MSF: Para Pria Bersenjata Memerkosa 125 Wanita di Sudan Selatan
A
A
A
JUBA - Para pria bersenjata misterius telah memerkosa 125 wanita selama 10 hari aksi kekerasan di kota Bentiu di Sudan selatan. Data itu diungkap lembaga bantuan Medecins Sans Frontieres (MSF), kemarin.
Sudan Selatan telah menderita perang sipil yang memilukan selama lima tahun terakhir. Meskipun perjanjian damai yang ditandatangani dua bulan lalu oleh pemerintah dan kelompok pemberontak, kekerasan masih terjadi di negara itu.
Penduduk sipil dari kelompok yang bersaing menanggung beban kekerasan dan siklus balas dendam.
Menurut MSF dalam sebuah pernyataan, selain pemerkosaan, korban kekerasan di Bentiu juga dilaporkan dicambuk dan dipukuli dengan tongkat dan popor senapan.
Para pelaku kekerasan juga merampok uang, pakaian, sepatu, dan kartu ransum makanan.
"Beberapa (dari mereka yang diperkosa) adalah anak perempuan di bawah 10 tahun dan yang lain adalah wanita yang lebih tua dari 65 tahun. Bahkan wanita hamil tak terhindarkan dari serangan brutal ini," kata Ruth Okello, seorang bidan dari MSF.
Sementara itu, Lam Tungwar; menteri untuk urusan informasi di Negara Bagian Northern Liech di mana serangan dilaporkan membantah kebenaran laporan MSF.
"Perkosaan sebesar itu tidak benar," kata Tungwar kepada Reuters, Sabtu (1/12/2018). "Kami adalah negara (yang) menghormati hak asasi manusia dan hak-hak perempuan di daftar kami," ujarnya.
Tungwar mengatakan pengadilan lokal akan menangani kasus-kasus kekerasan di Bentiu dan negara lain."(Tapi), saya tidak setuju dengan laporan saat ini karena tidak (secara akurat) menggambarkan kami dan masyarakat di Negara Bagian Northern Liech," katanya.
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, menandatangani perjanjian damai dengan faksi-faksi pemberontak pada September untuk mengakhiri perang sipil yang meletus pada 2013 dan telah menewaskan sekitar 400.000 orang. Perang sipil itu telah memaksa sepertiga penduduk di negara itu meninggalkan rumah mereka.
Sudan Selatan telah menderita perang sipil yang memilukan selama lima tahun terakhir. Meskipun perjanjian damai yang ditandatangani dua bulan lalu oleh pemerintah dan kelompok pemberontak, kekerasan masih terjadi di negara itu.
Penduduk sipil dari kelompok yang bersaing menanggung beban kekerasan dan siklus balas dendam.
Menurut MSF dalam sebuah pernyataan, selain pemerkosaan, korban kekerasan di Bentiu juga dilaporkan dicambuk dan dipukuli dengan tongkat dan popor senapan.
Para pelaku kekerasan juga merampok uang, pakaian, sepatu, dan kartu ransum makanan.
"Beberapa (dari mereka yang diperkosa) adalah anak perempuan di bawah 10 tahun dan yang lain adalah wanita yang lebih tua dari 65 tahun. Bahkan wanita hamil tak terhindarkan dari serangan brutal ini," kata Ruth Okello, seorang bidan dari MSF.
Sementara itu, Lam Tungwar; menteri untuk urusan informasi di Negara Bagian Northern Liech di mana serangan dilaporkan membantah kebenaran laporan MSF.
"Perkosaan sebesar itu tidak benar," kata Tungwar kepada Reuters, Sabtu (1/12/2018). "Kami adalah negara (yang) menghormati hak asasi manusia dan hak-hak perempuan di daftar kami," ujarnya.
Tungwar mengatakan pengadilan lokal akan menangani kasus-kasus kekerasan di Bentiu dan negara lain."(Tapi), saya tidak setuju dengan laporan saat ini karena tidak (secara akurat) menggambarkan kami dan masyarakat di Negara Bagian Northern Liech," katanya.
Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, menandatangani perjanjian damai dengan faksi-faksi pemberontak pada September untuk mengakhiri perang sipil yang meletus pada 2013 dan telah menewaskan sekitar 400.000 orang. Perang sipil itu telah memaksa sepertiga penduduk di negara itu meninggalkan rumah mereka.
(mas)