan Jenderal Italia Marco Bertolini. “Kemenangan Ukraina tidak terbayangkan. Kita harus memperhatikan fakta ini dan duduk di meja perundingan,” ujar Bertolini, yang mengepalai Komando Operasi Gabungan Italia dan brigade pasukan terjun payung Folgore pada tahun 2000-an.
“Perang ini seharusnya dihentikan lebih awal, namun dalam beberapa bulan terakhir retorika ‘kita akan menang’ semakin berkembang, sehingga meningkatkan ekspektasi opini publik akan kemenangan yang tidak mungkin terjadi di lapangan. Ukraina tidak akan menang,” tegas dia kepada surat kabar Libero Quotidiano pada Senin (21/8/2023).
“Serangan balasan Kiev yang sangat dinanti-nantikan, yang dimulai pada awal Juni, berjalan lambat,” ujar pensiunan jenderal tersebut.
Dia menyebutkan laporan Washington Post pekan lalu, yang mengutip penilaian rahasia intelijen AS yang menyimpulkan “serangan balasan Ukraina akan gagal mencapai kota utama Melitopol di tenggara” dan tujuan memutus jembatan darat Rusia dengan Crimea tidak akan terwujud tahun ini.
Menurut Bertolini, “Ini adalah pengakuan bahwa tujuan Kiev tidak dapat dicapai dalam bentuk dan waktu yang diharapkan.”
“Rusia memiliki keunggulan dalam jumlah pasukan dan daya tembak. Daya tembak yang dilancarkan Rusia, terutama artileri, lebih unggul dan ini mengesankan mengingat bantuan yang datang ke Ukraina dari seluruh Barat,” papar dia.
Pensiunan jenderal tersebut menyatakan kini ada pemahaman di banyak kalangan bahwa merebut kembali wilayah yang dikuasai Rusia dari Ukraina adalah hal yang “tidak realistis.”
Dia juga menekankan, “Gencatan senjata dengan prospek Ukraina bergabung dengan NATO, kapan saja, dan melanjutkan permusuhan tidak akan cukup bagi Rusia.”
“Konflik hanya dapat diakhiri melalui negosiasi yang menghormati kepentingan kedua belah pihak,” papar Bertolini.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pekan lalu bahwa Moskow tetap siap “dialog yang bermakna” mengenai Ukraina, namun prospek negosiasi dengan Barat “belum ada pada tahap ini.”
Pendukung utama Kiev, Amerika Serikat (AS), yang menyatakan tujuan untuk memberikan kekalahan strategis kepada Rusia di Ukraina, “tidak memiliki niat untuk mengakhiri konflik,” menurut dia.
Washington bersikukuh setiap penyelesaian yang dinegosiasikan harus didasarkan pada apa yang disebut sebagai rencana perdamaian sepuluh poin yang diusulkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menyerukan Rusia mundur ke perbatasan yang diklaim Kiev, membayar ganti rugi, dan tunduk pada pengadilan kejahatan perang.
Lavrov menggambarkan hal ini sebagai “ultimatum yang tidak ada gunanya.”
Penilaian itu diungkapkan purnawirawan Jenderal Italia Marco Bertolini. “Kemenangan Ukraina tidak terbayangkan. Kita harus memperhatikan fakta ini dan duduk di meja perundingan,” ujar Bertolini, yang mengepalai Komando Operasi Gabungan Italia dan brigade pasukan terjun payung Folgore pada tahun 2000-an.
“Perang ini seharusnya dihentikan lebih awal, namun dalam beberapa bulan terakhir retorika ‘kita akan menang’ semakin berkembang, sehingga meningkatkan ekspektasi opini publik akan kemenangan yang tidak mungkin terjadi di lapangan. Ukraina tidak akan menang,” tegas dia kepada surat kabar Libero Quotidiano pada Senin (21/8/2023).
“Serangan balasan Kiev yang sangat dinanti-nantikan, yang dimulai pada awal Juni, berjalan lambat,” ujar pensiunan jenderal tersebut.
Dia menyebutkan laporan Washington Post pekan lalu, yang mengutip penilaian rahasia intelijen AS yang menyimpulkan “serangan balasan Ukraina akan gagal mencapai kota utama Melitopol di tenggara” dan tujuan memutus jembatan darat Rusia dengan Crimea tidak akan terwujud tahun ini.
Menurut Bertolini, “Ini adalah pengakuan bahwa tujuan Kiev tidak dapat dicapai dalam bentuk dan waktu yang diharapkan.”
“Rusia memiliki keunggulan dalam jumlah pasukan dan daya tembak. Daya tembak yang dilancarkan Rusia, terutama artileri, lebih unggul dan ini mengesankan mengingat bantuan yang datang ke Ukraina dari seluruh Barat,” papar dia.
Pensiunan jenderal tersebut menyatakan kini ada pemahaman di banyak kalangan bahwa merebut kembali wilayah yang dikuasai Rusia dari Ukraina adalah hal yang “tidak realistis.”
Dia juga menekankan, “Gencatan senjata dengan prospek Ukraina bergabung dengan NATO, kapan saja, dan melanjutkan permusuhan tidak akan cukup bagi Rusia.”
“Konflik hanya dapat diakhiri melalui negosiasi yang menghormati kepentingan kedua belah pihak,” papar Bertolini.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pekan lalu bahwa Moskow tetap siap “dialog yang bermakna” mengenai Ukraina, namun prospek negosiasi dengan Barat “belum ada pada tahap ini.”
Pendukung utama Kiev, Amerika Serikat (AS), yang menyatakan tujuan untuk memberikan kekalahan strategis kepada Rusia di Ukraina, “tidak memiliki niat untuk mengakhiri konflik,” menurut dia.
Washington bersikukuh setiap penyelesaian yang dinegosiasikan harus didasarkan pada apa yang disebut sebagai rencana perdamaian sepuluh poin yang diusulkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menyerukan Rusia mundur ke perbatasan yang diklaim Kiev, membayar ganti rugi, dan tunduk pada pengadilan kejahatan perang.
Lavrov menggambarkan hal ini sebagai “ultimatum yang tidak ada gunanya.”
(sya)
tulis komentar anda