Dipicu Masalah Imigrasi, Pemerintahan PM Belanda Mark Rutte Bubar
Sabtu, 08 Juli 2023 - 15:13 WIB
AMSTERDAM - Pemerintah Belanda bubar pada Jumat (7/7/2023) setelah gagal mencapai kesepakatan tentang pembatasan imigrasi. Itu akan akan memicu pemilu pada musim gugur.
Krisis ini dipicu oleh dorongan partai VVD konservatif Perdana Menteri Mark Rutte untuk membatasi aliran pencari suaka ke Belanda. Usulan itu ditolak oleh dua dari koalisi pemerintah empat partai pimpinan Rutte.
"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pendapat yang berbeda tentang kebijakan imigrasi. Sayangnya hari ini kami harus menyimpulkan bahwa perbedaan itu menjadi tidak dapat diatasi. Oleh karena itu saya akan mengajukan pengunduran diri seluruh kabinet kepada raja," kata Rutte,dilansir Reuters.
Ketegangan memuncak pada minggu ini, ketika Rutte menuntut dukungan untuk proposal untuk membatasi masuknya anak-anak pengungsi perang yang sudah berada di Belanda. Itumembuat keluarga menunggu setidaknya dua tahun sebelum mereka dapat bersatu.
Proposal terbaru ini terlalu jauh untuk Partai Persatuan Kristen dan D66 Liberal, menyebabkan jalan buntu.
Koalisi Rutte akan tetap sebagai pemerintah sementara sampai pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu baru. Pesta demokrasi menjadi sebuah proses yang dalam lanskap politik Belanda yang retak biasanya memakan waktu berbulan-bulan.
Kantor berita ANP, mengutip panitia pemilihan nasional, mengatakan pemilihan tidak akan diadakan sebelum pertengahan November.
Pemerintah sementara tidak dapat memutuskan kebijakan baru, tetapi Rutte mengatakan itu tidak akan mempengaruhi dukungan negara untuk Ukraina.
Belanda sudah memiliki salah satu kebijakan imigrasi terberat di Eropa, tetapi di bawah tekanan partai sayap kanan, Rutte selama berbulan-bulan mencoba mencari cara untuk mengurangi masuknya pencari suaka.
Permohonan suaka di Belanda melonjak sepertiga tahun lalu menjadi lebih dari 46.000. Pemerintah Belanda telah memproyeksikan mereka dapat meningkat menjadi lebih dari 70.000 tahun ini - melampaui rekor tertinggi sebelumnya di tahun 2015.
Itu akan membebani fasilitas suaka negara, di mana selama beberapa bulan tahun lalu ratusan pengungsi terpaksa tidur di tempat yang buruk dengan sedikit atau tanpa akses ke air minum, fasilitas sanitasi atau perawatan kesehatan.
Rutte pada tahun lalu mengatakan dia merasa "malu" dengan masalah tersebut, setelah kelompok kemanusiaan Medecins sans Frontieres mengirim tim ke Belanda untuk pertama kalinya, untuk membantu kebutuhan medis para migran di pusat pemrosesan permintaan suaka.
Dia berjanji akan memperbaiki kondisi fasilitas tersebut, terutama dengan mengurangi jumlah pengungsi yang mencapai Belanda. Namun dia gagal mendapatkan dukungan dari mitra koalisi yang merasa kebijakannya terlalu jauh.
Rutte, 56, merupakan pemimpin pemerintahan terlama dalam sejarah Belanda dan paling senior di UE setelah Viktor Orban dari Hungaria. Dia diperkirakan akan memimpin partai VVD-nya lagi pada pemilihan berikutnya.
Koalisi Rutte saat ini, yang berkuasa pada Januari 2022, adalah pemerintahannya yang keempat berturut-turut sejak ia menjadi perdana menteri pada Oktober 2010.
Krisis ini dipicu oleh dorongan partai VVD konservatif Perdana Menteri Mark Rutte untuk membatasi aliran pencari suaka ke Belanda. Usulan itu ditolak oleh dua dari koalisi pemerintah empat partai pimpinan Rutte.
"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pendapat yang berbeda tentang kebijakan imigrasi. Sayangnya hari ini kami harus menyimpulkan bahwa perbedaan itu menjadi tidak dapat diatasi. Oleh karena itu saya akan mengajukan pengunduran diri seluruh kabinet kepada raja," kata Rutte,dilansir Reuters.
Baca Juga
Ketegangan memuncak pada minggu ini, ketika Rutte menuntut dukungan untuk proposal untuk membatasi masuknya anak-anak pengungsi perang yang sudah berada di Belanda. Itumembuat keluarga menunggu setidaknya dua tahun sebelum mereka dapat bersatu.
Proposal terbaru ini terlalu jauh untuk Partai Persatuan Kristen dan D66 Liberal, menyebabkan jalan buntu.
Koalisi Rutte akan tetap sebagai pemerintah sementara sampai pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu baru. Pesta demokrasi menjadi sebuah proses yang dalam lanskap politik Belanda yang retak biasanya memakan waktu berbulan-bulan.
Kantor berita ANP, mengutip panitia pemilihan nasional, mengatakan pemilihan tidak akan diadakan sebelum pertengahan November.
Pemerintah sementara tidak dapat memutuskan kebijakan baru, tetapi Rutte mengatakan itu tidak akan mempengaruhi dukungan negara untuk Ukraina.
Belanda sudah memiliki salah satu kebijakan imigrasi terberat di Eropa, tetapi di bawah tekanan partai sayap kanan, Rutte selama berbulan-bulan mencoba mencari cara untuk mengurangi masuknya pencari suaka.
Permohonan suaka di Belanda melonjak sepertiga tahun lalu menjadi lebih dari 46.000. Pemerintah Belanda telah memproyeksikan mereka dapat meningkat menjadi lebih dari 70.000 tahun ini - melampaui rekor tertinggi sebelumnya di tahun 2015.
Itu akan membebani fasilitas suaka negara, di mana selama beberapa bulan tahun lalu ratusan pengungsi terpaksa tidur di tempat yang buruk dengan sedikit atau tanpa akses ke air minum, fasilitas sanitasi atau perawatan kesehatan.
Rutte pada tahun lalu mengatakan dia merasa "malu" dengan masalah tersebut, setelah kelompok kemanusiaan Medecins sans Frontieres mengirim tim ke Belanda untuk pertama kalinya, untuk membantu kebutuhan medis para migran di pusat pemrosesan permintaan suaka.
Dia berjanji akan memperbaiki kondisi fasilitas tersebut, terutama dengan mengurangi jumlah pengungsi yang mencapai Belanda. Namun dia gagal mendapatkan dukungan dari mitra koalisi yang merasa kebijakannya terlalu jauh.
Rutte, 56, merupakan pemimpin pemerintahan terlama dalam sejarah Belanda dan paling senior di UE setelah Viktor Orban dari Hungaria. Dia diperkirakan akan memimpin partai VVD-nya lagi pada pemilihan berikutnya.
Koalisi Rutte saat ini, yang berkuasa pada Januari 2022, adalah pemerintahannya yang keempat berturut-turut sejak ia menjadi perdana menteri pada Oktober 2010.
(ahm)
tulis komentar anda