Hanya Makan Nasi Cabai Bertahun-tahun, Gadis China Meninggal
A
A
A
BEIJING - Seorang gadis miskin berusia 24 tahun di China meninggal dengan kondisi kurang gizi. Sebelum meninggal, korban saban harinya hanya makan nasi dengan cabai selama bertahun-tahun.
Wu Huayan sebenarnya telah mengumpulkan donasi lebih dari 1 juta yuan (USD145.000) pada tahun lalu ketika kondisinya yang kekurangan gizi menjadi berita utama sejumlah media lokal. Namun, dari donasi itu dia hanya menghabiskan 2 yuan per hari demi membantu adik laki-lakinya.
Wu, yang berstatus mahasiswi dan telah kehilangan kedua orangtuanya, meninggal pada hari Senin (13/1/2020).
Dengan menghabiskan uang 2 yuan per hari, korban memasak beras yang dicampur dengan cabai. Tak jelas berapa jumlah uang donasi yang digunakan untuk membayar perawatan medis adik laki-lakinya.
Kematian mahasiswi itu telah memicu diskusi yang viral di media sosial China di tengah kecurigaan yang meningkat bahwa donasi publik telah disalahgunakan. Ketika menerima donasi lebih dari 1 juta yuan pada tahun lalu, berat badan Wu hanya 21 kilogram (47 pon).
Menurut badan amal yang menyelenggarakan kampanye crowdfunding untuk Wu, korban hanya menerima 20.000 yuan (USD3.000) untuk perawatan medisnya sendiri pada November lalu.
"Dia dan keluarganya ingin menyimpan sisa uang untuk perawatan operasi dan rehabilitasi," kata Yayasan Bantuan Amal China untuk Anak-anak (CCAFC) dalam sebuah pernyataan online tentang kematian Wu.
"Penggunaan donasi di masa depan akan dijelaskan kepada publik pada waktu yang tepat," lanjut yayasan tersebut. Tetapi pengguna media sosial China tidak yakin dengan penjelasan tersebut.
"Mereka yang menggelapkan uang itu harus mati," kata seorang pengguna media sosial Weibo yang marah.
"Jangan pernah percaya organisasi amal sampah itu," tulis pengguna Weibo lainnya. CCAFC tidak menanggapi permintaan komentar yang diajukan AFP.
Pada hari Rabu, sebuah video tentang kekurangan gizi dan kematian Wu telah ditonton lebih dari 5 juta kali. Dalam video itu, Wu, kurus karena kekurangan gizi dan berbaring di ranjang rumah sakit.
Insiden ini menyoroti betapa marahnya orang China biasa ketika dihadapkan dengan petunjuk penyelewengan dana, ketika kesenjangan kaya-miskin melebar di negara tempat korupsi merajalela di setiap tingkat masyarakat.
Skandal masa lalu juga memicu kecurigaan terhadap kegiatan amal. Pada tahun 2011, Masyarakat Palang Merah China terlibat dalam tuduhan korupsi, setelah seorang wanita muda China yang memiliki hubungan dengan organisasi tersebut memamerkan kekayaannya secara online.
Kemarahan pada seputar kasus Wu juga datang ketika orang-orang China menyumbangkan jumlah uang yang semakin meningkat untuk organisasi filantropi di negara itu.
Menurut kantor berita Xinhua, yang dikutip Kamis (16/1/2020), pada tahun 2018, orang-orang China menyumbangkan lebih dari 3,17 miliar yuan ke platform amal online. Jumlah itu naik 27 persen dari tahun sebelumnya.
Wu Huayan sebenarnya telah mengumpulkan donasi lebih dari 1 juta yuan (USD145.000) pada tahun lalu ketika kondisinya yang kekurangan gizi menjadi berita utama sejumlah media lokal. Namun, dari donasi itu dia hanya menghabiskan 2 yuan per hari demi membantu adik laki-lakinya.
Wu, yang berstatus mahasiswi dan telah kehilangan kedua orangtuanya, meninggal pada hari Senin (13/1/2020).
Dengan menghabiskan uang 2 yuan per hari, korban memasak beras yang dicampur dengan cabai. Tak jelas berapa jumlah uang donasi yang digunakan untuk membayar perawatan medis adik laki-lakinya.
Kematian mahasiswi itu telah memicu diskusi yang viral di media sosial China di tengah kecurigaan yang meningkat bahwa donasi publik telah disalahgunakan. Ketika menerima donasi lebih dari 1 juta yuan pada tahun lalu, berat badan Wu hanya 21 kilogram (47 pon).
Menurut badan amal yang menyelenggarakan kampanye crowdfunding untuk Wu, korban hanya menerima 20.000 yuan (USD3.000) untuk perawatan medisnya sendiri pada November lalu.
"Dia dan keluarganya ingin menyimpan sisa uang untuk perawatan operasi dan rehabilitasi," kata Yayasan Bantuan Amal China untuk Anak-anak (CCAFC) dalam sebuah pernyataan online tentang kematian Wu.
"Penggunaan donasi di masa depan akan dijelaskan kepada publik pada waktu yang tepat," lanjut yayasan tersebut. Tetapi pengguna media sosial China tidak yakin dengan penjelasan tersebut.
"Mereka yang menggelapkan uang itu harus mati," kata seorang pengguna media sosial Weibo yang marah.
"Jangan pernah percaya organisasi amal sampah itu," tulis pengguna Weibo lainnya. CCAFC tidak menanggapi permintaan komentar yang diajukan AFP.
Pada hari Rabu, sebuah video tentang kekurangan gizi dan kematian Wu telah ditonton lebih dari 5 juta kali. Dalam video itu, Wu, kurus karena kekurangan gizi dan berbaring di ranjang rumah sakit.
Insiden ini menyoroti betapa marahnya orang China biasa ketika dihadapkan dengan petunjuk penyelewengan dana, ketika kesenjangan kaya-miskin melebar di negara tempat korupsi merajalela di setiap tingkat masyarakat.
Skandal masa lalu juga memicu kecurigaan terhadap kegiatan amal. Pada tahun 2011, Masyarakat Palang Merah China terlibat dalam tuduhan korupsi, setelah seorang wanita muda China yang memiliki hubungan dengan organisasi tersebut memamerkan kekayaannya secara online.
Kemarahan pada seputar kasus Wu juga datang ketika orang-orang China menyumbangkan jumlah uang yang semakin meningkat untuk organisasi filantropi di negara itu.
Menurut kantor berita Xinhua, yang dikutip Kamis (16/1/2020), pada tahun 2018, orang-orang China menyumbangkan lebih dari 3,17 miliar yuan ke platform amal online. Jumlah itu naik 27 persen dari tahun sebelumnya.
(mas)