Turki Abaikan Tekanan Uni Eropa untuk Tutup Perbatasan
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Tayyip Erdogan menyatakan dia tidak akan menghentikan migran yang berupaya melintasi perbatasan Turki menuju Yunani meski tekanan Uni Eropa (UE) terhadap Ankara meningkat.
Erdogan juga mengumumkan konferensi tingkat tinggi (KTT) pekan depan di Istanbul dengan para pemimpin Eropa untuk mencari solusi krisis tersebut.
Puluhan ribu migran berupaya masuk ke Yunani yang merupakan anggota UE, sejak Turki pada 28 Februari menyatakan tidak akan lagi menahan mereka di wilayahnya sebagai bagian dari kesepakatan 2016 dengan Brussels.
Yunani telah mengirim tentara ke wilayah perbatasan dan menggunakan gas air mata serta meriam air untuk melawan para migran yang hendak menerobos perbatasan. Yunani telah menghentikan 963 migran ilegal dalam 24 jam terakhir hingga Selasa (10/3) pukul 6 pagi dan menahan 52 orang.
Erdogan mengulangi lagi seruannya pada Yunani agar mengubah sikapnya. "Kami tidak berpikir menutup gerbang itu. Proposal kami untuk Yunani adalah membuka gerbang. Orang-orang itu tidak akan tinggal di Yunani. Biarkan mereka melintasi Yunani menuju negara-negara Eropa lainnya," kata Erdogan saat dalam penerbangan kembali ke Turki setelah membahas krisis migran bersama para pemimpin UE di Brussels.
Dia menyerukan untuk berbagi beban kemanusiaan. Komentar Erdogan itu akan menghidupkan kembali memori krisis migran 2015-2016, saat lebih dari satu juta orang yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Timur Tengah dan Asia mencapai UE melalui Turki dan Yunani.
Krisis migran itu kemudian meningkatkan dukungan pemilih di Eropa pada partai-partai sayap kanan yang menolak migran.
Turki menganggap sikap Yunani melanggar hak asasi manusia (HAM) migran. Ankara juga menuduh pasukan Yunani menembak mati empat migran di perbatasan. Tuduhan itu disangkal Yunani.
Otoritas migrasi Turki mengajukan dua aplikasi ke Pengadilan HAM Eropa terkait satu migran yang dilaporkan dibunuh oleh pasukan Yunani dan satu keluarga yang diusir kembali dari perbatasan.
Lebih banyak gugatan sedang disiapkan Turki atas nama para migran yang hak-haknya dilanggar oleh Yunani.
Erdogan juga mengumumkan konferensi tingkat tinggi (KTT) pekan depan di Istanbul dengan para pemimpin Eropa untuk mencari solusi krisis tersebut.
Puluhan ribu migran berupaya masuk ke Yunani yang merupakan anggota UE, sejak Turki pada 28 Februari menyatakan tidak akan lagi menahan mereka di wilayahnya sebagai bagian dari kesepakatan 2016 dengan Brussels.
Yunani telah mengirim tentara ke wilayah perbatasan dan menggunakan gas air mata serta meriam air untuk melawan para migran yang hendak menerobos perbatasan. Yunani telah menghentikan 963 migran ilegal dalam 24 jam terakhir hingga Selasa (10/3) pukul 6 pagi dan menahan 52 orang.
Erdogan mengulangi lagi seruannya pada Yunani agar mengubah sikapnya. "Kami tidak berpikir menutup gerbang itu. Proposal kami untuk Yunani adalah membuka gerbang. Orang-orang itu tidak akan tinggal di Yunani. Biarkan mereka melintasi Yunani menuju negara-negara Eropa lainnya," kata Erdogan saat dalam penerbangan kembali ke Turki setelah membahas krisis migran bersama para pemimpin UE di Brussels.
Dia menyerukan untuk berbagi beban kemanusiaan. Komentar Erdogan itu akan menghidupkan kembali memori krisis migran 2015-2016, saat lebih dari satu juta orang yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Timur Tengah dan Asia mencapai UE melalui Turki dan Yunani.
Krisis migran itu kemudian meningkatkan dukungan pemilih di Eropa pada partai-partai sayap kanan yang menolak migran.
Turki menganggap sikap Yunani melanggar hak asasi manusia (HAM) migran. Ankara juga menuduh pasukan Yunani menembak mati empat migran di perbatasan. Tuduhan itu disangkal Yunani.
Otoritas migrasi Turki mengajukan dua aplikasi ke Pengadilan HAM Eropa terkait satu migran yang dilaporkan dibunuh oleh pasukan Yunani dan satu keluarga yang diusir kembali dari perbatasan.
Lebih banyak gugatan sedang disiapkan Turki atas nama para migran yang hak-haknya dilanggar oleh Yunani.
(sfn)