Cerita Warga Australia Terperangkap di Wuhan, Dikarantina di Darwin
A
A
A
SIDNEY - Stanley, seorang warga Australia keturunan China tidak menyangka hidupnya selama sebulan terakhir akan terasa seperti kisah dalam film. Dia adalah satu dari sekitar 500 warga Australia yang dipulangkan dari kota Wuhan, China.
Pria yang tinggal di kota Sydney itu mengatakan, dia terbang ke Wuhan pada tanggal 20 Januari lalu untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan merayakan Imlek di sana. Tapi, liburan yang harusnya penuh dengan kebahagiaan berakhir dengan penuh kecemasan.
“Selama dua minggu, saya dan keluarga saya terjebak di apartemen kami. Yang bisa kami lakukan hanyalah menonton berita mengenai wabah di TV, berharap semuanya akan berbalik," ucap Stanley, yang menolak mengungkap nama keluarganya, seperti dilansir South China Morning Post.
Pada awalnya, ia memutuskan untuk tinggal di Wuhan setelah wabah dan tidak mendaftar untuk penerbangan evakuasi pertama. Tetapi, akhirnya dia memutuskan untuk ikut dalam proses evakuasi yang dilakukan pemerintah Australia, setelah dia dibujuk untuk pergi oleh orang tua dan teman-temannya.
“Mereka semua mengatakan tidak ada gunanya tinggal di sana. Jika ada yang sakit, mereka akan dirawat oleh pemerintah dan ditempatkan di ruang isolasi. Saya tidak akan membantu,” katanya.
Dia mengatakan, dirinya dievakuasi dari Wuhan pada awal Februari dan setelah tiba di Australia dia dibawa ke sebuah fasilitas perkemahan Munigurr-ma di Howard Springs, sekitar 25 kilometer di luar Darwin. Di sana, dia menjalani masa karantina selama dua minggu.
Stanley mengatakan, dia masih melakukan komunikasi dengan kedua orang tuanya yang tinggal di Wuhan. Kedua orang tua Stanley mengaku takut untuk sering-sering keluar dari apartemen, karena khawatir terpapar virus.
"Mereka bangun, memasak, menonton beberapa televisi dan berbicara dengan teman-teman mereka di telepon, mereka benar-benar meresa bosan. Mereka hanya keluar dari flat mereka sekali dalam dua minggu terakhir untuk membeli persediaan makanan. Semua orang terlalu takut untuk keluar," ujarnya.
Stanley kemudian mengatakan, kehidupan selama masa karatina di Munigurr-ma tidak terlalu buruk. "Tdak terlalu buruk, makanan disediakan tepat waktu. Kami mengambil sarapan dan kotak makan siang kami dan kembali ke kamar kami. Sepertinya semua orang senang dengan pengaturannya," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, keputusanya untuk ikut dalam evakuasi dari Wuhan adalah langkah yang sangat tepat. Stanley menyebut, meski akhirnya dia diputuskan terpapar virus itu, dia yakin akan dapat sembuh karena akan mendapatkan perawatan yang baik di Ausralia.
"Saya merasa aman sekarang, dan lega. Suhu (di Darwin) tinggi dan sangat cerah. Cuaca yang lebih hangat baik untuk pengendalian virus dan saya pikir tidak akan ada wabah di sini. Lebih buruk menjadi lebih buruk, jika saya sakit, saya tahu saya akan mendapatkan perawatan yang baik di Australia," tukasnya.
Pria yang tinggal di kota Sydney itu mengatakan, dia terbang ke Wuhan pada tanggal 20 Januari lalu untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan merayakan Imlek di sana. Tapi, liburan yang harusnya penuh dengan kebahagiaan berakhir dengan penuh kecemasan.
“Selama dua minggu, saya dan keluarga saya terjebak di apartemen kami. Yang bisa kami lakukan hanyalah menonton berita mengenai wabah di TV, berharap semuanya akan berbalik," ucap Stanley, yang menolak mengungkap nama keluarganya, seperti dilansir South China Morning Post.
Pada awalnya, ia memutuskan untuk tinggal di Wuhan setelah wabah dan tidak mendaftar untuk penerbangan evakuasi pertama. Tetapi, akhirnya dia memutuskan untuk ikut dalam proses evakuasi yang dilakukan pemerintah Australia, setelah dia dibujuk untuk pergi oleh orang tua dan teman-temannya.
“Mereka semua mengatakan tidak ada gunanya tinggal di sana. Jika ada yang sakit, mereka akan dirawat oleh pemerintah dan ditempatkan di ruang isolasi. Saya tidak akan membantu,” katanya.
Dia mengatakan, dirinya dievakuasi dari Wuhan pada awal Februari dan setelah tiba di Australia dia dibawa ke sebuah fasilitas perkemahan Munigurr-ma di Howard Springs, sekitar 25 kilometer di luar Darwin. Di sana, dia menjalani masa karantina selama dua minggu.
Stanley mengatakan, dia masih melakukan komunikasi dengan kedua orang tuanya yang tinggal di Wuhan. Kedua orang tua Stanley mengaku takut untuk sering-sering keluar dari apartemen, karena khawatir terpapar virus.
"Mereka bangun, memasak, menonton beberapa televisi dan berbicara dengan teman-teman mereka di telepon, mereka benar-benar meresa bosan. Mereka hanya keluar dari flat mereka sekali dalam dua minggu terakhir untuk membeli persediaan makanan. Semua orang terlalu takut untuk keluar," ujarnya.
Stanley kemudian mengatakan, kehidupan selama masa karatina di Munigurr-ma tidak terlalu buruk. "Tdak terlalu buruk, makanan disediakan tepat waktu. Kami mengambil sarapan dan kotak makan siang kami dan kembali ke kamar kami. Sepertinya semua orang senang dengan pengaturannya," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, keputusanya untuk ikut dalam evakuasi dari Wuhan adalah langkah yang sangat tepat. Stanley menyebut, meski akhirnya dia diputuskan terpapar virus itu, dia yakin akan dapat sembuh karena akan mendapatkan perawatan yang baik di Ausralia.
"Saya merasa aman sekarang, dan lega. Suhu (di Darwin) tinggi dan sangat cerah. Cuaca yang lebih hangat baik untuk pengendalian virus dan saya pikir tidak akan ada wabah di sini. Lebih buruk menjadi lebih buruk, jika saya sakit, saya tahu saya akan mendapatkan perawatan yang baik di Australia," tukasnya.
(esn)