Senator AS Sebut China Mempersiapkan Perang Dunia III
A
A
A
WASHINGTON - Seorang senator Amerika Serikat (AS) mengatakan gerak-gerik China di Laut China Selatan tak ubahnya seperti mempersiapkan Perang Dunia III. Perilaku Beijing yang dia maksud adalah penumpukan militer di pulau-pulau sengketa tersebut.
James Inhofe, Senator Republik yang juga Ketua Komite Layanan Bersenjata Senat AS menguraikan argumennya itu selama rapat dengar pendapat untuk membahas tantangan yang ditimbulkan oleh kekuatan militer China dan Rusia.
Menurutnya, militer Amerika yang memiliki kehadiran di dan sekitar Laut China Selatan dan Samudra Pasifik barat hanya duduk dan diam menyaksikan China mengklaim terumbu karang dan pulau-pulau kecil dan mengubahnya menjadi benteng yang dipenuhi dengan senjata.
Ekspansi Beijing yang terus-menerus ke Kepulauan Spratly membuat negara-negara Asia Tenggara gelisah. Angkatan Laut AS menentang klaim Beijing itu dengan patroli kapal perang di sekitar kawasan sengketa. Patroli dengan klaim menegakkan kebebasan navigasi itu dianggap Washington sah karena dilakukan di perairan internasional.
"Sepertinya Anda (China) sedang bersiap untuk Perang Dunia III," kata Inhofe, seperti dikutip dari Military Times, Kamis (31/1/2019). "Anda berbicara dengan sekutu kami di sana dan Anda bertanya-tanya di pihak mana mereka akan berada," ujarnya.
Inhofe dan para senator lainnya, serta para ahli yang berbicara di depan Komite Layanan Bersenjata Senat, mencatat bahwa urgensi ancaman China terhadap Amerika dan tatanan dunia saat ini mungkin tidak sepenuhnya dihargai oleh warga AS.
"Saya khawatir pesan kami tidak sampai," kata Inhofe.
Dia memperingatkan bahwa hari-hari dominasi militer Amerika yang tak terbantahkan di Pasifik setelah kekalahan Jepang pada 1945 dan runtuhnya Uni Soviet pada 1991 telah berakhir.
"Ada sikap euforia yang dimiliki orang sejak Perang Dunia II yang entah bagaimana kami memiliki yang terbaik dari semuanya," kata Inhofe.
Namun, Elbridge Colby, mantan wakil asisten menteri pertahanan untuk strategi dan pengembangan kekuatan dan sekarang menjadi direktur kelompok think tank Center for a New American Security (CNAS) yang berbasis di Washington mengatakan kepada para politisi AS bahwa Amerika juga memiliki cadangan kekuatan nasional berskala besar.
Rekan Colby di CNAS, Ely Ratner, menambahkan bahwa penting bagi Senator dan semua orang Amerika lainnya untuk mengetahui bahwa hubungan Washington dengan Beijing yang mengeras bukanlah "penurunan episodik" atau masalah yang dimulai dengan Presiden Donald Trump dan kebijakan pemerintahannya.
"Rakyat Amerika harus bersiap menghadapi persaingan jangka panjang dengan China," kata Ratner. Dia juga memperingatkan dukungan Beijing untuk orang kuat Venezuela yang sedang "diperangi", Nicholas Maduro Moros, harus dilihat sebagai tanda untuk persiapan yang akan datang.
"Saya pikir itu adalah pertanda bagaimana tatanan yang dipimpin China akan terlihat...dalam hal melindungi dan mempertahankan rezim non-demokratis dan menghambat kemampuan masyarakat internasional untuk bangkit dan merespons," kata Ratner, yang merupakan mantan wakil penasihat keamanan nasional untuk mantan wakil presiden Joe Biden.
"Jika kita tidak melakukan aksi bersama di Asia, kita akan melihat film ini berulang-ulang di seluruh negara berkembang," imbuh dia.
Dalam rapat dengar pendapat itu Inhofe menyinggung penelitian yang menunjukkan bahwa pasukan AS atau NATO berpotensi kalah perang dengan Rusia.
Colby mengatakan orang-orang China dan Rusia sudah tahu hal itu. "Saya lebih khawatir bahwa orang-orang Amerika memahami hal itu dan memiliki urgensi untuk tetap di depan ancaman ini," katanya.
James Inhofe, Senator Republik yang juga Ketua Komite Layanan Bersenjata Senat AS menguraikan argumennya itu selama rapat dengar pendapat untuk membahas tantangan yang ditimbulkan oleh kekuatan militer China dan Rusia.
Menurutnya, militer Amerika yang memiliki kehadiran di dan sekitar Laut China Selatan dan Samudra Pasifik barat hanya duduk dan diam menyaksikan China mengklaim terumbu karang dan pulau-pulau kecil dan mengubahnya menjadi benteng yang dipenuhi dengan senjata.
Ekspansi Beijing yang terus-menerus ke Kepulauan Spratly membuat negara-negara Asia Tenggara gelisah. Angkatan Laut AS menentang klaim Beijing itu dengan patroli kapal perang di sekitar kawasan sengketa. Patroli dengan klaim menegakkan kebebasan navigasi itu dianggap Washington sah karena dilakukan di perairan internasional.
"Sepertinya Anda (China) sedang bersiap untuk Perang Dunia III," kata Inhofe, seperti dikutip dari Military Times, Kamis (31/1/2019). "Anda berbicara dengan sekutu kami di sana dan Anda bertanya-tanya di pihak mana mereka akan berada," ujarnya.
Inhofe dan para senator lainnya, serta para ahli yang berbicara di depan Komite Layanan Bersenjata Senat, mencatat bahwa urgensi ancaman China terhadap Amerika dan tatanan dunia saat ini mungkin tidak sepenuhnya dihargai oleh warga AS.
"Saya khawatir pesan kami tidak sampai," kata Inhofe.
Dia memperingatkan bahwa hari-hari dominasi militer Amerika yang tak terbantahkan di Pasifik setelah kekalahan Jepang pada 1945 dan runtuhnya Uni Soviet pada 1991 telah berakhir.
"Ada sikap euforia yang dimiliki orang sejak Perang Dunia II yang entah bagaimana kami memiliki yang terbaik dari semuanya," kata Inhofe.
Namun, Elbridge Colby, mantan wakil asisten menteri pertahanan untuk strategi dan pengembangan kekuatan dan sekarang menjadi direktur kelompok think tank Center for a New American Security (CNAS) yang berbasis di Washington mengatakan kepada para politisi AS bahwa Amerika juga memiliki cadangan kekuatan nasional berskala besar.
Rekan Colby di CNAS, Ely Ratner, menambahkan bahwa penting bagi Senator dan semua orang Amerika lainnya untuk mengetahui bahwa hubungan Washington dengan Beijing yang mengeras bukanlah "penurunan episodik" atau masalah yang dimulai dengan Presiden Donald Trump dan kebijakan pemerintahannya.
"Rakyat Amerika harus bersiap menghadapi persaingan jangka panjang dengan China," kata Ratner. Dia juga memperingatkan dukungan Beijing untuk orang kuat Venezuela yang sedang "diperangi", Nicholas Maduro Moros, harus dilihat sebagai tanda untuk persiapan yang akan datang.
"Saya pikir itu adalah pertanda bagaimana tatanan yang dipimpin China akan terlihat...dalam hal melindungi dan mempertahankan rezim non-demokratis dan menghambat kemampuan masyarakat internasional untuk bangkit dan merespons," kata Ratner, yang merupakan mantan wakil penasihat keamanan nasional untuk mantan wakil presiden Joe Biden.
"Jika kita tidak melakukan aksi bersama di Asia, kita akan melihat film ini berulang-ulang di seluruh negara berkembang," imbuh dia.
Dalam rapat dengar pendapat itu Inhofe menyinggung penelitian yang menunjukkan bahwa pasukan AS atau NATO berpotensi kalah perang dengan Rusia.
Colby mengatakan orang-orang China dan Rusia sudah tahu hal itu. "Saya lebih khawatir bahwa orang-orang Amerika memahami hal itu dan memiliki urgensi untuk tetap di depan ancaman ini," katanya.
(mas)