Ukraina: Serangan di Terminal Minyak Crimea Persiapan Aksi Balasan
Senin, 01 Mei 2023 - 05:01 WIB
KIEV - Serangan drone pada Sabtu (29/4/2023) di terminal minyak di Crimea Rusia adalah bagian dari persiapan Kiev untuk serangan balasan yang direncanakan.
Pernyataan itu diungkapkan Natalya Gumenyuk, juru bicara komando selatan militer Ukraina.
Ledakan besar mengguncang pelabuhan utama Sevastopol pada Sabtu pagi saat satu UAV (drone) menabrak salah satu fasilitas penyimpanan bahan bakar di kota tersebut.
“Kobaran api menelan sekitar seribu meter persegi dan menghancurkan empat tangki minyak,” ungkap pihak berwenang setempat. “Tidak ada korban jiwa maupun luka akibat kejadian tersebut,” tambah mereka.
“Kiev telah lama mengatakan merusak logistik militer Rusia adalah salah satu elemen persiapan untuk tindakan aktif dan kuat oleh Pasukan Pertahanan Ukraina,” ungkap Gumenyuk dalam penampilan langsung TV pada Minggu (30/4/2023).
Berbicara tentang serangan hari sebelumnya di Sevastopol, dia mengklaim, "Pekerjaan ini mewakili persiapan untuk serangan besar-besaran, yang diharapkan semua orang."
Crimea, yang bersatu kembali dengan Rusia pada 2014 menyusul referendum yang diadakan setelah kudeta kekerasan di Kiev tahun itu, telah sering menjadi sasaran serangan drone udara dan laut sejak konflik meletus menjadi pertempuran terbuka pada Februari tahun lalu.
Militer Ukraina dan pihak berwenang di Kiev biasanya enggan bertanggung jawab atas serangan-serangan itu, yang sebagian besar telah berhasil dipukul mundur oleh pasukan Rusia.
Dalam wawancara dengan media Nordik pada Jumat, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan "serangan balasan akan terjadi" dan menyatakan harapan bahwa hal itu akan memungkinkan Kiev "menghilangkan pendudukan" Crimea serta wilayah baru Rusia: Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, serta Wilayah Zaporozhye dan Kherson.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai wakil kepala Dewan Keamanan negara itu, mengatakan klaim Zelensky adalah "delusi".
Namun dia memperingatkan bahwa, bagaimanapun, klaim tersebut tidak boleh diabaikan.
Menurut Medvedev, Rusia harus menggagalkan serangan balasan dengan mengirimkan "pemusnahan massal personel dan peralatan militer" dan menimbulkan "kekalahan militer maksimum" pada militer Ukraina. “Setelah itu, rezim Nazi di Kiev harus dibongkar seluruhnya,” tegas dia.
Awal pekan ini, Politico melaporkan pendukung utama Ukraina, AS, telah khawatir bahwa dampak dari serangan balasan yang sangat digembar-gemborkan bisa jauh dari harapan.
Sementara itu, New York Times memperingatkan dukungan Barat untuk Kiev dapat melemah jika operasi tersebut tidak membawa "kemenangan yang menentukan".
Mantan Menteri Pertahanan Ukraina Andrey Zagorodnyuk mengeluh awal bulan ini bahwa “sebagian besar politisi, analis, dan jurnalis Barat tidak melihat pembebasan Crimea sebagai prospek yang realistis” karena pasukan Rusia yang signifikan ditempatkan di sana.
“Kiev harus berbuat lebih banyak untuk membujuk AS dan sekutunya untuk mendukung serangan di semenanjung,” tegas dia.
Pernyataan itu diungkapkan Natalya Gumenyuk, juru bicara komando selatan militer Ukraina.
Ledakan besar mengguncang pelabuhan utama Sevastopol pada Sabtu pagi saat satu UAV (drone) menabrak salah satu fasilitas penyimpanan bahan bakar di kota tersebut.
“Kobaran api menelan sekitar seribu meter persegi dan menghancurkan empat tangki minyak,” ungkap pihak berwenang setempat. “Tidak ada korban jiwa maupun luka akibat kejadian tersebut,” tambah mereka.
“Kiev telah lama mengatakan merusak logistik militer Rusia adalah salah satu elemen persiapan untuk tindakan aktif dan kuat oleh Pasukan Pertahanan Ukraina,” ungkap Gumenyuk dalam penampilan langsung TV pada Minggu (30/4/2023).
Berbicara tentang serangan hari sebelumnya di Sevastopol, dia mengklaim, "Pekerjaan ini mewakili persiapan untuk serangan besar-besaran, yang diharapkan semua orang."
Crimea, yang bersatu kembali dengan Rusia pada 2014 menyusul referendum yang diadakan setelah kudeta kekerasan di Kiev tahun itu, telah sering menjadi sasaran serangan drone udara dan laut sejak konflik meletus menjadi pertempuran terbuka pada Februari tahun lalu.
Militer Ukraina dan pihak berwenang di Kiev biasanya enggan bertanggung jawab atas serangan-serangan itu, yang sebagian besar telah berhasil dipukul mundur oleh pasukan Rusia.
Dalam wawancara dengan media Nordik pada Jumat, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan "serangan balasan akan terjadi" dan menyatakan harapan bahwa hal itu akan memungkinkan Kiev "menghilangkan pendudukan" Crimea serta wilayah baru Rusia: Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, serta Wilayah Zaporozhye dan Kherson.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai wakil kepala Dewan Keamanan negara itu, mengatakan klaim Zelensky adalah "delusi".
Namun dia memperingatkan bahwa, bagaimanapun, klaim tersebut tidak boleh diabaikan.
Menurut Medvedev, Rusia harus menggagalkan serangan balasan dengan mengirimkan "pemusnahan massal personel dan peralatan militer" dan menimbulkan "kekalahan militer maksimum" pada militer Ukraina. “Setelah itu, rezim Nazi di Kiev harus dibongkar seluruhnya,” tegas dia.
Awal pekan ini, Politico melaporkan pendukung utama Ukraina, AS, telah khawatir bahwa dampak dari serangan balasan yang sangat digembar-gemborkan bisa jauh dari harapan.
Sementara itu, New York Times memperingatkan dukungan Barat untuk Kiev dapat melemah jika operasi tersebut tidak membawa "kemenangan yang menentukan".
Mantan Menteri Pertahanan Ukraina Andrey Zagorodnyuk mengeluh awal bulan ini bahwa “sebagian besar politisi, analis, dan jurnalis Barat tidak melihat pembebasan Crimea sebagai prospek yang realistis” karena pasukan Rusia yang signifikan ditempatkan di sana.
“Kiev harus berbuat lebih banyak untuk membujuk AS dan sekutunya untuk mendukung serangan di semenanjung,” tegas dia.
(sya)
tulis komentar anda