Serangan Pasukan Prancis Tewaskan 33 Militan Mali

Minggu, 22 Desember 2019 - 11:28 WIB
Serangan Pasukan Prancis Tewaskan 33 Militan Mali
Serangan Pasukan Prancis Tewaskan 33 Militan Mali
A A A
ABIDJAN - Pasukan Prancis berhasil menewaskan 33 militan dalam sebuah serangan yang menggunakan helikopter, pasukan darat dan pesawat tanpa awak. Serangan itu dilakukan di dekat perbatasan dengan Mauritania di mana sebuah kelompok yang terkait dengan al-Qaeda beroperasi.

Serangan yang dilancarkan sekitar 150 km barat laut Mopti di Mali menargetkan wilayah hutan yang sama di mana Prancis salah mengklaim tahun lalu bahwa mereka telah membunuh Amadou Koufa. Koufa adalah salah satu militan paling senior yang diburu oleh pasukan Prancis di Sahel.

Komando militer Prancis mengatakan dalam serangan pada Sabtu waktu setempat itu, tentara yang menumpangi helikopter serang Tiger menggunakan drone Reaper untuk memandu mereka ke daerah hutan tempat kelompok Koufa, Katiba Macina, beroperasi.

Koufa adalah salah satu wakil tertinggi untuk Iyad Ag Ghali, pemimpin kelompok milisi Mali yang paling terkemuka, Jama'at Nusrat al-Islam wal-Muslimin (JNIM), yang telah berulang kali menyerang tentara dan warga sipil di Mali dan negara tetangga Burkina Faso.

Seorang juru bicara untuk kepala staf tentara Prancis menolak mengatakan apakah Koufa adalah target serangan ini.

Untuk diketahui operasi itu terjadi di bagian lain Mali di mana 13 tentara Prancis tewas bulan lalu dalam kecelakaan helikopter saat melacak sebuah kelompok militan yang dicurigai terkait dengan Negara Islam. (Baca: Dua Helikopter Militer Prancis Tabrakan di Mali, 13 Tentara Tewas )

Itu adalah kehilangan terbesar pasukan Prancis dalam satu hari sejak serangan di Beirut 36 tahun lalu dan menimbulkan pertanyaan tentang harga korban manusia dalam kampanye enam tahun Prancis melawan gerilyawan Islam di Afrika Barat.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan operasi itu dalam pidatonya kepada komunitas Prancis di kota utama Abidjan di Pantai Gading, menggambarkannya sebagai keberhasilan besar.

"Pagi ini...kami bisa menetralisir 33 teroris, mengambil satu tahanan dan membebaskan dua polisi Mali yang disandera," kata Macron, sehari setelah mengunjungi pasukan Prancis yang ditempatkan di Pantai Gading seperti dikutip dari Reuters, Minggu (22/12/2019).

Sementara pihak berwenang Mali menyambut keberhasilan serangan itu.

"Senang bahwa perang melawan terorisme mengambil langkah yang lebih ofensif," kata juru bicara pemerintah Yaya Sangare dalam sebuah pesan kepada Reuters.

"Saya salut dengan operasi ini, yang harus dilanjutkan," sambungnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Prancis, dan Amerika Serikat (AS) telah menggelontorkan miliaran dolar untuk menstabilkan Sahel, sebuah wilayah kering di Afrika Barat di selatan gurun Sahara, tetapi hanya sedikit menunjukkan keberhasilan.

Prancis, bekas kekuatan kolonial di sejumlah negara Afrika Barat, memiliki lebih dari 4.000 tentara di kawasan itu dalam satuan tugas anti-terorisme mereka Operasi Barkhane. Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki operasi penjaga perdamaian 13.000 pasukan di Mali.

Para pejabat Prancis telah menyatakan frustrasi bahwa beberapa negara di kawasan itu tidak berbuat lebih banyak untuk mengekang kritik terhadap operasi Prancis. Paris juga jengkel karena beberapa negara belum sepenuhnya mengimplementasikan kesepakatan untuk membawa stabilitas ke wilayah Sahel dengan sedikit hukum dan ketertiban.

Pada 10 Desember, militan Islam membunuh 71 tentara di sebuah kamp militer terpencil di Niger dekat perbatasan dengan Mali - serangan yang diklaim oleh cabang Negara Islam Afrika Barat.

Prancis mengumumkan secara terpisah minggu ini bahwa drone Reaper yang dikerahkan di Sahel sekarang akan memiliki kapasitas untuk membawa senjata, meskipun komando militer mengatakan drone yang digunakan dalam operasi hari Sabtu belum dipersenjatai.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6184 seconds (0.1#10.140)