Bunuh 2 Orang di Belanda, Iran 'Dikeroyok' 6 Negara Eropa
A
A
A
AMSTERDAM - Enam negara Eropa kompak "mengeroyok" Iran dengan menjatuhkan sanksi terhadap para pejabat negeri para Mullah tersebut. Sanksi itu sebagai respons setelah intelijen rezim Teheran dituduh membunuh dua tokoh oposisi yang berada di Belanda.
Enam negara Eropa yang menjatuhkan sanksi adalah Belanda, Denmark, Prancis, Inggris, Jerman dan Belgia. Target sanksi antara lain unit intelijen dan dua pejabat Iran yang terkait dengan pembunuhan dua pembangkang anti-rezim Teheran.
Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok telah mengonfirmasi bahwa pemerintah Iran bertanggung jawab atas pembunuhan dua tokoh oposisi Teheran yang tinggal di Belanda. Blok juga mengatakan bahwa rezim Iran berusaha melakukan pembunuhan di Denmark dan serangan bom di Prancis.
Badan intelijen Belanda, General Intelligence and Security Service (AIVD), menyatakan pelaku pembunuhan dua orang adalah agen yang bekerja atas nama rezim Teheran.
"Keterlibatan Iran dalam pembunuhan itu menggarisbawahi pentingnya penyelidikan kami terhadap niat rezim Iran," kata kepala AIVD, Dick Schoof dalam sebuah pernyataan.
Kedua korban antara lain Mohammed Reza Kolahi Samadi yang terbunuh di Almere pada 2015, dan Ahmad Mola Nissi, yang terbunuh di Den Haag pada 2017. Versi Teheran, salah satunya adalah anggota Mujahedeen-e-Khalq (MEK), kelompok oposisi yang pernah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.
Samadi, yang hidup dengan nama Ali Motamed di Belanda, dijatuhi hukuman mati di Iran karena keterlibatannya dalam serangan bom 1981 yang menewaskan 70 orang. Dia dituduh sebagai anggota MEK. Namun, Belanda tak tahu jika Samadi anggota MEK.
sedangkan Nissi dituduh sebagai pemimpin Arab Struggle Movement for the Liberation of Ahwaz (ASMLA), kelompok yang menyerukan kemerdekaan wilayah Khuzestan di Iran. Baru-baru ini, ASMLA dituduh terlibat dalam serangan dalam parade militer Ahvaz yang menewaskan 29 orang.
Kementerian Dalam Negeri Belanda menyatakan pembunuhan kedua pembangkang Iran di negara orang tidak bisa diterima dan merupakan pelanggaran kedaulatan. Kementerian itu menyatakan sanksi lebih lanjut terhadap Iran tidak dikesampingkan jika Teheran tidak bekerjasama dengan penyelidikan yang sedang berlangsung.
"Pelanggaran seperti ini tidak bisa ditoleransi," kata Menteri Dalam Negeri Kajsa Ollongren dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (9/1/2019).
"Mereka menunjukkan bahwa layanan kami harus tetap waspada setiap saat dan terus mengungkap kegiatan asing semacam ini," ujarnya.
"Intelijen AIVD telah berkontribusi pada fakta bahwa Belanda dan Uni Eropa telah mengambil langkah-langkah diplomatik yang parah," imbuh dia.
Pembunuhan Samadi dan Nissi juga menyebabkan Belanda mengusir dua diplomat Iran dari negara itu pada Juni 2018.
"Iran diberi tahu bahwa keterlibatan dalam masalah-masalah seperti itu sepenuhnya tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan. Sanksi lebih lanjut tidak dapat dikesampingkan," kata kelompok negara-negara Eropa dalam sebuah pernyataan secara terpisah.
Pemerintah Iran telah membantah keterlibatan dalam pembunuhan dua tokoh oposisi anti-rezim. Menurut Teheran tuduhan itu dimaksudkan untuk merusak hubungan Uni Eropa dan Iran.
Enam negara Eropa yang menjatuhkan sanksi adalah Belanda, Denmark, Prancis, Inggris, Jerman dan Belgia. Target sanksi antara lain unit intelijen dan dua pejabat Iran yang terkait dengan pembunuhan dua pembangkang anti-rezim Teheran.
Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok telah mengonfirmasi bahwa pemerintah Iran bertanggung jawab atas pembunuhan dua tokoh oposisi Teheran yang tinggal di Belanda. Blok juga mengatakan bahwa rezim Iran berusaha melakukan pembunuhan di Denmark dan serangan bom di Prancis.
Badan intelijen Belanda, General Intelligence and Security Service (AIVD), menyatakan pelaku pembunuhan dua orang adalah agen yang bekerja atas nama rezim Teheran.
"Keterlibatan Iran dalam pembunuhan itu menggarisbawahi pentingnya penyelidikan kami terhadap niat rezim Iran," kata kepala AIVD, Dick Schoof dalam sebuah pernyataan.
Kedua korban antara lain Mohammed Reza Kolahi Samadi yang terbunuh di Almere pada 2015, dan Ahmad Mola Nissi, yang terbunuh di Den Haag pada 2017. Versi Teheran, salah satunya adalah anggota Mujahedeen-e-Khalq (MEK), kelompok oposisi yang pernah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.
Samadi, yang hidup dengan nama Ali Motamed di Belanda, dijatuhi hukuman mati di Iran karena keterlibatannya dalam serangan bom 1981 yang menewaskan 70 orang. Dia dituduh sebagai anggota MEK. Namun, Belanda tak tahu jika Samadi anggota MEK.
sedangkan Nissi dituduh sebagai pemimpin Arab Struggle Movement for the Liberation of Ahwaz (ASMLA), kelompok yang menyerukan kemerdekaan wilayah Khuzestan di Iran. Baru-baru ini, ASMLA dituduh terlibat dalam serangan dalam parade militer Ahvaz yang menewaskan 29 orang.
Kementerian Dalam Negeri Belanda menyatakan pembunuhan kedua pembangkang Iran di negara orang tidak bisa diterima dan merupakan pelanggaran kedaulatan. Kementerian itu menyatakan sanksi lebih lanjut terhadap Iran tidak dikesampingkan jika Teheran tidak bekerjasama dengan penyelidikan yang sedang berlangsung.
"Pelanggaran seperti ini tidak bisa ditoleransi," kata Menteri Dalam Negeri Kajsa Ollongren dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (9/1/2019).
"Mereka menunjukkan bahwa layanan kami harus tetap waspada setiap saat dan terus mengungkap kegiatan asing semacam ini," ujarnya.
"Intelijen AIVD telah berkontribusi pada fakta bahwa Belanda dan Uni Eropa telah mengambil langkah-langkah diplomatik yang parah," imbuh dia.
Pembunuhan Samadi dan Nissi juga menyebabkan Belanda mengusir dua diplomat Iran dari negara itu pada Juni 2018.
"Iran diberi tahu bahwa keterlibatan dalam masalah-masalah seperti itu sepenuhnya tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan. Sanksi lebih lanjut tidak dapat dikesampingkan," kata kelompok negara-negara Eropa dalam sebuah pernyataan secara terpisah.
Pemerintah Iran telah membantah keterlibatan dalam pembunuhan dua tokoh oposisi anti-rezim. Menurut Teheran tuduhan itu dimaksudkan untuk merusak hubungan Uni Eropa dan Iran.
(mas)