Korut Uji Coba Rudal Jenis Baru, Bisa Diluncurkan dengan Cepat
A
A
A
SEOUL - Korea Utara (Korut) menguji rudal "tipe baru" pada hari Kamis kemarin. Ini adalah uji coba pertama sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un di perbatasan Korea bulan lalu.
Korut diketahui melakukan uji coba menembakkan dua rudal jarak pendek. Satu rudal terbang sejauh 430 km dan satu lagi 690 km. Seoul menilai senjata itu sebagai rudal balistik jarak pendek tipe baru.
Terbaru, Korsel menyatakan bahwa kedua rudal tersebut terbang sejauh 600 km seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/7/2019).
Pasca uji coba itu, banyak pengamat menyimpulkan bahwa tes tersebut merupakan upaya untuk mendapatkan perhatian dari pemerintahan Trump di balik gagalnya sejumlah pertemuan menghasilkan hasil yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Bukti dari beberapa bulan terakhir juga tampaknya menunjukkan jika Korut memperkuat persenjataannya untuk melawan ancaman regional terhadap kemampuan ofensifnya - satu-satunya kartu yang dimilikinya dalam negosiasi nuklir yang sedang berlangsung.
Korut dua kali melakukan uji coba rudal balistik jarak pendek baru pada bulan Mei, sebuah senjata yang dikenal sebagai KN-23 yang telah dibandingkan dengan rudal SS-26 Iskander Rusia. Tidak diketahui apakah senjata yang diuji pada Kamis kemarin termasuk varian modifikasi dari senjata ini atau yang lainnya.
"Korea Utara sedang mengembangkan rudal yang dapat diandalkan dan dapat dioperasikan mengalahkan pertahanan rudal serta melakukan serangan presisi di Korea Selatan," ujar seorang ahli senjata di Pusat Studi Nonproliferasi (CNS) Jams Martin, Grace Liu, kepada Reuters pada bulan Mei lalu yang disitir Business Insider.
Pakar CNS lainnya, Jeffrey Lewis, menyatakan kemampuan manuver senjata tampaknya mengindikasikan bahwa senjata itu dirancang untuk menghindari pertahanan roket, seperti baterai rudal Patriot dan THAAD yang digunakan di Korea Selatan (Korsel).
Melihat rudal yang diuji hari Kamis, para pejabat AS mengatakan bahwa analisis awal mereka menunjukkan senjata itu mirip dengan yang diuji pada bulan Mei tetapi mencatat bahwa tes terbaru tampaknya melibatkan rudal dengan kemampuan yang ditingkatkan.
Seorang pejabat mengungkapkan bahwa Korut tampaknya mengurangi waktu yang diperlukan untuk meluncurkan rudal, sehingga memberi AS dan sekutunya waktu yang sempit untuk mendeteksi peluncuran. Korut telah berulang kali menunjukkan minat pada rudal berbahan bakar padat seperti KN-23, senjata yang dapat didorong maju dan diluncurkan dengan cepat untuk serangan mendadak.
Rudal yang diluncurkan pada Kamis kemarin mencapai ketinggian hanya sekitar 30 mil, ketinggian yang umumnya konsisten dengan uji KN-23 sebelumnya.
"Jika sangat rendah dan sangat cepat, itu memperpendek waktu untuk memberikan peringatan dan keputusan," kata direktur Proyek Postur Pertahanan dengan Federasi Ilmuwan Amerika Adam Mount, kepada CNN.
"Hal-hal semacam itu bisa berguna dalam situasi pembalasan, tetapi itu bahkan lebih relevan untuk serangan pertama," imbuhnya.
Pakar rudal terkenal lainnya, Melissa Hanham, pada bulan Mei lalu mengatakan bahwa jenis senjata yang diuji Korut adalah jenis senjata yang akan memulai perang. Senjata ini oleh pemerintahan Trump dianggap tidak sepenting rudal balistik antar benua yang sedang dibangun dan diuji pada 2017
Korsel menggambarkan uji coba rudal pada Kamis kemarin sebagai ancaman militer dan tindakan yang merusak upaya untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
Korut diketahui melakukan uji coba menembakkan dua rudal jarak pendek. Satu rudal terbang sejauh 430 km dan satu lagi 690 km. Seoul menilai senjata itu sebagai rudal balistik jarak pendek tipe baru.
Terbaru, Korsel menyatakan bahwa kedua rudal tersebut terbang sejauh 600 km seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/7/2019).
Pasca uji coba itu, banyak pengamat menyimpulkan bahwa tes tersebut merupakan upaya untuk mendapatkan perhatian dari pemerintahan Trump di balik gagalnya sejumlah pertemuan menghasilkan hasil yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Bukti dari beberapa bulan terakhir juga tampaknya menunjukkan jika Korut memperkuat persenjataannya untuk melawan ancaman regional terhadap kemampuan ofensifnya - satu-satunya kartu yang dimilikinya dalam negosiasi nuklir yang sedang berlangsung.
Korut dua kali melakukan uji coba rudal balistik jarak pendek baru pada bulan Mei, sebuah senjata yang dikenal sebagai KN-23 yang telah dibandingkan dengan rudal SS-26 Iskander Rusia. Tidak diketahui apakah senjata yang diuji pada Kamis kemarin termasuk varian modifikasi dari senjata ini atau yang lainnya.
"Korea Utara sedang mengembangkan rudal yang dapat diandalkan dan dapat dioperasikan mengalahkan pertahanan rudal serta melakukan serangan presisi di Korea Selatan," ujar seorang ahli senjata di Pusat Studi Nonproliferasi (CNS) Jams Martin, Grace Liu, kepada Reuters pada bulan Mei lalu yang disitir Business Insider.
Pakar CNS lainnya, Jeffrey Lewis, menyatakan kemampuan manuver senjata tampaknya mengindikasikan bahwa senjata itu dirancang untuk menghindari pertahanan roket, seperti baterai rudal Patriot dan THAAD yang digunakan di Korea Selatan (Korsel).
Melihat rudal yang diuji hari Kamis, para pejabat AS mengatakan bahwa analisis awal mereka menunjukkan senjata itu mirip dengan yang diuji pada bulan Mei tetapi mencatat bahwa tes terbaru tampaknya melibatkan rudal dengan kemampuan yang ditingkatkan.
Seorang pejabat mengungkapkan bahwa Korut tampaknya mengurangi waktu yang diperlukan untuk meluncurkan rudal, sehingga memberi AS dan sekutunya waktu yang sempit untuk mendeteksi peluncuran. Korut telah berulang kali menunjukkan minat pada rudal berbahan bakar padat seperti KN-23, senjata yang dapat didorong maju dan diluncurkan dengan cepat untuk serangan mendadak.
Rudal yang diluncurkan pada Kamis kemarin mencapai ketinggian hanya sekitar 30 mil, ketinggian yang umumnya konsisten dengan uji KN-23 sebelumnya.
"Jika sangat rendah dan sangat cepat, itu memperpendek waktu untuk memberikan peringatan dan keputusan," kata direktur Proyek Postur Pertahanan dengan Federasi Ilmuwan Amerika Adam Mount, kepada CNN.
"Hal-hal semacam itu bisa berguna dalam situasi pembalasan, tetapi itu bahkan lebih relevan untuk serangan pertama," imbuhnya.
Pakar rudal terkenal lainnya, Melissa Hanham, pada bulan Mei lalu mengatakan bahwa jenis senjata yang diuji Korut adalah jenis senjata yang akan memulai perang. Senjata ini oleh pemerintahan Trump dianggap tidak sepenting rudal balistik antar benua yang sedang dibangun dan diuji pada 2017
Korsel menggambarkan uji coba rudal pada Kamis kemarin sebagai ancaman militer dan tindakan yang merusak upaya untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
(ian)