Corona Covid-19 Bunuh 1.370 Orang, AS Sebut China Tak Transparan
A
A
A
WASHINGTON - Wabah virus Corona baru, Covid-19 , sudah membunuh 1.370 orang secara global dengan 1.367 di antaranya di China. Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik Beijing yang dianggap tak transparan setelah jumlah kasus atau orang yang terinfeksi Covid-19 di negara Tirai Bambu itu meningkat tajam.
Saat ini, di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping tersebut terdapat 59.828 orang yang terinfeksi. Jumlah kematian 1.367. Pasien yang disembuhkan 6.210 orang. Padahal sehari sebelumnya, jumlah kasus atau orang yang terinfeksi di negara itu berkisar 14.000-an orang.
Penasihat utama ekonomi Gedung Putih mengkritik respons China terhadap wabah virus Corona baru dan terus menggemakan keraguan tentang keakuratan jumlah kasus dan kematian akibat wabah penyakit tersebut.
"Kami pikir ada transparansi yang lebih baik keluar dari China, tetapi tampaknya tidak," kata Larry Kudlow, direktur Dewan Ekonomi Nasional AS kepada wartawan di Gedung Putih hari Kamis. (Baca: Bak Zombie, Korban Virus Wuhan di China Ambruk di Jalan-jalan )
Kudlow mengatakan AS kecewa bahwa para pakar kesehatan Amerika masih belum diizinkan masuk ke China. Dia mempertanyakan rincian di balik lebih dari 13.000 kasus yang ditambahkan China ke total kasus Covid-19.
"Kami tidak tahu apakah itu ada di China. Kami pikir mereka mengikuti di kantor pusat mereka. Ternyata bukan itu masalahnya," ujar Kudlow, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (14/2/2020). "Mengenai masalah khusus ini, kami cukup kecewa dengan respons China."
WHO menyatakan banyak dari kasus yang ditambahkan China berasal dari harian dan pekan. Namun, WHO mengklaim tak ada lonjakan kasus di luar China.
China telah memecat dua pejabat tinggi Hubei setelah Covid-19 mewabah dan menyebar ke lebih dari 20 negara.
Jepang melaporkan kematian pertamanya akibat penyakit itu. Komisi Eropa memilih wabah Covid-19 sebagai "risiko penurunan kunci" dan Badan Energi Internasional memperingatkan permintaan minyak global akan turun kuartal ini untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.
Saat ini, di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping tersebut terdapat 59.828 orang yang terinfeksi. Jumlah kematian 1.367. Pasien yang disembuhkan 6.210 orang. Padahal sehari sebelumnya, jumlah kasus atau orang yang terinfeksi di negara itu berkisar 14.000-an orang.
Penasihat utama ekonomi Gedung Putih mengkritik respons China terhadap wabah virus Corona baru dan terus menggemakan keraguan tentang keakuratan jumlah kasus dan kematian akibat wabah penyakit tersebut.
"Kami pikir ada transparansi yang lebih baik keluar dari China, tetapi tampaknya tidak," kata Larry Kudlow, direktur Dewan Ekonomi Nasional AS kepada wartawan di Gedung Putih hari Kamis. (Baca: Bak Zombie, Korban Virus Wuhan di China Ambruk di Jalan-jalan )
Kudlow mengatakan AS kecewa bahwa para pakar kesehatan Amerika masih belum diizinkan masuk ke China. Dia mempertanyakan rincian di balik lebih dari 13.000 kasus yang ditambahkan China ke total kasus Covid-19.
"Kami tidak tahu apakah itu ada di China. Kami pikir mereka mengikuti di kantor pusat mereka. Ternyata bukan itu masalahnya," ujar Kudlow, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (14/2/2020). "Mengenai masalah khusus ini, kami cukup kecewa dengan respons China."
WHO menyatakan banyak dari kasus yang ditambahkan China berasal dari harian dan pekan. Namun, WHO mengklaim tak ada lonjakan kasus di luar China.
China telah memecat dua pejabat tinggi Hubei setelah Covid-19 mewabah dan menyebar ke lebih dari 20 negara.
Jepang melaporkan kematian pertamanya akibat penyakit itu. Komisi Eropa memilih wabah Covid-19 sebagai "risiko penurunan kunci" dan Badan Energi Internasional memperingatkan permintaan minyak global akan turun kuartal ini untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.
(mas)