Menang Telak Pemilu Internal, Netanyahu Pimpin Partai Likud Lagi
A
A
A
TEL AVIV - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menang telak dalam pemilu internal Partai Likud. Dia memimpin lagi partai berkuasa tersebut dan bersiap untuk pemilu ulang nasional untuk yang ketiga kali pada tahun depan.
Pemilu internal untuk berebut kursi pemimpin Partai Likud digelar hari Kamis. Hasil resmi yang diumumkan Jumat (27/12/2019) pagi menunjukkan Netanyahu meraih 72 persen suara. Sedangkan rivalnya, Gideon Saar meraih 28 persen suara.
Negara Yahudi ini akan menggelar pemilu ulang nasional untuk yang ketiga kalinya dalam waktu kurang dari setahun setelah dua pemilu nasional tak ada yang meraih mayoritas kursi parlemen dan dua partai dengan suara terbanyak gagal membentuk koalisi pemerintahan.
Bagi Netanyahu, kemenangannya untuk mempertahankan kursi pemimpin Partai Likud adalah harapan nyata untuk memenangkan kekebalan dari penuntutan hukum setelah dia didakwa atas serangkaian tuduhan korupsi pada bulan lalu.
"Kemenangan raksasa," tulis Netanyahu di Twitter lebih dari satu jam setelah penghitungan suara ditutup.
"Terima kasih kepada anggota Likud atas kepercayaan, dukungan dan cinta," ujarnya. "Atas kehendak Tuhan, saya akan memimpin Likud menuju kemenangan besar dalam pemilu (nasional) mendatang," imbuh dia, seperti dikutip Fox News.
Namun terlepas dari posisi Partai Likud yang kuat, pemilu nasional tahun depan akan menjadi pertarungan sengit antara Partai Likud dan rivalnya, Partai Blue and White yang juga gagal membentuk koalisi pemerintahan. Masalah hukum yang menjerat Netanyahu masih dapat kembali menghambat upayanya untuk membentuk pemerintah persatuan jika hasil pemilu nasional nanti kembali imbang.
Netanyahu, yang telah memimpin negara Yahudi itu selama satu dekade terakhir, telah mengembangkan citra sebagai negarawan veteran yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin dunia lainnya.
Penolakannya selama satu dekade terakhir untuk memberikan konsesi kepada Palestina semakin kuat setelah Trump meraih kekuasaan di Amerika dan memberikan dukungan kepada Netanyahu. Pendekatan garis kerasnya kepada Iran juga terbukti populer.
Pada bulan November, Netanyahu didakwa atas tuduhan penipuan, pelanggaran kepercayaan dan menerima suap. Netanyahu telah bersumpah untuk tetap berkauasa, dan menolak dakwaan sebagai "percobaan kudeta" oleh media yang bermusuhan.
Hukum Israel tidak mengharuskan seorang perdana menteri yang berkuasa untuk mundur jika didakwa.
Mahkamah Agung Israel pada minggu depan akan mulai mempertimbangkan apakah anggota parlemen yang didakwa dapat ditugaskan untuk membentuk pemerintahan baru atau tidak. Putusan Mahkamah Agung akan menjadi sebuah putusan yang berpotensi mendiskualifikasi Netanyahu dari ambisinya untuk memimpin pemerintahan berikutnya.
Pemilu internal untuk berebut kursi pemimpin Partai Likud digelar hari Kamis. Hasil resmi yang diumumkan Jumat (27/12/2019) pagi menunjukkan Netanyahu meraih 72 persen suara. Sedangkan rivalnya, Gideon Saar meraih 28 persen suara.
Negara Yahudi ini akan menggelar pemilu ulang nasional untuk yang ketiga kalinya dalam waktu kurang dari setahun setelah dua pemilu nasional tak ada yang meraih mayoritas kursi parlemen dan dua partai dengan suara terbanyak gagal membentuk koalisi pemerintahan.
Bagi Netanyahu, kemenangannya untuk mempertahankan kursi pemimpin Partai Likud adalah harapan nyata untuk memenangkan kekebalan dari penuntutan hukum setelah dia didakwa atas serangkaian tuduhan korupsi pada bulan lalu.
"Kemenangan raksasa," tulis Netanyahu di Twitter lebih dari satu jam setelah penghitungan suara ditutup.
"Terima kasih kepada anggota Likud atas kepercayaan, dukungan dan cinta," ujarnya. "Atas kehendak Tuhan, saya akan memimpin Likud menuju kemenangan besar dalam pemilu (nasional) mendatang," imbuh dia, seperti dikutip Fox News.
Namun terlepas dari posisi Partai Likud yang kuat, pemilu nasional tahun depan akan menjadi pertarungan sengit antara Partai Likud dan rivalnya, Partai Blue and White yang juga gagal membentuk koalisi pemerintahan. Masalah hukum yang menjerat Netanyahu masih dapat kembali menghambat upayanya untuk membentuk pemerintah persatuan jika hasil pemilu nasional nanti kembali imbang.
Netanyahu, yang telah memimpin negara Yahudi itu selama satu dekade terakhir, telah mengembangkan citra sebagai negarawan veteran yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin dunia lainnya.
Penolakannya selama satu dekade terakhir untuk memberikan konsesi kepada Palestina semakin kuat setelah Trump meraih kekuasaan di Amerika dan memberikan dukungan kepada Netanyahu. Pendekatan garis kerasnya kepada Iran juga terbukti populer.
Pada bulan November, Netanyahu didakwa atas tuduhan penipuan, pelanggaran kepercayaan dan menerima suap. Netanyahu telah bersumpah untuk tetap berkauasa, dan menolak dakwaan sebagai "percobaan kudeta" oleh media yang bermusuhan.
Hukum Israel tidak mengharuskan seorang perdana menteri yang berkuasa untuk mundur jika didakwa.
Mahkamah Agung Israel pada minggu depan akan mulai mempertimbangkan apakah anggota parlemen yang didakwa dapat ditugaskan untuk membentuk pemerintahan baru atau tidak. Putusan Mahkamah Agung akan menjadi sebuah putusan yang berpotensi mendiskualifikasi Netanyahu dari ambisinya untuk memimpin pemerintahan berikutnya.
(mas)