Tentara SAS Inggris Menyamar Dealer Senjata, Jelajah Dunia Cari Artileri untuk Ukraina

Kamis, 09 Maret 2023 - 06:35 WIB
Special Air Service (SAS) adalah resimen pasukan khusus utama di Angkatan Bersenjata Inggris. Foto/deadliestfiction.fandom.com
LONDON - Ukraina telah kehabisan stok senjata dan amunisinya yang diwarisi dari Uni Soviet pada tahun 1991, termasuk senjata yang dipasok NATO sejak Rusia menyerang Kiev.

Satu tim komando SAS Inggris dilaporkan menjelajahi dunia untuk mencari persediaan peluru artileri kaliber Rusia demi mengisi kembali gudang senjata Ukraina yang habis.

Surat kabar harian Inggris melaporkan selusin pasukan khusus telah melakukan perjalanan melintasi Afrika, Timur Tengah dan Asia, bersama dengan para agen intelijen dan pejabat Kementerian Luar Negeri Inggris.



Kelompok itu, menyamar sebagai pedagang senjata, membawa "uang tunai dalam jumlah besar" untuk membeli stok peluru kaliber 122 mm secara langsung.



Peluru kaliber 122 mm ditembakkan oleh banyak senjata artileri Ukraina yang diwarisi dari Uni Soviet dalam perang melawan Rusia.

"Orang-orang kami memiliki sumber di seluruh dunia yang akan tahu jika ada amunisi yang tersedia dan siapa yang harus dihubungi untuk mencapai kesepakatan," ujar salah satu sumber militer.

Sumber itu menjelaskan, "Itu tidak selalu mudah, ini merupakan perebutan dengan banyak jalan buntu, tetapi ada juga yang berhasil."

Tim telah melakukan perjalanan ke Angola, Mesir, Yordania, Kazakhstan, dan Vietnam. Tetapi sumber pekan ini mengklaim kesepakatan telah dicapai pada persediaan di negara Eropa yang tidak disebutkan namanya.

Pabrik senjata di Bulgaria dan Rumania masih memproduksi senjata dan amunisi era Soviet tersebut.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky baru-baru ini memohon pendukung Baratnya untuk menambahkan lebih banyak artileri, di atas permintaannya untuk jet tempur.

“Artileri adalah hal nomor satu yang kita butuhkan. Baik sistem maupun amunisi, peluru dalam jumlah besar,” ujar dia.

Jenderal Angkatan Darat AS Christopher Cavoli, komandan sekutu tertinggi NATO di Eropa, mengatakan tentara Ukraina menembakkan sekitar 100.000 peluru per bulan dibandingkan dengan 600.000 artileri dari pihak Rusia, saat pasukan Moskow mengepung kota utama Artemovsk (Bakhmut).

Misi terkenal itu mengikuti upaya yang gagal pada musim panas 2022 untuk membeli puluhan ribu butir amunisi 122 mm dari Pakistan, yang tetap netral dalam konflik antara Ukraina dengan sekutu NATO-nya dan Rusia.

Laporan itu mengklaim 40.000 peluru diterbangkan oleh pesawat angkut RAF dari Pangkalan Udara Nur Khan Pakistan ke Bandara Internasional Cluj Rumania untuk dikirim ke dealer senjata lokal yang bertindak sebagai perantara.

Namun, tidak satu pun dari pengiriman itu yang berhasil mencapai Ukraina. Desas-desus yang belum dikonfirmasi tentang masalah kontrol kualitas digantikan oleh penyangkalan Islamabad bulan lalu yang mengizinkan pengiriman amunisi ke zona konflik.

"Laporan tentang pasokan barang-barang pertahanan oleh Pakistan ke Ukraina tidak akurat," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan Mumtaz Zahra Baloch pada 16 Februari.

“Pakistan mempertahankan kebijakan non-campur tangan dalam konflik militer. Pakistan hanya mengekspor gudang pertahanan ke negara lain berdasarkan Penggunaan Akhir yang kuat dan tidak ada jaminan transfer ulang,” tegas Baloch. "Dan ini adalah posisi Pakistan dalam konflik Ukraina-Rusia."

Tentara kekaisaran Rusia mengadopsi kaliber artileri 122 mm sebelum Perang Dunia Pertama. Peluru itu tetap beroperasi setelah revolusi 1917 dan sepanjang era Soviet dengan Tentara Merah.

Tak hanya itu, artileri itu masih digunakan tentara Rusia modern dan negara-negara bekas republik Soviet lainnya serta negara-negara anggota Perjanjian Warsawa.

Sebelum Rusia meluncurkan operasi militernya, tentara Ukraina dilaporkan memiliki sekitar 440 howitzer derek D-30 kaliber 122 mm dan 600 2S1 'Gvozdika' (anyelir), versi self-propelled lapis baja dari senjata yang sama, meskipun sebagian besar dalam penyimpanan jangka panjang pada saat itu.

Laporan harian oleh Kementerian Pertahanan Rusia telah melaporkan kehancuran setidaknya 146 D-30 dan 99 Gvozdikas sejak dimulainya operasi demiliterisasi.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More