Obama Galau, Persenjatai Ukraina tapi Berhadapan dengan Rusia
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, galau dengan kebijakannya untuk mempersenjatai Ukraina yang berisiko berhadapan dengan Rusia. Para pembantu seniornya mengatakan, Obama akan berhati-hati dalam memutuskan kebijakan yang berisiko ini.
Sampai saat ini, Obama belum juga memutuskan apakah AS harus memasok senjata mematikan ke Ukraina atau tidak. Sedangkan perang antara pasukan Ukraina dan separatis pro-Rusia terus berkecamuk di Ukraina timur. (Baca: Ukraina Dikhawatirkan Jadi Medan Perang Besar AS dan Rusia)
Di dalam negeri sendiri, banyak anggota parlemen AS dan beberapa penasihat Obama justru menyerukan agara AS segera memasok senjata ke Ukraina. Obama selama ini memilih opsi menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, tapi ternyata sanksi ekonomi yang keras tidak mampu mencegah kebijakan Presiden Rusia, Vladimir Putin atas sikapnya dalam krisis di Ukraina timur.
Para pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan Presiden Obama akan menimbang keputusan dengan hati-hati dan tidak akan terburu-buru. Padahal, pemerintahan Obama selama ini menghadapi kecaman karena sikapnya yang dianggap lamban dalam menghadapi berbagai krisis di dunia.
”Rencana akan muncul. Hal terlalu penting untuk membuat keputusan,” kata seorang pejabat AS, seperti dilansir Reuters, Senin (9/2/2015). Obama pada hari ini akan bertemu dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel di Gedung Putih. Mereka akan membahas inisiatif perdamaian untuk Ukraina timur yang sebelumnya sudah dibahas dengan Presiden Putin pada hari Jumat pekan lalu. (Baca juga: AS Hendak Pasok Senjata ke Ukraina, Rusia Meradang)
Beberapa pejabat tinggi AS berharap respons pemerintah Obama terhadap konflik di Ukraina timur lebih kuat. “Orang-orang Ukraina memiliki hak untuk membela diri,” kata Wakil Presiden Joe Biden, dalam sebuah konferensi keamanan di Munich, Sabtu pekan lalu yang berharap AS tegas dengan kebijakannya.
Dalam sebuah catatan, Obama dianggap lamban dan kurang berani untuk menunjukkan kekuatan AS dalam berbagai krisis di dunia. Pada 2012, misalnya, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, Kepala Badan Intelijen Pusat, David Petraeus, dan Menteri Pertahanan Leon Panetta, mendukung agar AS mempersenjatai pemberontak Suriah, tapi Obama kala itu menolaknya.
Sampai saat ini, Obama belum juga memutuskan apakah AS harus memasok senjata mematikan ke Ukraina atau tidak. Sedangkan perang antara pasukan Ukraina dan separatis pro-Rusia terus berkecamuk di Ukraina timur. (Baca: Ukraina Dikhawatirkan Jadi Medan Perang Besar AS dan Rusia)
Di dalam negeri sendiri, banyak anggota parlemen AS dan beberapa penasihat Obama justru menyerukan agara AS segera memasok senjata ke Ukraina. Obama selama ini memilih opsi menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, tapi ternyata sanksi ekonomi yang keras tidak mampu mencegah kebijakan Presiden Rusia, Vladimir Putin atas sikapnya dalam krisis di Ukraina timur.
Para pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan Presiden Obama akan menimbang keputusan dengan hati-hati dan tidak akan terburu-buru. Padahal, pemerintahan Obama selama ini menghadapi kecaman karena sikapnya yang dianggap lamban dalam menghadapi berbagai krisis di dunia.
”Rencana akan muncul. Hal terlalu penting untuk membuat keputusan,” kata seorang pejabat AS, seperti dilansir Reuters, Senin (9/2/2015). Obama pada hari ini akan bertemu dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel di Gedung Putih. Mereka akan membahas inisiatif perdamaian untuk Ukraina timur yang sebelumnya sudah dibahas dengan Presiden Putin pada hari Jumat pekan lalu. (Baca juga: AS Hendak Pasok Senjata ke Ukraina, Rusia Meradang)
Beberapa pejabat tinggi AS berharap respons pemerintah Obama terhadap konflik di Ukraina timur lebih kuat. “Orang-orang Ukraina memiliki hak untuk membela diri,” kata Wakil Presiden Joe Biden, dalam sebuah konferensi keamanan di Munich, Sabtu pekan lalu yang berharap AS tegas dengan kebijakannya.
Dalam sebuah catatan, Obama dianggap lamban dan kurang berani untuk menunjukkan kekuatan AS dalam berbagai krisis di dunia. Pada 2012, misalnya, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, Kepala Badan Intelijen Pusat, David Petraeus, dan Menteri Pertahanan Leon Panetta, mendukung agar AS mempersenjatai pemberontak Suriah, tapi Obama kala itu menolaknya.
(mas)