Terungkap, Ada Rudal AS di Pangkalan Pemberontak Libya
A
A
A
TRIPOLI - Empat rudal Javelin ditemukan berada di sebuah pangkalan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Haftar Khalifa, salah satu kubu pemberontak Libya. Temuan ini memicu Washington meluncurkan penyelidikan karena senjata itu tak pernah dijual kepada pemberontak di negara tersebut.
Javelin adalah rudal anti-tank Amerika Serikat. Senjata ini pertama kali ditemukan pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya di pangkalan pemberontak yang direbut. GNA adalah pemerintah Libya yang diakusi secara internasional dan berbasis di Tripoli.
Temuan itu dipublikasikan The New York Times pada hari Jumat. Tanda-tanda menunjukkan bahwa rudal itu pertama kali dijual Amerika Serikat kepada Uni Emirat Arab.
"Kami menanggapi semua dugaan penyalahgunaan aset pertahanan asal AS dengan sangat serius. Kami mengetahui laporan-laporan ini dan mencari informasi tambahan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS tanpa menyebut nama.
"Kami berharap semua penerima peralatan pertahanan asal AS mematuhi kewajiban penggunaan akhir mereka," ujarnya, seperti dikutip AFP, Minggu (30/6/2019).
Rudal-rudal itu ditemukan awal pekan ini ketika pasukan loyalis GNA merebut kembali kota strategis Gharyan dalam serangan mendadak, merebut pangkalan pasokan utama pasukan Haftar yang digunakan untuk serangan ofensif terhadap Tripoli.
The New York Times melaporkan bahwa tanda-tanda pada rudal menunjukkan senjata itu telah dijual AS kepada Uni Emirat Arab pada 2008. Jika senjata itu kemudian dijual lagi kepada pasukan Haftar, maka itu menjadi pelanggaran terhadap ketentuan penjualan dan embargo senjata PBB di Libya.
Sekadar diketahui, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi dipandang sebagai pendukung utama Haftar.
Drone tempur buatan China juga ditemukan di pangkalan pasukan Haftar.
Pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington mendukung upaya utusan khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salame. "untuk membantu menghindari eskalasi lebih lanjut dan memetakan jalan ke depan yang memberikan keamanan dan kemakmuran bagi semua warga Libya," kata pejabat departemen tersebut.
"Kami meminta semua pihak untuk segera kembali ke mediasi politik PBB, yang keberhasilannya tergantung pada gencatan senjata di dalam dan sekitar Tripoli," lanjut pejabat itu.
Ratusan orang telah tewas dan puluhan ribu orang telantar dalam serangan di Tripoli. Upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali pembicaraan politik telah kandas.
Javelin adalah rudal anti-tank Amerika Serikat. Senjata ini pertama kali ditemukan pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya di pangkalan pemberontak yang direbut. GNA adalah pemerintah Libya yang diakusi secara internasional dan berbasis di Tripoli.
Temuan itu dipublikasikan The New York Times pada hari Jumat. Tanda-tanda menunjukkan bahwa rudal itu pertama kali dijual Amerika Serikat kepada Uni Emirat Arab.
"Kami menanggapi semua dugaan penyalahgunaan aset pertahanan asal AS dengan sangat serius. Kami mengetahui laporan-laporan ini dan mencari informasi tambahan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS tanpa menyebut nama.
"Kami berharap semua penerima peralatan pertahanan asal AS mematuhi kewajiban penggunaan akhir mereka," ujarnya, seperti dikutip AFP, Minggu (30/6/2019).
Rudal-rudal itu ditemukan awal pekan ini ketika pasukan loyalis GNA merebut kembali kota strategis Gharyan dalam serangan mendadak, merebut pangkalan pasokan utama pasukan Haftar yang digunakan untuk serangan ofensif terhadap Tripoli.
The New York Times melaporkan bahwa tanda-tanda pada rudal menunjukkan senjata itu telah dijual AS kepada Uni Emirat Arab pada 2008. Jika senjata itu kemudian dijual lagi kepada pasukan Haftar, maka itu menjadi pelanggaran terhadap ketentuan penjualan dan embargo senjata PBB di Libya.
Sekadar diketahui, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi dipandang sebagai pendukung utama Haftar.
Drone tempur buatan China juga ditemukan di pangkalan pasukan Haftar.
Pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington mendukung upaya utusan khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salame. "untuk membantu menghindari eskalasi lebih lanjut dan memetakan jalan ke depan yang memberikan keamanan dan kemakmuran bagi semua warga Libya," kata pejabat departemen tersebut.
"Kami meminta semua pihak untuk segera kembali ke mediasi politik PBB, yang keberhasilannya tergantung pada gencatan senjata di dalam dan sekitar Tripoli," lanjut pejabat itu.
Ratusan orang telah tewas dan puluhan ribu orang telantar dalam serangan di Tripoli. Upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali pembicaraan politik telah kandas.
(mas)