Pengadilan Internasional: Rohingya Hadapi Ancaman Genosida

Kamis, 23 Januari 2020 - 23:32 WIB
Pengadilan Internasional: Rohingya Hadapi Ancaman Genosida
Pengadilan Internasional: Rohingya Hadapi Ancaman Genosida
A A A
THE HAGUE - Pengadilan Internasional PBB memutuskan bahwa Rohingya menghadapi ancaman genosida yang nyata dan berkelanjutan di Myanmar. Pengadilan Internasional pun memerintahkan pemerintah Myanmar untuk melaksanakan langkah-langkah darurat sementara untuk melindungi Rohingya di dalam negeri.

"Langkah-langkah sementara harus dilaksanakan untuk melindungi minoritas Muslim Rohingya di Myanmar selama tahap sidang berikutnya," kata Pengadilan Internasional (ICJ) seperti dikutip dari Deutsche Welle, Kamis (23/1/2020).

Pengadilan Internasional juga memutuskan bahwa ia memiliki yurisdiksi atas kasus genosida dan sidang selanjutnya dapat dilanjutkan.

Hakim ketua Abdulqawi Ahmed Yusuf mengatakan Myanmar harus mengambil semua langkah dalam kekuasaannya untuk mencegah semua perwiranya dari semua tindakan yang dijelaskan oleh konvensi genosida.

"Ini termasuk membunuh anggota kelompok dan dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan untuk menyebabkan kehancuran fisiknya secara keseluruhan atau sebagian," katanya.

"Panel hakim juga berpendapat bahwa Rohingya di Myanmar tetap sangat rentan," imbuh Yusuf.

Myanmar diharuskan untuk melaporkan kembali ke ICJ dalam waktu empat bulan dan kemudian setiap enam bulan sampai setelah kasus lengkap didengar. Untuk diketahui, mendengar kasus lengkap bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Putusan ICJ sejatinya mengikat, namun ia tidak memiliki kekuatan untuk menerapkan langkah-langkah sementara di Myanmar.

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dengan tegas menolak klaim genosida.

"Pengungsi Rohingya melakukan pelanggaran berlebihan dan Myanmar adalah korban narasi tidak berdasar oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan penyelidik PBB," tulisnya dalam sebuah artikel opini yang diterbitkan di Financial Times yang berbasis di Inggris sebelum keputusan itu dibacakan.

Sebelumnya pada hari Senin, Panel Komisi Penyelidikan Independen (ICOE) menemukan bahwa meskipun pasukan keamanan Myanmar bersalah atas pelanggaran besar, namun tidak ada bukti genosida.

Gambia menyeret Myanmar ke Pengadilan Internasional atas tuduhan melakukan genosida pada tahun 2017 atas tindakan kerasnya terhadap Rohingya. Tindakan itu menyebabkan 700 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh dan ribuan etnis Rohingya terbunuh dan diperkosa serta desa-desa Rohingya di bakar. (Baca: Gambia: Pengadilan Internasional Harus Hentikan Genosida di Myanmar )

Peta, gambar satelit, dan foto grafik digunakan sebagai bukti selama sidang selama sebulan. Jaksa mengatakan ini merupakan kampanye genosida, melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948.

Myanmar menganggap Rohingya sebagai "orang Bengali" dari negara tetangga Bangladesh, meskipun mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi. Hampir semua etnis Rohingya ditolak kewarganegaraannya di negara itu sejak disahkannya undang-undang kewarganegaraan Myanmar tahun 1982, membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan.

Pada Agustus 2017, militer Myanmar melancarkan apa yang disebutnya kampanye pembersihan di negara bagian Rakhine utara sebagai tanggapan atas serangan oleh kelompok pemberontak Rohingya.

Aung San Suu Kyi telah berulang kali membela tindakan negaranya, dengan mengatakan pasukan militer menanggapi serangan gerilyawan Rohingya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3821 seconds (0.1#10.140)