Meski ICC Keluarkan Surat Penangkapan, Putin Masih Bisa Kunjungi Negara-negara Besar

Minggu, 19 Maret 2023 - 09:17 WIB
Negara-negara lain yang menentang Statuta Roma adalah Irak, Israel, Libya, Qatar, Yaman, dan China.

Beijing masih secara resmi netral atas invasi Putin ke Ukraina dan perdagangan serta hubungan antara China dan Rusia telah menguat sejak awal perang dan kemungkinan akan menyambut kunjungan Putin. Presiden China Xi Jinping sendiri dijadwalkan akan bertemu Putin minggu depan di Ibu Kota Rusia.

Putin juga masih bisa pergi ke Iran, yang telah bertindak sebagai sekutu utama Moskow, memasoknya dengan drone untuk upaya perangnya. Negara demokrasi terbesar di dunia, India, juga bukan penandatangan ICC dan tidak mengutuk invasi Putin. Selama setahun terakhir, negara itu telah memperkuat hubungan dengan Moskow.

Sementara itu, Putin mempertahankan hubungan yang kuat dengan negara-negara bekas Soviet, kecuali negara-negara Baltik dan Georgia, yang mengakui ICC.

Ini masih memberinya pilihan untuk mengunjungi negara-negara di aliansi Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Moskow seperti Armenia dan Azerbaijan. Belarusia, yang pemimpinnya Alexander Lukashenko mengizinkan pasukan Rusia untuk menggunakan negara itu sebagai pos persiapan perang, tetap menjadi sekutu yang kuat.



Ukraina juga bukan penandatangan pengadilan di Den Haag tetapi memberikan yurisdiksi ICC untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan di wilayahnya. Kiev mengatakan bahwa lebih dari 16.000 anak Ukraina telah dideportasi ke Rusia sejak awal perang dengan banyak yang diduga ditempatkan di institusi dan panti asuhan.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan kepada Newsweek bahwa Kremlin dalam beberapa kasus memutuskan komunikasi dengan keluarga dan wali anak-anak, dan belum memberikan daftar pendaftaran mereka yang telah dipindahkan dan dideportasi.

"Kami akan terus menekan Moskow untuk bekerja sama dalam pelacakan keluarga dan memfasilitasi reunifikasi, yang dimulai dengan memberikan akses ke organisasi internasional dan pengamat luar yang independen," kata juru bicara itu dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari outlet yang berbasis di AS itu, Minggu (19/3/2023).

Pernyataan itu mengatakan bahwa pemindahan paksa, pendidikan ulang, dan adopsi anak-anak Ukraina adalah bagian dari upaya Kremlin untuk menyangkal dan menekan identitas, sejarah, serta budaya Ukraina.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More