Parlemen AS Sebut Myanmar Lakukan Genosida terhadap Rohingya
A
A
A
WASHINGTON - DPR Amerika Serikat (AS) meloloskan legislasi yang melabelkan kejahatan Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya sebagai genosida. Resolusi itu mendapat dukungan mutlak 394-1 dari legislator AS.
Steve Chabot, yang memperkenalkan undang-undang itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan meminta anggota parlemen untuk menegaskan bahwa tindakan militer Myanmar adalah genosia terhadap warga Rohingya dan pemenjaraan dua wartawan Reuters oleh pemerintah Myanmar secara terang-terangan tidak adil.
"Saya salut kepada rekan-rekan saya karena berdiri bersama saya dan meloloskan undang-undang kemanusiaan yang penting ini," katanya seperti dikutip dari Anadolu, Jumat (14/12/2018).
Selain secara resmi mempertimbangkan serangan terhadap Rohingya sebagai genosida, ia juga mengutuk serangan terhadap warga sipil oleh militer dan pasukan keamanan Myanmar.
Legislasi ini juga menyerukan kepada Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint untuk memaafkan sepasang wartawan Reuters yang telah dipenjara karena pekerjaan mereka dalam mengungkap pembantaian terhadap Rohingya.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo telah dipenjara selama lebih dari setahun.
Sementara resolusi Chabot secara langsung menyebut tindakan Myanmar sebagai "genosida", Departemen Luar Negeri AS terus menahan diri untuk tidak melabeli tindakan tersebut.
Juru bicara Robert Palladino kepada wartawan awal pekan ini mengatakan bahwa sementara departemen saat ini menganggap kekerasan itu tidak ada prasangka sedikitpun atas setiap potensi pengkajian lebih lanjut mengenai apakah kekejaman massal telah terjadi, termasuk genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Upaya kami telah dan tetap fokus pada langkah-langkah yang akan memperbaiki situasi bagi pengungsi Rohingya dan semua orang di Myanmar dan juga mendorong akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini," katanya.
Sebuah Misi Pencarian Fakta PBB di Myanmar menemukan militer negara itu bersalah atas genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk perkosaan, pemerkosaan berkelompok, perbudakan seksual, penelanjangan paksa, mutilasi, penyiksaan, penganiayaan, dan perbudakan.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 orang Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan oleh Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA).
Steve Chabot, yang memperkenalkan undang-undang itu, mengatakan dalam sebuah pernyataan meminta anggota parlemen untuk menegaskan bahwa tindakan militer Myanmar adalah genosia terhadap warga Rohingya dan pemenjaraan dua wartawan Reuters oleh pemerintah Myanmar secara terang-terangan tidak adil.
"Saya salut kepada rekan-rekan saya karena berdiri bersama saya dan meloloskan undang-undang kemanusiaan yang penting ini," katanya seperti dikutip dari Anadolu, Jumat (14/12/2018).
Selain secara resmi mempertimbangkan serangan terhadap Rohingya sebagai genosida, ia juga mengutuk serangan terhadap warga sipil oleh militer dan pasukan keamanan Myanmar.
Legislasi ini juga menyerukan kepada Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint untuk memaafkan sepasang wartawan Reuters yang telah dipenjara karena pekerjaan mereka dalam mengungkap pembantaian terhadap Rohingya.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo telah dipenjara selama lebih dari setahun.
Sementara resolusi Chabot secara langsung menyebut tindakan Myanmar sebagai "genosida", Departemen Luar Negeri AS terus menahan diri untuk tidak melabeli tindakan tersebut.
Juru bicara Robert Palladino kepada wartawan awal pekan ini mengatakan bahwa sementara departemen saat ini menganggap kekerasan itu tidak ada prasangka sedikitpun atas setiap potensi pengkajian lebih lanjut mengenai apakah kekejaman massal telah terjadi, termasuk genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Upaya kami telah dan tetap fokus pada langkah-langkah yang akan memperbaiki situasi bagi pengungsi Rohingya dan semua orang di Myanmar dan juga mendorong akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ini," katanya.
Sebuah Misi Pencarian Fakta PBB di Myanmar menemukan militer negara itu bersalah atas genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk perkosaan, pemerkosaan berkelompok, perbudakan seksual, penelanjangan paksa, mutilasi, penyiksaan, penganiayaan, dan perbudakan.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 orang Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan oleh Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA).
(ian)