Jumlah Tentara AS Terindikasi Gegar Otak akibat Rudal Iran Bertambah
A
A
A
WASHINGTON - Jumlah tentara Amerika Serikat (AS) yang diterbangkan keluar dari Irak karena terindikasi cedera gegar otak akibat serangan rudal Iran pada 8 Januari lalu bertambah. Informasi terbaru ini diungkap para pejabat Pentagon.
Jumlah pasti tentara yang diterbangkan ke Jerman akibat cedera tidak jelas, tetapi para pejabat mengatakan jumlah tambahan itu sedikit. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim karena detail informasi masih disortir.
Pekan lalu, 11 tentara AS diterbangkan dari Irak ke fasilitas medis AS di Jerman dan Kuwait untuk evaluasi lebih lanjut dari gejala seperti gegar otak. (Baca: Balas Dendam Iran Dimulai, Pangkalan AS di Irak Dibombardir )
Juru bicara Komando Sentral (CENTCOM) AS Kapten Bill Urban mengonfirmasi evakuasi tambahan tentara Amerika. Namun, dia bungkam soal jumlah pasti tentara yang terluka oleh serangan rudal Iran di Pangkalan Udara Ain al-Asad di Irak. CENTCOM merupakan cabang militer Amerika yang bertanggung jawab atas operasi militer AS di seluruh Timur Tengah.
"Ketika perawatan medis dan evaluasi di lapangan berlanjut, anggota layanan tambahan telah diidentifikasi memiliki potensi cedera," kata Urban pada Selasa malam, seperti dikutip dari AP, Rabu (22/1/2020).
"Anggota layanan ini—karena sangat hati-hati—telah dipindahkan ke Landstuhl, Jerman, untuk evaluasi lebih lanjut dan perawatan yang diperlukan berdasarkan rawat jalan. Mengingat sifat cedera yang sudah dicatat, ada kemungkinan cedera tambahan dapat diidentifikasi di masa depan," ujarnya. (Baca: Jenderal Soleimani Dibunuh, AS dan Iran di Ambang Perang Besar-besaran )
Pada Selasa malam lalu, Presiden Donald Trump mengatakan dia telah diberitahu bahwa tidak ada orang Amerika yang terluka dalam serangan rudal Iran. Pertanyaan tentang korban di pihak Amerika adalah sangat penting pada saat itu karena hasil serangan rudal Iran dipandang memengaruhi keputusan AS tentang apakah akan membalas dan mengambil risiko perang yang lebih luas dengan Iran.
Trump memilih untuk tidak membalas, dan ketegangan dengan Iran agak mereda.
Pada hari-hari setelah serangan Iran, skrining medis menentukan bahwa beberapa tentara Amerika yang berlindung selama serangan rudal tersebut menderita gejala seperti gegar otak.
Tidak ada yang terbunuh dalam serangan di Pangkalan Udara Ain al-Asad di Irak barat. Serangan itu diluncurkan sebagai pembalasan atas serangan rudal via drone AS yang menewaskan Qassem Soleimani, jenderal militer paling kuat di Iran, pada 3 Januari di Bandara Internasional Baghdad.
Jumlah pasti tentara yang diterbangkan ke Jerman akibat cedera tidak jelas, tetapi para pejabat mengatakan jumlah tambahan itu sedikit. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim karena detail informasi masih disortir.
Pekan lalu, 11 tentara AS diterbangkan dari Irak ke fasilitas medis AS di Jerman dan Kuwait untuk evaluasi lebih lanjut dari gejala seperti gegar otak. (Baca: Balas Dendam Iran Dimulai, Pangkalan AS di Irak Dibombardir )
Juru bicara Komando Sentral (CENTCOM) AS Kapten Bill Urban mengonfirmasi evakuasi tambahan tentara Amerika. Namun, dia bungkam soal jumlah pasti tentara yang terluka oleh serangan rudal Iran di Pangkalan Udara Ain al-Asad di Irak. CENTCOM merupakan cabang militer Amerika yang bertanggung jawab atas operasi militer AS di seluruh Timur Tengah.
"Ketika perawatan medis dan evaluasi di lapangan berlanjut, anggota layanan tambahan telah diidentifikasi memiliki potensi cedera," kata Urban pada Selasa malam, seperti dikutip dari AP, Rabu (22/1/2020).
"Anggota layanan ini—karena sangat hati-hati—telah dipindahkan ke Landstuhl, Jerman, untuk evaluasi lebih lanjut dan perawatan yang diperlukan berdasarkan rawat jalan. Mengingat sifat cedera yang sudah dicatat, ada kemungkinan cedera tambahan dapat diidentifikasi di masa depan," ujarnya. (Baca: Jenderal Soleimani Dibunuh, AS dan Iran di Ambang Perang Besar-besaran )
Pada Selasa malam lalu, Presiden Donald Trump mengatakan dia telah diberitahu bahwa tidak ada orang Amerika yang terluka dalam serangan rudal Iran. Pertanyaan tentang korban di pihak Amerika adalah sangat penting pada saat itu karena hasil serangan rudal Iran dipandang memengaruhi keputusan AS tentang apakah akan membalas dan mengambil risiko perang yang lebih luas dengan Iran.
Trump memilih untuk tidak membalas, dan ketegangan dengan Iran agak mereda.
Pada hari-hari setelah serangan Iran, skrining medis menentukan bahwa beberapa tentara Amerika yang berlindung selama serangan rudal tersebut menderita gejala seperti gegar otak.
Tidak ada yang terbunuh dalam serangan di Pangkalan Udara Ain al-Asad di Irak barat. Serangan itu diluncurkan sebagai pembalasan atas serangan rudal via drone AS yang menewaskan Qassem Soleimani, jenderal militer paling kuat di Iran, pada 3 Januari di Bandara Internasional Baghdad.
(mas)