Rabi Eliyahu Klaim Gempa Turki-Suriah Hukuman Tuhan untuk Musuh Israel
Rabu, 15 Februari 2023 - 01:00 WIB
TEL AVIV - Seorang rabi kontroversial di Israel membuat komentar keterlaluan dengan mengeklaim gempa dahsyat yang melanda Turki dan Suriah adalah hukuman Tuhan bagi penganiaya Yahudi dan musuh Israel.
Rabi Shmuel Eliyahu, yang menjabat sebagai kepala Rabi Safed di Israel utara dan merupakan anggota Dewan Kepala Rabi, menyebut bencana alam yang menewaskan puluhan ribu orang itu sebagai "keadilan ilahi".
"Tuhan menghakimi semua bangsa di sekitar kita yang ingin menyerbu tanah kita dan membuang kita ke laut," tulis Eliyahu dalam opini yang diterbitkan di surat kabar Olam Katan.
Gempa magnitudo 7,8 pada 6 Februari lalu itu menghancurkan wilayah Turki tenggara dan Suriah barat laut. Hingga Selasa (14/2/2023), bencana alam itu telah menewaskan 36.257 orang di kedua negara dan puluhan ribu lainnya terluka.
"Suriah telah menganiaya penduduk Yahudinya selama ratusan tahun, menginvasi Israel tiga kali, menembak petani yang tinggal di kaki Dataran Tinggi Golan selama bertahun-tahun, menyiksa tawanan dan menggantung [mata-mata Israel] Eli Cohen," tulis Eliyahu dalam artikel opininya, yang dikutip Middle East Eye.
Dia juga membidik Lebanon, yang juga diguncang gempa dan sedang menghadapi krisis keuangan yang melemahkan, dengan menulis: "Tidak ada keraguan bahwa negara, yang dulunya 'Swiss dari Timur Tengah' telah menjadi neraka di Bumi, dan hal seperti itu tidak terjadi secara kebetulan."
Adapun Turki, yang berfungsi sebagai pusat gempa, dia menulis: "Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan Turki, yang memfitnah kami di setiap arena yang memungkinkan, tetapi jika Tuhan mengungkapkan bahwa Dia akan membuat keputusan atas musuh kita, kita tahu bahwa semua yang terjadi adalah untuk membersihkan dunia dan menjadikannya lebih baik."
Eliyahu, yang merupakan ayah dari anggota Parlemen sayap kanan dan menteri warisan Israel, Amihai Ben-Eliyahu, telah berulang kali menimbulkan kontroversi atas pernyataan anti-Palestina dan anti-Arabnya, dan telah didakwa menghasut rasisme.
Pada 2008, dia meminta pemerintah untuk melakukan "balas dendam yang disetujui negara" terhadap orang Arab untuk memulihkan apa yang dia gambarkan sebagai pencegahan Israel setelah serangan di sebuah sekolah Yahudi di Yerusalem.
Selanjutnya, pada 2019, dia memberi tahu para remaja yang diduga membunuh seorang wanita Palestina di Tepi Barat bahwa mereka tidak perlu takut akan penjara karena di sanalah jalan menuju kekuasaan politik dimulai. Komentarnya itu mendorong beberapa kelompok hak asasi manusia (HAM) untuk menyerukan tindakan disipliner dan tuntutan pidana terhadapnya.
Sejak gempa dahsyat pekan lalu, puluhan negara dari seluruh dunia telah mengirimkan bantuan dan tim penyelamat ke Turki, termasuk Israel.
Hubungan antara Turki dan Israel memburuk pada tahun 2011, ketika Ankara mengusir duta besar Israel menyusul laporan PBB atas serangan Israel tahun 2010 terhadap kapal bantuan Mavi Marmara ke Gaza, di mana sembilan warga Turki tewas.
Keretakan hubungan itu sembuh pada tahun 2016 ketika hubungan diplomatik penuh dipulihkan dan kedua negara bertukar duta besar.
Akhir tahun lalu, Presiden Israel Isaac Herzog bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara, menandai kunjungan pertama seorang kepala negara Israel ke negara itu sejak 2008.
Rabi Shmuel Eliyahu, yang menjabat sebagai kepala Rabi Safed di Israel utara dan merupakan anggota Dewan Kepala Rabi, menyebut bencana alam yang menewaskan puluhan ribu orang itu sebagai "keadilan ilahi".
"Tuhan menghakimi semua bangsa di sekitar kita yang ingin menyerbu tanah kita dan membuang kita ke laut," tulis Eliyahu dalam opini yang diterbitkan di surat kabar Olam Katan.
Gempa magnitudo 7,8 pada 6 Februari lalu itu menghancurkan wilayah Turki tenggara dan Suriah barat laut. Hingga Selasa (14/2/2023), bencana alam itu telah menewaskan 36.257 orang di kedua negara dan puluhan ribu lainnya terluka.
"Suriah telah menganiaya penduduk Yahudinya selama ratusan tahun, menginvasi Israel tiga kali, menembak petani yang tinggal di kaki Dataran Tinggi Golan selama bertahun-tahun, menyiksa tawanan dan menggantung [mata-mata Israel] Eli Cohen," tulis Eliyahu dalam artikel opininya, yang dikutip Middle East Eye.
Dia juga membidik Lebanon, yang juga diguncang gempa dan sedang menghadapi krisis keuangan yang melemahkan, dengan menulis: "Tidak ada keraguan bahwa negara, yang dulunya 'Swiss dari Timur Tengah' telah menjadi neraka di Bumi, dan hal seperti itu tidak terjadi secara kebetulan."
Adapun Turki, yang berfungsi sebagai pusat gempa, dia menulis: "Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan Turki, yang memfitnah kami di setiap arena yang memungkinkan, tetapi jika Tuhan mengungkapkan bahwa Dia akan membuat keputusan atas musuh kita, kita tahu bahwa semua yang terjadi adalah untuk membersihkan dunia dan menjadikannya lebih baik."
Eliyahu, yang merupakan ayah dari anggota Parlemen sayap kanan dan menteri warisan Israel, Amihai Ben-Eliyahu, telah berulang kali menimbulkan kontroversi atas pernyataan anti-Palestina dan anti-Arabnya, dan telah didakwa menghasut rasisme.
Pada 2008, dia meminta pemerintah untuk melakukan "balas dendam yang disetujui negara" terhadap orang Arab untuk memulihkan apa yang dia gambarkan sebagai pencegahan Israel setelah serangan di sebuah sekolah Yahudi di Yerusalem.
Selanjutnya, pada 2019, dia memberi tahu para remaja yang diduga membunuh seorang wanita Palestina di Tepi Barat bahwa mereka tidak perlu takut akan penjara karena di sanalah jalan menuju kekuasaan politik dimulai. Komentarnya itu mendorong beberapa kelompok hak asasi manusia (HAM) untuk menyerukan tindakan disipliner dan tuntutan pidana terhadapnya.
Sejak gempa dahsyat pekan lalu, puluhan negara dari seluruh dunia telah mengirimkan bantuan dan tim penyelamat ke Turki, termasuk Israel.
Hubungan antara Turki dan Israel memburuk pada tahun 2011, ketika Ankara mengusir duta besar Israel menyusul laporan PBB atas serangan Israel tahun 2010 terhadap kapal bantuan Mavi Marmara ke Gaza, di mana sembilan warga Turki tewas.
Keretakan hubungan itu sembuh pada tahun 2016 ketika hubungan diplomatik penuh dipulihkan dan kedua negara bertukar duta besar.
Akhir tahun lalu, Presiden Israel Isaac Herzog bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara, menandai kunjungan pertama seorang kepala negara Israel ke negara itu sejak 2008.
(min)
tulis komentar anda