Arab Saudi Ingin Bertindak terhadap Iran, Sekutu Khawatir
A
A
A
DUBAI - Arab Saudi berupaya merancang pertemuan Majelis Umum PBB di New York minggu ini untuk membuat tindakan bersama guna menghukum musuh regionalnya, Iran, setelah serangan terhadap kilang minyak Aramco. Namun, para sekutu Riyadh termasuk Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab (UEA) khawatir upaya itu dapat memicu perang di Teluk dan menyeret produsen minyak lainnya.
Saat mencoba membangun koalisi, Riyadh sedang bersiap untuk memberikan bukti kepada Majelis Umum PBB, yang katanya akan membuktikan Iran berada di balik serangan nirawak dan rudal pada 14 September lalu. Riyadh mengatakan senjata Iran diluncurkan dari utara dan bekerja untuk menentukan lokasi yang tepat di fasilitas minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais.
Iran telah membantah terlibat dan bersumpah untuk membalas jika Teheran diserang. Rezim para Mullah mengkritik tuduhan itu sebagai bagian dari kampanye "tekanan maksimum" yang diluncurkan oleh Presiden Donald Trump terhadap Teheran setelah Amerika menarik diri dari pakta nuklir 2015 tahun lalu dan memperluas sanksi untuk menghambat ekspor minyak Iran.
Riyadh menginginkan tindakan yang lebih menghukum Iran oleh komunitas internasional.
"Serangan ini merupakan titik kritis. Arab Saudi akan membuat kasus ini merupakan pukulan telak dan ancaman berkelanjutan bagi ekonomi global," kata seorang diplomat Teluk Arab kepada Reuters, yang dilansir Senin (23/9/2019).
"Jika Arab Saudi dapat membuktikan tanpa keraguan bahwa Iran ada di belakangnya (serangan kilang minyak), maka kekuatan dunia dapat melakukan pengaruhnya—tekanan mereka, alat perdagangan mereka, menarik Iran kembali dari kebijakan brinkmanship-nya," ujar sumber tersebut yang berbicara dalam kondisi anonim.
Menjelang sidang Majelis Umum PBB, Riyadh mengklaim menginginkan resolusi damai. Namun, jika penyelidikan membuktikan serangan itu datang dari Iran maka itu akan dianggap sebagai tindakan perang.
Proposal Keamanan Iran
Di Teheran, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan pada hari Minggu bahwa ia akan hadir di Majelis Umum PBB untuk memaparkan rencana pengamanan di kawasan Teluk dengan melibatkan negara-negara regional lainnya.
Bukti nyata atas serangan pesawat tak berawak terbaru sangat penting untuk mengatasi pesan dari kekuatan Eropa dan lainnya, yang sebagian besar enggan bergabung dengan koalisi keamanan maritim pimpinan AS setelah serangan terhadap kapal-kapal tanker minyak pada Mei dan Juni di perairan Teluk. Iran juga disalahkan atas serangan terhadap kapal-kapal tanker minyak, namun Teheran membantah terlibat serangan.
"Serangan 14 September adalah eskalasi besar, ada masalah yang jelas. Tetapi itu adalah dilema nyata bagaimana bereaksi tanpa meningkatkan lebih jauh," kata seorang diplomat Barat. "Belum jelas apa yang ingin dilakukan AS," ujarnya.
Prancis, yang berusaha menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 ketika Iran menimbang kembali komitmennya, telah mendesak de-eskalasi. China dan Rusia, yang memegang veto di Dewan Keamanan PBB, telah memperingatkan agar tidak menyalahkan orang lain tanpa memberikan bukti.
Ada perpecahan di antara negara-negara Teluk Arab. Riyadh dan sekutunya terkunci dalam perselisihan dengan Qatar yang telah menghancurkan aliansi militer, politik dan ekonomi Teluk.
Perbedaan juga muncul antara sekutu Riyadh dan Abu Dhabi, mitra utama Arab Saudi dalam pertempuran koalisi militer di Yaman, setelah UEA mengurangi keterlibatannya dalam perang pada Juni dan memoderasi nadanya kepada Iran.
Pejabat senior Kementerian Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, mengatakan UAE akan hadir di New York dan menekankan keunggulan diplomasi.
Amerika Serikat juga mengirim sinyal campuran. Trump, yang memerintahkan lebih banyak sanksi dan menyetujui pengiriman pasukan tambahan Amerika untuk meningkatkan pertahanan Saudi. Padahal, ia pada awalnya menyatakan senjata Washington "dikokang dan diisi" untuk menanggapi serangan terhadap kilang minyak Saudi.
Namun, dia kemudian mengatakan ada beberapa pilihan selain perang. Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan pada hari Kamis pekan lalu bahwa AS ingin membangun koalisi untuk mencapai resolusi damai.
Pentagon mengatakan pada hari Jumat bahwa pihaknya akan mengirim lebih banyak pasukan ke Riyadh dan mempercepat pengiriman peralatan militer ke Arab Saudi dan UEA setelah serangan itu mengungkap kesenjangan serius dalam pertahanan udara Saudi. Rouhani mengatakan kehadiran pasukan asing di kawasan itu akan menciptakan rasa tidak aman untuk minyak dan pengiriman.
"Saya ragu ada orang yang memiliki keinginan untuk bentrokan langsung antara AS dan Iran," kata Barbara A. Leaf, yang merupakan duta besar AS untuk UEA periode 2014-2018 dan sekarang menjadi peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy.
"Itu benar-benar membutuhkan penetapan kembali pencegahan. Jelas tidak ada sekarang," katanya kepada Reuters. "Itu benar-benar tergantung pada administrasi...yang jelas tujuan dan niatnya."
Saat mencoba membangun koalisi, Riyadh sedang bersiap untuk memberikan bukti kepada Majelis Umum PBB, yang katanya akan membuktikan Iran berada di balik serangan nirawak dan rudal pada 14 September lalu. Riyadh mengatakan senjata Iran diluncurkan dari utara dan bekerja untuk menentukan lokasi yang tepat di fasilitas minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais.
Iran telah membantah terlibat dan bersumpah untuk membalas jika Teheran diserang. Rezim para Mullah mengkritik tuduhan itu sebagai bagian dari kampanye "tekanan maksimum" yang diluncurkan oleh Presiden Donald Trump terhadap Teheran setelah Amerika menarik diri dari pakta nuklir 2015 tahun lalu dan memperluas sanksi untuk menghambat ekspor minyak Iran.
Riyadh menginginkan tindakan yang lebih menghukum Iran oleh komunitas internasional.
"Serangan ini merupakan titik kritis. Arab Saudi akan membuat kasus ini merupakan pukulan telak dan ancaman berkelanjutan bagi ekonomi global," kata seorang diplomat Teluk Arab kepada Reuters, yang dilansir Senin (23/9/2019).
"Jika Arab Saudi dapat membuktikan tanpa keraguan bahwa Iran ada di belakangnya (serangan kilang minyak), maka kekuatan dunia dapat melakukan pengaruhnya—tekanan mereka, alat perdagangan mereka, menarik Iran kembali dari kebijakan brinkmanship-nya," ujar sumber tersebut yang berbicara dalam kondisi anonim.
Menjelang sidang Majelis Umum PBB, Riyadh mengklaim menginginkan resolusi damai. Namun, jika penyelidikan membuktikan serangan itu datang dari Iran maka itu akan dianggap sebagai tindakan perang.
Proposal Keamanan Iran
Di Teheran, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan pada hari Minggu bahwa ia akan hadir di Majelis Umum PBB untuk memaparkan rencana pengamanan di kawasan Teluk dengan melibatkan negara-negara regional lainnya.
Bukti nyata atas serangan pesawat tak berawak terbaru sangat penting untuk mengatasi pesan dari kekuatan Eropa dan lainnya, yang sebagian besar enggan bergabung dengan koalisi keamanan maritim pimpinan AS setelah serangan terhadap kapal-kapal tanker minyak pada Mei dan Juni di perairan Teluk. Iran juga disalahkan atas serangan terhadap kapal-kapal tanker minyak, namun Teheran membantah terlibat serangan.
"Serangan 14 September adalah eskalasi besar, ada masalah yang jelas. Tetapi itu adalah dilema nyata bagaimana bereaksi tanpa meningkatkan lebih jauh," kata seorang diplomat Barat. "Belum jelas apa yang ingin dilakukan AS," ujarnya.
Prancis, yang berusaha menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 ketika Iran menimbang kembali komitmennya, telah mendesak de-eskalasi. China dan Rusia, yang memegang veto di Dewan Keamanan PBB, telah memperingatkan agar tidak menyalahkan orang lain tanpa memberikan bukti.
Ada perpecahan di antara negara-negara Teluk Arab. Riyadh dan sekutunya terkunci dalam perselisihan dengan Qatar yang telah menghancurkan aliansi militer, politik dan ekonomi Teluk.
Perbedaan juga muncul antara sekutu Riyadh dan Abu Dhabi, mitra utama Arab Saudi dalam pertempuran koalisi militer di Yaman, setelah UEA mengurangi keterlibatannya dalam perang pada Juni dan memoderasi nadanya kepada Iran.
Pejabat senior Kementerian Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, mengatakan UAE akan hadir di New York dan menekankan keunggulan diplomasi.
Amerika Serikat juga mengirim sinyal campuran. Trump, yang memerintahkan lebih banyak sanksi dan menyetujui pengiriman pasukan tambahan Amerika untuk meningkatkan pertahanan Saudi. Padahal, ia pada awalnya menyatakan senjata Washington "dikokang dan diisi" untuk menanggapi serangan terhadap kilang minyak Saudi.
Namun, dia kemudian mengatakan ada beberapa pilihan selain perang. Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan pada hari Kamis pekan lalu bahwa AS ingin membangun koalisi untuk mencapai resolusi damai.
Pentagon mengatakan pada hari Jumat bahwa pihaknya akan mengirim lebih banyak pasukan ke Riyadh dan mempercepat pengiriman peralatan militer ke Arab Saudi dan UEA setelah serangan itu mengungkap kesenjangan serius dalam pertahanan udara Saudi. Rouhani mengatakan kehadiran pasukan asing di kawasan itu akan menciptakan rasa tidak aman untuk minyak dan pengiriman.
"Saya ragu ada orang yang memiliki keinginan untuk bentrokan langsung antara AS dan Iran," kata Barbara A. Leaf, yang merupakan duta besar AS untuk UEA periode 2014-2018 dan sekarang menjadi peneliti senior di Washington Institute for Near East Policy.
"Itu benar-benar membutuhkan penetapan kembali pencegahan. Jelas tidak ada sekarang," katanya kepada Reuters. "Itu benar-benar tergantung pada administrasi...yang jelas tujuan dan niatnya."
(mas)