Erdogan Dilantik untuk Ketiga Kalinya sebagai Presiden Turki

Minggu, 04 Juni 2023 - 07:31 WIB
Recep Tayyip Erdogan kembali dilantik sebagai presiden Turki untuk ketiga kalinya. Foto/Ankara
ANKARA - Recep Tayyip Erdogan dilantik untuk masa jabatan ketiga sebagai Presiden Turki pada Sabtu waktu setempat. Ia berjanji untuk melayani "tanpa memihak" setelah memenangkan pemilihan putaran kedua yang bersejarah guna memperpanjang kekuasaannya selama dua dekade.

Pelantikan di parlemen akan dilanjutkan dengan upacara mewah di istana presiden di Ibu Kota Ankara yang dihadiri puluhan pemimpin dunia.

Pemimpin Turki yang transformatif tetapi memecah belah memenangkan putaran kedua pemilihan pada 28 Mei lalu melawan koalisi oposisi yang kuat, meskipun diterpa krisis ekonomi dan kemarahan atas gempa bumi Februari lalu yang menewaskan lebih dari 50.000 orang.



Erdogan memenangkan 52,18 persen suara sementara saingan sekulernya Kemal Kilicdaroglu mendapatkan 47,82 persen, menurut hasil resmi.

"Sebagai presiden, saya bersumpah atas kehormatan dan integritas saya, di hadapan bangsa Turki yang agung untuk bekerja dengan segenap kekuatan saya untuk melindungi keberadaan dan kemerdekaan negara dan untuk memenuhi tugas saya tanpa memihak," kata Erdogan di parlemen setelah upacara di luar gedung tempat dia memberi hormat kepada tentara di bawah guyuran hujan seperti dikutip dari France 24, Minggu (4/6/2023).

Pendukung di parlemen memberi Erdogan tepuk tangan selama satu menit setelah dia dilantik, sementara beberapa anggota parlemen oposisi menolak untuk berdiri.

Dalam sumpahnya, Erdogan juga berjanji tidak akan menyimpang dari aturan hukum dan prinsip sekuler republik yang didirikan Mustafa Kemal Ataturk 100 tahun lalu.

Pemimpin terlama Turki ini sekarang menghadapi tantangan langsung yang signifikan dalam masa jabatan ketiganya, termasuk ekonomi yang melambat dan ketegangan dengan Barat.

"Dari sudut pandang geopolitik, pemilu akan memperkuat pengejaran kebijakan luar negeri independen Turki baru-baru ini," kata Matt Gertken, kepala ahli strategi geopolitik di BCA Research.

"Kebijakan ini bertujuan untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan strategis maksimum dari negara-negara timur dan otokratis sambil tetap mencegah putusnya hubungan permanen dengan demokrasi barat," katanya.

"Ketegangan dengan Barat kemungkinan akan meningkat lagi," tambah Gertken.

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Wakil Presiden Iran Mohammad Mokhber, Perdana Menteri sayap kanan Hongaria Viktor Orban dan ketua majelis rendah parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, termasuk di antara tamu asing yang diharapkan hadir pada upacara Sabtu nanti.

Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan juga akan hadir, kata kantornya, tanda terbaru dari pencairan hubungan antara dua musuh bebuyutan itu.



Krisis Ekonomi yang Menggigit



Mengatasi masalah ekonomi negara akan menjadi prioritas pertama Erdogan, dengan inflasi mencapai 43,70 persen, sebagian karena kebijakan pemotongan suku bunga yang tidak ortodoks untuk merangsang pertumbuhan.

Presiden Turki akan mengumumkan kabinet barunya pada hari Sabtu, dengan media berspekulasi bahwa mantan menteri keuangan Mehmet Simsek, seorang tokoh internasional yang mumpuni, dapat kembali duduk di posisi itu.

Mantan ekonom Merrill Lynch, Simsek diketahui menentang kebijakan Erdogan yang tidak konvensional.

Dia menjabat sebagai menteri keuangan antara 2009 dan 2015 dan wakil perdana menteri yang bertanggung jawab atas ekonomi hingga 2018, sebelum mengundurkan diri menjelang serangkaian kehancuran lira pada tahun itu.

"Pemerintah Erdogan sepertinya akan mengejar program stabilisasi ortodoks," kata Alp Erinc Yeldan, profesor ekonomi di Universitas Kadir Has Istanbul.

"Apa yang kita lihat sekarang adalah berita tentang Mehmet Simsek dan timnya disambut dengan antusias oleh pasar," katanya kepada AFP.

Anggota baru parlemen Turki dilantik pada hari Jumat dalam sesi pertamanya setelah pemilihan 14 Mei, dengan aliansi Erdogan memegang mayoritas di parlemen dengan 600 kursi.

Masa depan Kilicdaroglu sebagai pemimpin partai CHP masih diragukan menyusul kekalahannya dari Erdogan.



Kunjungan Pemimpin NATO



Sekutu NATO Turki dengan cemas menunggu Ankara memberi lampu hijau pada upaya Swedia untuk bergabung dengan aliansi pertahanan pimpinan AS, sebelum pertemuan puncak pada Juli mendatang.

Erdogan telah menunda menyetujui aplikasi tersebut, menuduh Stockholm melindungi "teroris" dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) terlarang yang terdaftar sebagai kelompok teror oleh Ankara dan sekutu Baratnya.

Pemimpin NATO Jens Stoltenberg akan menghadiri pelantikan Erdogan dan mengadakan pembicaraan dengan dia, aliansi itu mengatakan pada Jumat lalu.

Menteri Luar Negeri Swedia, Tobias Billstrom, mengatakan di Twitter bahwa "pesan yang jelas" telah muncul pada pertemuan NATO di Oslo agar Turki dan Hongaria memulai proses ratifikasi.

Rekannya dari Turki Mevlut Cavusoglu menanggapi di Twitter: "Pesan yang sangat jelas untuk teman-teman Swedia kami! Penuhi komitmen Anda (dan) ambil langkah nyata dalam perang melawan terorisme."

"Sisanya akan menyusul," kata Cavusoglu.

(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More