Tentara Bayaran Barat Ungkap Tingkat Korban Mengejutkan Militer Ukraina
Sabtu, 19 Agustus 2023 - 06:56 WIB
KYIV - Para tentara bayaran Barat telah mengungkap tingkat korban yang mengejutkan di pihak militer Ukraina sejak meluncurkan serangan balasan terhadap pasukan Rusia.
Menurut mereka, beberapa unit militer Ukraina telah menderita tingkat korban 85%. Itu diungkapkan kepada ABC News.
Pengungkapan para tentara bayaran Barat itu sejalan dengan angka korban yang dikeluarkan oleh Rusia, yang mengeklaim bahwa pasukannya telah melumpuhkan 43.000 tentara Ukraina dalam dua bulan.
Seorang veteran tentara Amerika Serikat (AS) yang bertempur dengan pasukan khusus Ukraina di dekat Donetsk mengatakan kepada ABC News bahwa unitnya yang terdiri dari puluhan orang mengambil 85% korban selama penyerangan di sebuah desa dekat kota dua minggu lalu.
"Dari mereka yang terkena, 40% terluka sangat parah sehingga pertempuran tidak efektif sesudahnya," kata tentara bayaran asal AS tersebut yang berbicara dengan syarat anonim.
Rekannya, yang juga asal AS, mengatakan bahwa unit tersebut menghadapi perlawanan yang sangat terorganisir dari pasukan Rusia.
Tentara bayaran ketiga, dari negara Barat yang menolak diidentifikasi, mengatakan kepada ABC News bahwa dia telah terluka parah pada hari-hari awal serangan balasan, dan sekitar 80% dari batalionnya telah terluka.
Pemerintah Ukraina tidak merilis angka korban, yang berarti bahwa masyarakat harus bergantung pada petunjuk lain—seperti laporan perluasan kuburan yang tidak diverifikasi—untuk memastikan skala kerugian.
Pada bulan Februari, dokumen Pentagon yang bocor menunjukkan bahwa Kyiv telah mengumpulkan 12 brigade untuk serangan balasan, termasuk sembilan yang dilatih dan diperlengkapi oleh NATO.
Dengan brigade yang biasanya berjumlah antara 2.000 dan 4.000 tentara, tingkat korban hingga 85% secara kasar dapat disejajarkan dengan angka Moskow.
AS percaya bahwa Kyiv telah mengirim puluhan ribu orang lagi ke garis depan sejak dimulainya serangan balasan, di mana para pejabat memberi tahu Politico awal bulan ini bahwa 150.000 tentara saat ini terlibat dalam operasi tersebut.
Menurut laporan sejumlah media Amerika, para pemimpin intelijen dan militer Amerika percaya bahwa serangan balasan akan gagal, dan mengetahui sebelumnya bahwa peluang sukses Ukraina tipis.
Kyiv bermaksud untuk bergerak ke selatan melalui wilayah Zaporizhzhia dan mencapai kota Melitopol dekat Laut Azov, yang akan membelah front Rusia dan memutus akses daratnya ke Crimea. Namun, beberapa baris parit, bunker, dan ladang ranjau Rusia menghalangi, dan tanpa dukungan udara, pasukan Kyiv telah berjuang untuk mencapai bahkan yang pertama dari garis-garis ini.
“Kami kehilangan tiga Leopard [tank buatan Jerman] dalam satu hari karena mereka hanya disuruh maju ke ladang ranjau,” kata seorang tentara bayaran Barat kepada ABC News, yang dilansir Sabtu (19/8/2023).
Dia menambahkan bahwa tentara Ukraina yang baru wajib militer tidak memiliki pelatihan yang diperlukan untuk operasi ofensif yang kompleks.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mencirikan serangan Ukraina sebagai "bunuh diri", dan menyatakan pada bulan Juni bahwa tidak peduli berapa banyak persenjataan Barat yang dikirim ke medan perang, "cadangan mobilisasi tidak terbatas" di Kyiv.
“Tampaknya sekutu Barat Ukraina memang siap mengobarkan perang hingga ke orang Ukraina terakhir,” kata Putin saat itu.
Menurut mereka, beberapa unit militer Ukraina telah menderita tingkat korban 85%. Itu diungkapkan kepada ABC News.
Pengungkapan para tentara bayaran Barat itu sejalan dengan angka korban yang dikeluarkan oleh Rusia, yang mengeklaim bahwa pasukannya telah melumpuhkan 43.000 tentara Ukraina dalam dua bulan.
Seorang veteran tentara Amerika Serikat (AS) yang bertempur dengan pasukan khusus Ukraina di dekat Donetsk mengatakan kepada ABC News bahwa unitnya yang terdiri dari puluhan orang mengambil 85% korban selama penyerangan di sebuah desa dekat kota dua minggu lalu.
"Dari mereka yang terkena, 40% terluka sangat parah sehingga pertempuran tidak efektif sesudahnya," kata tentara bayaran asal AS tersebut yang berbicara dengan syarat anonim.
Rekannya, yang juga asal AS, mengatakan bahwa unit tersebut menghadapi perlawanan yang sangat terorganisir dari pasukan Rusia.
Tentara bayaran ketiga, dari negara Barat yang menolak diidentifikasi, mengatakan kepada ABC News bahwa dia telah terluka parah pada hari-hari awal serangan balasan, dan sekitar 80% dari batalionnya telah terluka.
Pemerintah Ukraina tidak merilis angka korban, yang berarti bahwa masyarakat harus bergantung pada petunjuk lain—seperti laporan perluasan kuburan yang tidak diverifikasi—untuk memastikan skala kerugian.
Pada bulan Februari, dokumen Pentagon yang bocor menunjukkan bahwa Kyiv telah mengumpulkan 12 brigade untuk serangan balasan, termasuk sembilan yang dilatih dan diperlengkapi oleh NATO.
Dengan brigade yang biasanya berjumlah antara 2.000 dan 4.000 tentara, tingkat korban hingga 85% secara kasar dapat disejajarkan dengan angka Moskow.
AS percaya bahwa Kyiv telah mengirim puluhan ribu orang lagi ke garis depan sejak dimulainya serangan balasan, di mana para pejabat memberi tahu Politico awal bulan ini bahwa 150.000 tentara saat ini terlibat dalam operasi tersebut.
Menurut laporan sejumlah media Amerika, para pemimpin intelijen dan militer Amerika percaya bahwa serangan balasan akan gagal, dan mengetahui sebelumnya bahwa peluang sukses Ukraina tipis.
Kyiv bermaksud untuk bergerak ke selatan melalui wilayah Zaporizhzhia dan mencapai kota Melitopol dekat Laut Azov, yang akan membelah front Rusia dan memutus akses daratnya ke Crimea. Namun, beberapa baris parit, bunker, dan ladang ranjau Rusia menghalangi, dan tanpa dukungan udara, pasukan Kyiv telah berjuang untuk mencapai bahkan yang pertama dari garis-garis ini.
“Kami kehilangan tiga Leopard [tank buatan Jerman] dalam satu hari karena mereka hanya disuruh maju ke ladang ranjau,” kata seorang tentara bayaran Barat kepada ABC News, yang dilansir Sabtu (19/8/2023).
Dia menambahkan bahwa tentara Ukraina yang baru wajib militer tidak memiliki pelatihan yang diperlukan untuk operasi ofensif yang kompleks.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mencirikan serangan Ukraina sebagai "bunuh diri", dan menyatakan pada bulan Juni bahwa tidak peduli berapa banyak persenjataan Barat yang dikirim ke medan perang, "cadangan mobilisasi tidak terbatas" di Kyiv.
“Tampaknya sekutu Barat Ukraina memang siap mengobarkan perang hingga ke orang Ukraina terakhir,” kata Putin saat itu.
(mas)
tulis komentar anda