Buldoser Israel Bergerak untuk Hancurkan 100 Rumah Palestina
A
A
A
TEPI BARAT - Buldoser disertai ratusan tentara dan polisi Israel bergerak ke desa Sur Baher, Palestina, pada hari Senin (22/7/2019). Alat berat dan pasukan Zionis itu bersiap untuk menghancurkan sekitar 100 rumah di wilayah Wadi al-Hummus.
Penghancuran rumah-rumah di dekat tembok pemisah Israel itu akan dilakukan meski ada protes dari Palestina dan dikritik komunitas internasional.
Militer Israel menganggap rumah-rumah di dekat tembok pemisah yang menyilang di Tepi Barat itu berisiko terhadap keamanan negara Yahudi tersebut. Tembok pemisah itu telah lama dikecam komunitas internasional dan dianggap sebagai "tembok apartheid".
Mahkamah Agung Israel pada bulan lalu memutuskan mendukung militer untuk menggusur sekitar 100 rumah warga Palestina dengan tenggat waktu paling lambat hari Senin. Para warga Palestina mengatakan penggusuran ini akan menetapkan preseden bagi kota-kota lain di sepanjang rute tembok pemisah, yang membentang ratusan kilometer di sekitar dan melalui Tepi Barat yang diduduki Israel.
Palestina menuduh Israel menggunakan risiko keamanan sebagai alasan untuk memaksa para warga Palestina keluar dari wilayah itu. Tindakan tersebut dinilai sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk memperluas permukiman rezim Zionis. Berdasarkan hukum internasional, semua pemukiman Yahudi yang dibangun di tanah Palestina adalah ilegal.
Menurut Perjanjian Oslo 1993, sebagian besar bangunan di wilayah Wadi al-Hummus, yang terletak di desa Sur Baher, berada di bawah kendali Otoritas Palestina.
Sur Baher, sebuah desa Palestina di tepi Yerusalem Timur diduduki Israel usai perang 1967.
Pembongkaran sekitar 100 rumah warga Palestina yang tertunda adalah putaran terakhir dari perselisihan berlarut-larut tentang masa depan Yerusalem—rumah bagi lebih dari 500.000 warga Israel dan 300.000 warga Palestina, dan situs-situs yang disakralkan oleh agama Yahudi, Islam, dan Kristen.
Para pemilik rumah mengatakan bahwa mereka akan kehilangan tempat tinggal. Mereka mengaku telah memperoleh izin untuk membangun rumah tersebut dari Otoritas Palestina. Sekadar diketahui, Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat yang juga diduduki Israel.
"Ketika rumah dihancurkan, kami akan berada di jalan-jalan," kata Ismail Abadiyeh, 42, yang tinggal di salah satu bangunan yang terancam dibuldoser pasukan Israel. Dia tinggal di rumah tersebut bersama empat anaknya.
Tetapi, Mahkamah Agung Israel mengatakan bahwa bangunan-bangunan di Sur Baher melanggar larangan konstruksi.
Ratusan Tentara
Para tentara Israel, pada hari Senin, memotong pagar kawat di dekat desa Sur Baher. Hal itu memungkinkan mereka untuk mudah mengakses bangunan-bangunan rumah yang akan dihancurkan.
Lampu-lampu sorot menyinari sebuah bangunan multi-lantai ketika puluhan kendaraan membawa banyak polisi dan tentara berhelm ke desa tersebut.
Aksi pasukan Zionis itu difilmkan dan difoto para aktivis Palestina, Israel dan internasional. Para aktivis telah dimobilisasi untuk mencoba dan menghentikan pembongkaran rumah-rumah tersebut.
"Sejak pukul 02.00 pagi mereka telah mengevakuasi orang-orang dari rumah mereka dengan paksa dan mereka telah mulai menanam bahan peledak di rumah yang ingin mereka hancurkan. Ada ratusan tentara di sini," kata Hamada Hamada, seorang pemimpin masyarakat di salah satu area yang terancam digusur
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengeluarkan pernyataan yang menuduh pengadilan Israel bertujuan untuk menetapkan preseden yang memungkinkan pasukan pendudukan Zionis untuk menghancurkan banyak bangunan Palestina yang terletak di dekat tembok pemisah.
Jamie McGoldrick, koordinator kemanusiaan PBB, dan pejabat PBB lainnya pada pekan lalu meminta pemerintah Israel untuk menghentikan rencana pembongkaran. Mereka mengatakan 17 warga Palestina terancam tergusur.
"Kelanjutan dari kebijakan ini merusak kelangsungan solusi dua negara dan prospek untuk perdamaian abadi," kata Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Jazeera.
Namun, Mahkamah Agung Israel mengatakan konstruksi yang dekat dengan tembok pemisah itu dapat memberikan perlindungan bagi para penyerang. Militer Israel belum bersedia berkomentar dan menyatakan sedang memeriksa laporan soal rencana penggusuran tersebut.
Pemerintah Israel memuji tembok pemisah, yang diproyeksikan panjangnya 720 km bila rampung. Tembok itu diklaim untuk mencegah aksi bom bunuh diri milisi Palestina yang pernah memuncak pada tahun 2002 dan 2003.
Namun, Otoritas Palestina menyebutnya sebagai proyek perampasan tanah yang dirancang untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat, termasuk wilayah yang dijadikan pemukiman Israel.
Di beberapa wilayah Yerusalem dan Tepi Barat, tembok itu adalah tembok beton yang tinggi. Namun, di Sur Baher tembok pemisah tersebut terdiri dari dua pagar kawat yang dipisahkan oleh jalan patroli militer dan dilindungi oleh menara pengawal dan sensor elektronik.
Penghancuran rumah-rumah di dekat tembok pemisah Israel itu akan dilakukan meski ada protes dari Palestina dan dikritik komunitas internasional.
Militer Israel menganggap rumah-rumah di dekat tembok pemisah yang menyilang di Tepi Barat itu berisiko terhadap keamanan negara Yahudi tersebut. Tembok pemisah itu telah lama dikecam komunitas internasional dan dianggap sebagai "tembok apartheid".
Mahkamah Agung Israel pada bulan lalu memutuskan mendukung militer untuk menggusur sekitar 100 rumah warga Palestina dengan tenggat waktu paling lambat hari Senin. Para warga Palestina mengatakan penggusuran ini akan menetapkan preseden bagi kota-kota lain di sepanjang rute tembok pemisah, yang membentang ratusan kilometer di sekitar dan melalui Tepi Barat yang diduduki Israel.
Palestina menuduh Israel menggunakan risiko keamanan sebagai alasan untuk memaksa para warga Palestina keluar dari wilayah itu. Tindakan tersebut dinilai sebagai bagian dari upaya jangka panjang untuk memperluas permukiman rezim Zionis. Berdasarkan hukum internasional, semua pemukiman Yahudi yang dibangun di tanah Palestina adalah ilegal.
Menurut Perjanjian Oslo 1993, sebagian besar bangunan di wilayah Wadi al-Hummus, yang terletak di desa Sur Baher, berada di bawah kendali Otoritas Palestina.
Sur Baher, sebuah desa Palestina di tepi Yerusalem Timur diduduki Israel usai perang 1967.
Pembongkaran sekitar 100 rumah warga Palestina yang tertunda adalah putaran terakhir dari perselisihan berlarut-larut tentang masa depan Yerusalem—rumah bagi lebih dari 500.000 warga Israel dan 300.000 warga Palestina, dan situs-situs yang disakralkan oleh agama Yahudi, Islam, dan Kristen.
Para pemilik rumah mengatakan bahwa mereka akan kehilangan tempat tinggal. Mereka mengaku telah memperoleh izin untuk membangun rumah tersebut dari Otoritas Palestina. Sekadar diketahui, Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat yang juga diduduki Israel.
"Ketika rumah dihancurkan, kami akan berada di jalan-jalan," kata Ismail Abadiyeh, 42, yang tinggal di salah satu bangunan yang terancam dibuldoser pasukan Israel. Dia tinggal di rumah tersebut bersama empat anaknya.
Tetapi, Mahkamah Agung Israel mengatakan bahwa bangunan-bangunan di Sur Baher melanggar larangan konstruksi.
Ratusan Tentara
Para tentara Israel, pada hari Senin, memotong pagar kawat di dekat desa Sur Baher. Hal itu memungkinkan mereka untuk mudah mengakses bangunan-bangunan rumah yang akan dihancurkan.
Lampu-lampu sorot menyinari sebuah bangunan multi-lantai ketika puluhan kendaraan membawa banyak polisi dan tentara berhelm ke desa tersebut.
Aksi pasukan Zionis itu difilmkan dan difoto para aktivis Palestina, Israel dan internasional. Para aktivis telah dimobilisasi untuk mencoba dan menghentikan pembongkaran rumah-rumah tersebut.
"Sejak pukul 02.00 pagi mereka telah mengevakuasi orang-orang dari rumah mereka dengan paksa dan mereka telah mulai menanam bahan peledak di rumah yang ingin mereka hancurkan. Ada ratusan tentara di sini," kata Hamada Hamada, seorang pemimpin masyarakat di salah satu area yang terancam digusur
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengeluarkan pernyataan yang menuduh pengadilan Israel bertujuan untuk menetapkan preseden yang memungkinkan pasukan pendudukan Zionis untuk menghancurkan banyak bangunan Palestina yang terletak di dekat tembok pemisah.
Jamie McGoldrick, koordinator kemanusiaan PBB, dan pejabat PBB lainnya pada pekan lalu meminta pemerintah Israel untuk menghentikan rencana pembongkaran. Mereka mengatakan 17 warga Palestina terancam tergusur.
"Kelanjutan dari kebijakan ini merusak kelangsungan solusi dua negara dan prospek untuk perdamaian abadi," kata Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Jazeera.
Namun, Mahkamah Agung Israel mengatakan konstruksi yang dekat dengan tembok pemisah itu dapat memberikan perlindungan bagi para penyerang. Militer Israel belum bersedia berkomentar dan menyatakan sedang memeriksa laporan soal rencana penggusuran tersebut.
Pemerintah Israel memuji tembok pemisah, yang diproyeksikan panjangnya 720 km bila rampung. Tembok itu diklaim untuk mencegah aksi bom bunuh diri milisi Palestina yang pernah memuncak pada tahun 2002 dan 2003.
Namun, Otoritas Palestina menyebutnya sebagai proyek perampasan tanah yang dirancang untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat, termasuk wilayah yang dijadikan pemukiman Israel.
Di beberapa wilayah Yerusalem dan Tepi Barat, tembok itu adalah tembok beton yang tinggi. Namun, di Sur Baher tembok pemisah tersebut terdiri dari dua pagar kawat yang dipisahkan oleh jalan patroli militer dan dilindungi oleh menara pengawal dan sensor elektronik.
(mas)