Guaido-Maduro Sepakat Duduk Satu Meja di Barbados
A
A
A
CARACAS - Para pemimpin Venezuela akan mengadakan pertemuan di Barbados minggu ini dengan harapan menemukan solusi bagi krisis politik yang telah mencengkeram negara itu selama lebih dari lima bulan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Minggu malam, Juan Guaido mengatakan pertemuan itu, yang dipromosikan oleh pemerintah Norwegia, diperlukan untuk menghindari pertumpahan darah lagi.
"Kami tidak memiliki waktu tanpa batas. Setiap hari yang berlalu, situasinya semakin buruk," kata Guaido dalam sebuah pernyataan.
"Kami membutuhkan solusi sekarang," kata Guaido seperti dilansir dari Miami Herald, Selasa (9/7/2019).
Pemerintahan Nicolas Maduro juga membenarkan bahwa para pihak akan mengadakan pertemuan minggu ini untuk menemukan solusi "konstitusional" terhadap krisis.
Pembicaraan diperkirakan akan dimulai minggu lalu, tetapi Guaido membatalkannya setelah terungkap bahwa seorang pejabat Angkatan Laut Venezuela disiksa sampai mati ketika berada dalam tahanan negara.
Selama demonstrasi besar-besaran anti-Maduro pada hari Jumat, Guaido mencoba meredakan ketakutan pihak oposisi bahwa rezim Maduro akan menggunakan perundingan sebagai taktik mengulur-ulur waktu, seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
"Apakah kamu pikir aku pendejo?" tanya Guaido kepada para demonstran menggunakan umpatan dalam bahasa Spanyol yang artinya bodoh.
"Apakah Anda pikir kami akan pergi ke suatu tempat dan menghadapi kediktatoran untuk membiarkan mereka mengulur-ulur waktu, membiarkan mereka membodohi kami? Setiap tempat yang kami kunjungi adalah untuk menghadapi mereka," ujarnya.
Guaido juga mengatakan bahwa setiap pembicaraan akan difokuskan pada memaksa Maduro untuk mundur dan mengadakan pemilu yang bebas dan adil.
Guaido (35) menjadi terkenal pada Januari ketika dia mengatakan itu adalah tugas konstitusionalnya, sebagai kepala kongres, untuk mengambil alih kepresidenan karena Maduro memegang kekuasaan melalui pemilu curang pada 2018. Meskipun memiliki dukungan internasional yang luas dan dukungan rakyat, Guaido memiliki kekuatan nyata yang sangat kecil di negara yang kaya minyak itu.
Sementara Maduro (57) mengklaim pemungutan suara tahun lalu memberinya hak untuk memerintah hingga 2025 dan menuduh Guaido mencoba secara ilegal merebut kekuasaan dengan bantuan Washington.
Tetapi rezim Maduro berada di bawah tekanan internasional yang meningkat. Pekan lalu, divisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa merilis sebuah laporan yang mengatakan bahwa setidaknya 5.287 orang telah dibunuh pada tahun 2018 oleh pasukan keamanan Maduro, menyebutnya sebagai jumlah pembunuhan di luar hukum yang "sangat tinggi".
Baca Juga: Pasukan Khusus Venezuela Eksekusi Ribuan Pemuda
Krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Venezuela telah memaksa lebih dari lima juta orang meninggalkan negara itu dalam beberapa tahun terakhir, dan beberapa laporan menyatakan bahwa jumlahnya bisa melebihi 8 juta pada akhir 2020.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Minggu malam, Juan Guaido mengatakan pertemuan itu, yang dipromosikan oleh pemerintah Norwegia, diperlukan untuk menghindari pertumpahan darah lagi.
"Kami tidak memiliki waktu tanpa batas. Setiap hari yang berlalu, situasinya semakin buruk," kata Guaido dalam sebuah pernyataan.
"Kami membutuhkan solusi sekarang," kata Guaido seperti dilansir dari Miami Herald, Selasa (9/7/2019).
Pemerintahan Nicolas Maduro juga membenarkan bahwa para pihak akan mengadakan pertemuan minggu ini untuk menemukan solusi "konstitusional" terhadap krisis.
Pembicaraan diperkirakan akan dimulai minggu lalu, tetapi Guaido membatalkannya setelah terungkap bahwa seorang pejabat Angkatan Laut Venezuela disiksa sampai mati ketika berada dalam tahanan negara.
Selama demonstrasi besar-besaran anti-Maduro pada hari Jumat, Guaido mencoba meredakan ketakutan pihak oposisi bahwa rezim Maduro akan menggunakan perundingan sebagai taktik mengulur-ulur waktu, seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
"Apakah kamu pikir aku pendejo?" tanya Guaido kepada para demonstran menggunakan umpatan dalam bahasa Spanyol yang artinya bodoh.
"Apakah Anda pikir kami akan pergi ke suatu tempat dan menghadapi kediktatoran untuk membiarkan mereka mengulur-ulur waktu, membiarkan mereka membodohi kami? Setiap tempat yang kami kunjungi adalah untuk menghadapi mereka," ujarnya.
Guaido juga mengatakan bahwa setiap pembicaraan akan difokuskan pada memaksa Maduro untuk mundur dan mengadakan pemilu yang bebas dan adil.
Guaido (35) menjadi terkenal pada Januari ketika dia mengatakan itu adalah tugas konstitusionalnya, sebagai kepala kongres, untuk mengambil alih kepresidenan karena Maduro memegang kekuasaan melalui pemilu curang pada 2018. Meskipun memiliki dukungan internasional yang luas dan dukungan rakyat, Guaido memiliki kekuatan nyata yang sangat kecil di negara yang kaya minyak itu.
Sementara Maduro (57) mengklaim pemungutan suara tahun lalu memberinya hak untuk memerintah hingga 2025 dan menuduh Guaido mencoba secara ilegal merebut kekuasaan dengan bantuan Washington.
Tetapi rezim Maduro berada di bawah tekanan internasional yang meningkat. Pekan lalu, divisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa merilis sebuah laporan yang mengatakan bahwa setidaknya 5.287 orang telah dibunuh pada tahun 2018 oleh pasukan keamanan Maduro, menyebutnya sebagai jumlah pembunuhan di luar hukum yang "sangat tinggi".
Baca Juga: Pasukan Khusus Venezuela Eksekusi Ribuan Pemuda
Krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Venezuela telah memaksa lebih dari lima juta orang meninggalkan negara itu dalam beberapa tahun terakhir, dan beberapa laporan menyatakan bahwa jumlahnya bisa melebihi 8 juta pada akhir 2020.
(ian)