Mengenal Uighur, Suku Islam yang Mendiami Xinjiang China
Sabtu, 21 Januari 2023 - 18:41 WIB
JAKARTA - Uighur adalah kelompok etnis muslim yang tersebar di Xinjiang, barat laut China. Etnis ini merupakan salah satu dari dua kelompok muslim yang mendiami China.
Selain Uighur terdapat juga etnis Hui, namun di China etnis Uighur lebih sering disorot karena kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Bahkan beberapa negara Barat menganggap China melakukan genosida terhadap etnis ini.
Menurut laporan BBC, etnis Uighur berbicara dengan bahasa mereka sendiri yang mirip bahasa Turki. Mereka juga memiliki budaya yang dekat dengan etnis lain di negara-negara Asia Tengah.
Populasi mereka kurang lebih sekitar 12 juta jiwa, mendominasi wilayah Xinjiang. Sehingga daerah tersebut dikenal sebagai Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).
Berbeda dengan etnis Hui yang membaur dengan masyarakat China, etnis Uighur justru terasingkan. Budaya dan bahasa yang mereka gunakan membuat stereotip etnis muslim Xinjiang tersebut menjadi negatif di mata suku asli China.
Laman The Diplomat melaporkan, dengan kedok upaya kontra terorisme dan anti-separatisme, pemerintah China mempertahankan sistem diskriminasi etnis yang meluas terhadap orang Uighur dan dengan tegas membatasi ekspresi agama dan budaya mereka.
Salah satu alasan kenapa muslim Uighur diperlakukan seperti itu karena budaya yang dianut. Muslim Uighur sangat menjunjung tinggi budaya mereka sendiri. Mereka juga tidak mau berasimilasi ke dalam masyarakat mayoritas China.
Karena itulah mereka mendapat banyak reaksi negatif mulai dari chauvinisme (mencintai tanah air secara berlebihan) hingga klaim tidak tahu berterima kasih oleh elite suku Han (mayoritas suku di China).
Sebaliknya, suku Han (suku asli China) yang berperilaku tersebut dianggap sebagai "orang barbar" di mata komunitas Uighur.
Banyak dari suku Han merasa tidak nyaman terhadap Uighur, karena mereka mempercayai bahwa kelompok ini adalah pencuri dan pemarah dan merupakan fanatik agama.
Itu karena suku Han yang kurang pengetahuan tentang perbedaan antara kelompok minoritas Turki. Sehingga ketika terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang Tajik, Kazakh, Kirgistan, Uzbek, atau Tatar, suku Han kemungkinan besar akan menggambarkan pelaku kesalahan kepada pihak berwenang sebagai orang Uighur.
Liang Zheng, seorang peneliti media China di Universitas Xinjiang di Urumqi, menganalisis beberapa surat kabar pemerintah dalam penelitiannya, di mana dia menemukan bahwa penggambaran Uighur dalam media pemerintah China adalah sebagai teroris dan ancaman bagi China sangat meningkat setelah 9/11 (Serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat).
Xinjiang sendiri dikenal sebagai wilayah gurun dan menghasilkan sekitar seperlima dari kapas dunia.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) telah menyuarakan keprihatinan bahwa banyak dari ekspor kapas diambil dengan kerja paksa, dan pada tahun 2021 beberapa merek Barat menghapus kapas Xinjiang dari rantai pasokan mereka.
Pada Desember 2020, penelitian yang dilihat oleh BBC menunjukkan bahwa hingga 0,5 juta orang dipaksa memetik kapas di Xinjiang.
Parahnya lagi, China dilaporkan telah secara paksa mensterilkan wanita Uighur untuk menekan populasi, memisahkan anak-anak dari keluarga mereka, dan berusaha untuk mematahkan tradisi budaya kelompok tersebut.
Laporan itu mendapat kecaman dari berbagai pihak. Dalam forum internasional, beberapa negara seperti AS, Inggris, Kanada, dan Belanda menuding China melakukan genosida.
Analisis data yang terdapat dalam dokumen polisi terbaru, yang disebut "File Polisi Xinjiang", menunjukkan bahwa hampir 23.000 penduduk—atau lebih dari 12% populasi orang dewasa di satu daerah—berada di kamp atau penjara pada tahun 2017 dan 2018.
Namun pemerintah China membantah semua tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Menanggapi "File Polisi Xinjiang", juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan kepada BBC bahwa dokumen itu adalah "contoh terbaru dari suara anti-China yang mencoba mencoreng China".
China mengatakan tindakan keras di Xinjiang diperlukan untuk mencegah terorisme dan membasmi ekstremisme Islam dan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif untuk mendidik kembali narapidana dalam perang melawan terorisme.
Selain Uighur terdapat juga etnis Hui, namun di China etnis Uighur lebih sering disorot karena kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Bahkan beberapa negara Barat menganggap China melakukan genosida terhadap etnis ini.
Menurut laporan BBC, etnis Uighur berbicara dengan bahasa mereka sendiri yang mirip bahasa Turki. Mereka juga memiliki budaya yang dekat dengan etnis lain di negara-negara Asia Tengah.
Populasi mereka kurang lebih sekitar 12 juta jiwa, mendominasi wilayah Xinjiang. Sehingga daerah tersebut dikenal sebagai Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).
Berbeda dengan etnis Hui yang membaur dengan masyarakat China, etnis Uighur justru terasingkan. Budaya dan bahasa yang mereka gunakan membuat stereotip etnis muslim Xinjiang tersebut menjadi negatif di mata suku asli China.
Laman The Diplomat melaporkan, dengan kedok upaya kontra terorisme dan anti-separatisme, pemerintah China mempertahankan sistem diskriminasi etnis yang meluas terhadap orang Uighur dan dengan tegas membatasi ekspresi agama dan budaya mereka.
Salah satu alasan kenapa muslim Uighur diperlakukan seperti itu karena budaya yang dianut. Muslim Uighur sangat menjunjung tinggi budaya mereka sendiri. Mereka juga tidak mau berasimilasi ke dalam masyarakat mayoritas China.
Karena itulah mereka mendapat banyak reaksi negatif mulai dari chauvinisme (mencintai tanah air secara berlebihan) hingga klaim tidak tahu berterima kasih oleh elite suku Han (mayoritas suku di China).
Sebaliknya, suku Han (suku asli China) yang berperilaku tersebut dianggap sebagai "orang barbar" di mata komunitas Uighur.
Banyak dari suku Han merasa tidak nyaman terhadap Uighur, karena mereka mempercayai bahwa kelompok ini adalah pencuri dan pemarah dan merupakan fanatik agama.
Itu karena suku Han yang kurang pengetahuan tentang perbedaan antara kelompok minoritas Turki. Sehingga ketika terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang Tajik, Kazakh, Kirgistan, Uzbek, atau Tatar, suku Han kemungkinan besar akan menggambarkan pelaku kesalahan kepada pihak berwenang sebagai orang Uighur.
Liang Zheng, seorang peneliti media China di Universitas Xinjiang di Urumqi, menganalisis beberapa surat kabar pemerintah dalam penelitiannya, di mana dia menemukan bahwa penggambaran Uighur dalam media pemerintah China adalah sebagai teroris dan ancaman bagi China sangat meningkat setelah 9/11 (Serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat).
Xinjiang sendiri dikenal sebagai wilayah gurun dan menghasilkan sekitar seperlima dari kapas dunia.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) telah menyuarakan keprihatinan bahwa banyak dari ekspor kapas diambil dengan kerja paksa, dan pada tahun 2021 beberapa merek Barat menghapus kapas Xinjiang dari rantai pasokan mereka.
Pada Desember 2020, penelitian yang dilihat oleh BBC menunjukkan bahwa hingga 0,5 juta orang dipaksa memetik kapas di Xinjiang.
Parahnya lagi, China dilaporkan telah secara paksa mensterilkan wanita Uighur untuk menekan populasi, memisahkan anak-anak dari keluarga mereka, dan berusaha untuk mematahkan tradisi budaya kelompok tersebut.
Laporan itu mendapat kecaman dari berbagai pihak. Dalam forum internasional, beberapa negara seperti AS, Inggris, Kanada, dan Belanda menuding China melakukan genosida.
Analisis data yang terdapat dalam dokumen polisi terbaru, yang disebut "File Polisi Xinjiang", menunjukkan bahwa hampir 23.000 penduduk—atau lebih dari 12% populasi orang dewasa di satu daerah—berada di kamp atau penjara pada tahun 2017 dan 2018.
Namun pemerintah China membantah semua tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Menanggapi "File Polisi Xinjiang", juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan kepada BBC bahwa dokumen itu adalah "contoh terbaru dari suara anti-China yang mencoba mencoreng China".
China mengatakan tindakan keras di Xinjiang diperlukan untuk mencegah terorisme dan membasmi ekstremisme Islam dan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif untuk mendidik kembali narapidana dalam perang melawan terorisme.
(min)
tulis komentar anda