Di Beijing, Merkel Bilang Kebebasan Hong Kong Harus Dilindungi
A
A
A
BEIJING - Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan hak dan kebebasan penduduk Hong Kong harus dilindungi. Menurutnya, solusi untuk krisis yang melanda kota itu hanya dapat dilakukan melalui dialog sementara aksi kekerasan harus dihindari.
Hal itu diungkapkan Merkel pada konferensi pers di Beijing bersama Perdana Menteri China Li Keqiang.
"Hak-hak dan kebebasan yang disepakati dalam Undang-undang Dasar Hong Kong harus dilindungi," kata pemimpin Jerman itu seperti dikutip dari AP, Jumat (6/9/2019).
Hukum Dasar adalah konstitusi de facto Hong Kong, yang menjanjikan wilayah semi otonom dan hak demokrasi tertentu tidak diberikan kepada China.
Merkel menambahkan bahwa dialog politik, bukan kekerasan, adalah jalan menuju resolusi.
Selama tiga bulan terakhir, Hong Kong dilanda aksi demonstrasi besar-besaran. Aksi protes yang awalnya menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi kini berubah menjadi tuntutan reformasi demokrasi.
Banyak penduduk Hong Kong khawatir Beijing mengikis otonomi yang diberikan kepada bekas jajahan Inggris itu ketika diserahkan kembali ke China pada tahun 1997.
Aksi protes besar-besaran yang beberapa kali berujung pada aksi kekerasan menghadirkan tantangan populer terbesar bagi Presiden China Xi Jinping sejak ia berkuasa pada 2012.
China menyangkal tuduhan ikut campur dan mengatakan Hong Kong adalah urusan internal Beijing. Mereka mengecam aksi protes dan memperingatkan kerusakan ekonomi dan kemungkinan penggunaan kekuatan untuk memadamkan kerusuhan.
Hal itu diungkapkan Merkel pada konferensi pers di Beijing bersama Perdana Menteri China Li Keqiang.
"Hak-hak dan kebebasan yang disepakati dalam Undang-undang Dasar Hong Kong harus dilindungi," kata pemimpin Jerman itu seperti dikutip dari AP, Jumat (6/9/2019).
Hukum Dasar adalah konstitusi de facto Hong Kong, yang menjanjikan wilayah semi otonom dan hak demokrasi tertentu tidak diberikan kepada China.
Merkel menambahkan bahwa dialog politik, bukan kekerasan, adalah jalan menuju resolusi.
Selama tiga bulan terakhir, Hong Kong dilanda aksi demonstrasi besar-besaran. Aksi protes yang awalnya menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi kini berubah menjadi tuntutan reformasi demokrasi.
Banyak penduduk Hong Kong khawatir Beijing mengikis otonomi yang diberikan kepada bekas jajahan Inggris itu ketika diserahkan kembali ke China pada tahun 1997.
Aksi protes besar-besaran yang beberapa kali berujung pada aksi kekerasan menghadirkan tantangan populer terbesar bagi Presiden China Xi Jinping sejak ia berkuasa pada 2012.
China menyangkal tuduhan ikut campur dan mengatakan Hong Kong adalah urusan internal Beijing. Mereka mengecam aksi protes dan memperingatkan kerusakan ekonomi dan kemungkinan penggunaan kekuatan untuk memadamkan kerusuhan.
(ian)