Soal S-400 Rusia, Turki-NATO Gagal Temui Kata Sepakat
A
A
A
DAVOS - NATO dan Turki telah gagal menemukan landasan bersama atas pengiriman sistem pertahanan udara S-400 Rusia ke Ankara yang kontroversial. Hal itu diungkapkan oleh kepada aliansi militer bentukan Amerika Serikat (AS) itu, Jens Stoltenberg.
Pengiriman sistem pertahanan udara S-400 Rusia ke Turki telah mengganggu sekutu antara NATO dan Ankara. Kesepakatan yang didukung oleh Presiden Vladimir Putin dan rekannya asal Turki Recep Tayyip Erdogan itu juga meningkatkan risiko sanksi AS.
"Sejauh ini belum mungkin untuk mencapai kesepakatan tentang itu," kata Stoltenberg di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos pada diskusi panel bersama Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, yang telah memberikan pembelaan terhadap kesepakatan itu.
"Kami akan mencoba melakukan apa pun yang kami bisa untuk menemukan cara guna menyelesaikan masalah ini, karena ini adalah salah satu masalah yang menyebabkan masalah dalam aliansi - tidak ada cara untuk menyangkal hal itu," imbuhnya seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat, Jumat (24/1/2020).
Namun Cavusoglu, di depan Stoltenberg, berpendapat bahwa Turki tidak punya pilihan selain membeli S-400 karena berkurangnya sistem pertahanan udara NATO di perbatasan yang mudah berubah, termasuk yang dengan Suriah.
"Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah kita memerlukan sistem ini? Ya, karena ancaman di sekitar kita. Apakah kita bisa mendapatkannya dari mereka (sekutu NATO)? Tidak, kita harus membeli," tegasnya.
"Kami percaya mereka tidak bertentangan (dengan sistem NATO). Ini adalah sistem pertahanan dan tidak akan menimbulkan ancaman bagi sekutu NATO," ujarnya.
Cavusoglu menambahkan bahwa Turki mengusulkan kelompok kerja yang diketuai oleh NATO untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kita harus memahami pentingnya Turki sebagai sekutu NATO," Stoltenberg menekankan, menegaskan bahwa Turki telah membuat proposal semacam itu.
Cavusoglu mengatakan bahwa sementara Turki telah bekerja sama dengan Rusia di Suriah.
"Kami tidak memiliki keterlibatan militer dengan Rusia. Tidak ada yang bisa mempertanyakan kontribusi kami pada NATO," ujarnya.
Pembelian senjata Rusia oleh Turki dipandang sebagai titik balik dalam sejarah aliansi itu, yang dinyatakan secara kontroversial oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron "mati otak" pada tahun lalu. (Baca: Macron: NATO Sedang Alami Mati Otak )
Pengiriman sistem pertahanan udara S-400 Rusia ke Turki telah mengganggu sekutu antara NATO dan Ankara. Kesepakatan yang didukung oleh Presiden Vladimir Putin dan rekannya asal Turki Recep Tayyip Erdogan itu juga meningkatkan risiko sanksi AS.
"Sejauh ini belum mungkin untuk mencapai kesepakatan tentang itu," kata Stoltenberg di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos pada diskusi panel bersama Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, yang telah memberikan pembelaan terhadap kesepakatan itu.
"Kami akan mencoba melakukan apa pun yang kami bisa untuk menemukan cara guna menyelesaikan masalah ini, karena ini adalah salah satu masalah yang menyebabkan masalah dalam aliansi - tidak ada cara untuk menyangkal hal itu," imbuhnya seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat, Jumat (24/1/2020).
Namun Cavusoglu, di depan Stoltenberg, berpendapat bahwa Turki tidak punya pilihan selain membeli S-400 karena berkurangnya sistem pertahanan udara NATO di perbatasan yang mudah berubah, termasuk yang dengan Suriah.
"Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah kita memerlukan sistem ini? Ya, karena ancaman di sekitar kita. Apakah kita bisa mendapatkannya dari mereka (sekutu NATO)? Tidak, kita harus membeli," tegasnya.
"Kami percaya mereka tidak bertentangan (dengan sistem NATO). Ini adalah sistem pertahanan dan tidak akan menimbulkan ancaman bagi sekutu NATO," ujarnya.
Cavusoglu menambahkan bahwa Turki mengusulkan kelompok kerja yang diketuai oleh NATO untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kita harus memahami pentingnya Turki sebagai sekutu NATO," Stoltenberg menekankan, menegaskan bahwa Turki telah membuat proposal semacam itu.
Cavusoglu mengatakan bahwa sementara Turki telah bekerja sama dengan Rusia di Suriah.
"Kami tidak memiliki keterlibatan militer dengan Rusia. Tidak ada yang bisa mempertanyakan kontribusi kami pada NATO," ujarnya.
Pembelian senjata Rusia oleh Turki dipandang sebagai titik balik dalam sejarah aliansi itu, yang dinyatakan secara kontroversial oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron "mati otak" pada tahun lalu. (Baca: Macron: NATO Sedang Alami Mati Otak )
(ian)