Gerakan Anti-Perang Menguat, Hentikan Konflik AS dan Iran

Rabu, 22 Januari 2020 - 04:30 WIB
Gerakan Anti-Perang...
Gerakan Anti-Perang Menguat, Hentikan Konflik AS dan Iran
A A A
WASHINGTON - Saat media di penjuru dunia pada awal bulan ini mengabarkan Amerika Serikat (AS) membunuh jenderal Iran Qassem Soleimani, para pemimpin lembaga anti-perang baru segera bertindak.

Pada saat yang sama, 2 Januari, para staf Quincy Institute for Responsible Statecraft menggelar konferensi darurat untuk memberikan respon. Lembaga baru itu memperingatkan tentang bahaya petualangan AS di luar negeri.

Didirikan oleh pebisnis liberal George Soros dan pengusaha konservatif Charles Koch, lembaga itu terinspirasi oleh kutipan terkenal dari John Quincy Adams bahwa "Amerika tidak pergi keluar negeri untuk mencari monster-monster untuk dihancurkan". Lembaga itu berupaya memberikan ide baru ke berbagai outlet media di dunia tentang risiko perang.

Dalam beberapa jam, lembaga itu menegaskan, keputusan membunuh Soleimani adalah kesalahan dan AS perlu meredam ketegangan. "Ini momen yang berat dan mengkhawatirkan tapi juga menggembirakan. Kami saling melihat, berbicara, mengangguk, dan kembali bekerja," tutur Jessica Rosenblum, direktur komunikasi Quincy Institute, dilansir Politico.

Quincy Institute yang diluncurkan pada Desember itu menunjukkan bahwa gerakan anti-perang saat ini bergerak lebih cepat dibandingkan pada awal 2000-an, terutama saat AS bersiap menginvasi Irak.

Hampir dua dekade peperangan di Afghanistan dan Irak telah membuat sedih banyak warga AS, termasuk para veteran militer karena perang memakan korban jiwa dan sumber daya namun tampak tak ada akhir.

Kegagalan menemukan senjata perusak massal di Irak dan membengkaknya biaya berbagai perang juga membuat publik semakin skeptis. Para pengamat juga mempertanyakan dalih pemerintahan Presiden AS Donald Trump tentang klaim "ancaman dalam waktu dekat" dari Soleimani.

Sejumlah pihak juga akan menggelar Hari Protes Global pada 25 Januari dengan membawa tema "Tolak perang dengan Iran!"

Saat Trump memerintahkan pembunuhan pada Soleimani awal Januari, puluhan ribu orang berunjuk rasa di lebih 80 kota di penjuru 38 negara bagian AS. Meski Trump mundur dari perang skala besar di Irak dan Iran, dia mengeluarkan sanksi pada rakyat Iran. Pentagon juga menolak keputusan parlemen Irak untuk menarik mundur pasukan AS.

Bahaya perang memang masih jauh dari berakhir dan perlu gerakan anti-perang yang lebih besar. Tekanan AS pada Iran dan berlanjutnya penempatan pasukan AS di Irak masih menyimpan ancaman perang baru.

Aksi unjuk rasa pada 25 Januari akan digelar di penjuru dunia untuk menentang perang baru di Timur Tengah. Aksi ini dijadwalkan di 70 kota di AS dan puluhan negara lainnya.
(sfn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0833 seconds (0.1#10.140)