AS Marah, Tekan Turki Singkirkan Sistem Rudal S-400 Rusia
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) sangat marah tentang pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia oleh Turki. Washington menekan Ankara untuk menyingkirkan senjata pertahanan canggih itu atau akan merasakan sanksi.
Ancaman penjatuhan sanksi ini disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien pada hari Minggu.
"Turki akan merasakan dampak dari sanksi-sanksi ini," kata O'Brien mengatakan kepada CBS "Face the Nation" dalam sebuah wawancara, merujuk pada hukuman berdasarkan hukum AS yang dikenal sebagai Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi atau CAATSA.
Menurutnya, sanksi terhadap Ankara bisa disahkan oleh Kongres dengan dukungan bipartisan yang luar biasa.
Komentar pengganti John Bolton ini muncul menjelang kunjungan Presiden Turki Tayyip Erdogan ke Washington pada 13 November 2019. Pemimpin Turki itu akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump untuk membahas sejumlah masalah di antara kedua negara yang merupakan sekutu NATO tersebut.
Washington membenci pembelian sistem rudal anti-pesawat S-400 tersebut dengan alasan senjata itu tidak kompatibel dengan pertahanan NATO dan bisa mengancam jet tempur siluman F-35 Lockheed Martin.
Meskipun ada ancaman sanksi AS, Turki nekat melanjutkan kesepakatan pembelian dengan Rusia dan sudah menerima pengiriman pertama S-400 pada bulan Juli lalu.
Sebagai tanggapan, Washington mencoret Turki dari keanggotaan program F-35, di mana Ankara adalah produsen suku cadang dan pembeli jet tempur. Namun sejauh ini, belum ada sanksi yang dijatuhkan pada Ankara.
Turki belum mengaktifkan baterai S-400 yang diterimanya, dan Washington masih berharap untuk membujuk sekutunya agar meninggalkan sistem senjata pertahanan Rusia.
“Tidak ada tempat di NATO untuk S-400. Tidak ada tempat di NATO untuk pembelian militer Rusia yang signifikan. Itu pesan yang akan disampaikan presiden kepadanya (Erdogan) dengan sangat jelas ketika dia ada di sini," kata O'Brien, dikutip Reuters, Senin (11/11/2019).
Awal bulan ini, kepala Direktorat Industri Pertahanan Turki mengatakan pengiriman S-400 kedua ke Turki mungkin tertunda melampaui jadwal yang direncanakan tahun 2020. Alasannya, pengiriman tahap kedua disertai pembicaraan tentang berbagi teknologi dan produksi bersama.
Masalah S-400 adalah bagian dari serangkaian pertentangan yang lebih luas antara Turki dan Amerika Serikat.
Washington sebelumnya juga marah oleh invasi Turki terhadap pasukan YPG Kurdi di Suriah utara pada bulan lalu. Turki menghentikan invasi setelah Kurdi menarik diri dari wilayah perbatasan di bawah gencatan senjata yang ditengahi AS.
Ancaman penjatuhan sanksi ini disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Robert O'Brien pada hari Minggu.
"Turki akan merasakan dampak dari sanksi-sanksi ini," kata O'Brien mengatakan kepada CBS "Face the Nation" dalam sebuah wawancara, merujuk pada hukuman berdasarkan hukum AS yang dikenal sebagai Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi atau CAATSA.
Menurutnya, sanksi terhadap Ankara bisa disahkan oleh Kongres dengan dukungan bipartisan yang luar biasa.
Komentar pengganti John Bolton ini muncul menjelang kunjungan Presiden Turki Tayyip Erdogan ke Washington pada 13 November 2019. Pemimpin Turki itu akan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump untuk membahas sejumlah masalah di antara kedua negara yang merupakan sekutu NATO tersebut.
Washington membenci pembelian sistem rudal anti-pesawat S-400 tersebut dengan alasan senjata itu tidak kompatibel dengan pertahanan NATO dan bisa mengancam jet tempur siluman F-35 Lockheed Martin.
Meskipun ada ancaman sanksi AS, Turki nekat melanjutkan kesepakatan pembelian dengan Rusia dan sudah menerima pengiriman pertama S-400 pada bulan Juli lalu.
Sebagai tanggapan, Washington mencoret Turki dari keanggotaan program F-35, di mana Ankara adalah produsen suku cadang dan pembeli jet tempur. Namun sejauh ini, belum ada sanksi yang dijatuhkan pada Ankara.
Turki belum mengaktifkan baterai S-400 yang diterimanya, dan Washington masih berharap untuk membujuk sekutunya agar meninggalkan sistem senjata pertahanan Rusia.
“Tidak ada tempat di NATO untuk S-400. Tidak ada tempat di NATO untuk pembelian militer Rusia yang signifikan. Itu pesan yang akan disampaikan presiden kepadanya (Erdogan) dengan sangat jelas ketika dia ada di sini," kata O'Brien, dikutip Reuters, Senin (11/11/2019).
Awal bulan ini, kepala Direktorat Industri Pertahanan Turki mengatakan pengiriman S-400 kedua ke Turki mungkin tertunda melampaui jadwal yang direncanakan tahun 2020. Alasannya, pengiriman tahap kedua disertai pembicaraan tentang berbagi teknologi dan produksi bersama.
Masalah S-400 adalah bagian dari serangkaian pertentangan yang lebih luas antara Turki dan Amerika Serikat.
Washington sebelumnya juga marah oleh invasi Turki terhadap pasukan YPG Kurdi di Suriah utara pada bulan lalu. Turki menghentikan invasi setelah Kurdi menarik diri dari wilayah perbatasan di bawah gencatan senjata yang ditengahi AS.
(mas)