Pentagon: Sistem Rudal S-300 di Suriah Tak Berdampak pada Operasi AS
A
A
A
WASHINGTON - Sistem pertahanan rudal S-300 Rusia yang dioperasikan di Suriah tidak akan berdampak pada operasi militer Amerika Serikat (AS) di negara tersebut. Klaim ini disampaikan juru bicara Pentagon, Eric Pahon, kepada Sputnik.
"Tidak dalam operasi kami," kata Pahon pada hari Senin ketika merevisi dampak sistem pertahanan udara S-300 Rusia di Suriah.
Pahon memperingatkan bahwa menambahkan lebih banyak sistem persenjataan di Suriah hanya dapat membahayakan militer yang beroperasi di daerah itu dan menyebabkan bahaya potensial bagi pesawat sipil yang memasuki wilayah tersebut.
"Setiap senjata tambahan (yang dikirim) ke Suriah hanya berfungsi untuk meningkatkan eskalasi pada titik ini," kata Pahon.
"Kita perlu mengadakan diskusi diplomatik untuk mengakhiri konflik di Suriah timur, dan kita perlu mendukung proses yang dipimpin Jenewa untuk mencapai penyelesaian konflik itu. Dengan menambah lebih banyak persenjataan dan lebih banyak sistem, itu hanya mempersulit situasi di titik ini," paparnya, yang dilansir Selasa (20/11/2018).
Pahon menegaskan kembali bahwa misi Amerika Serikat di Suriah tetap tidak berubah. "Kami tetap fokus pada mengalahkan ISIS," katanya.
Pada tanggal 2 Oktober 2018, Rusia menyelesaikan pengiriman sistem rudal S-300 ke Suriah dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasukan Rusia yang dikerahkan di negeri Presiden Bashar al-Assad tersebut.
Langkah itu diumumkan setelah pesawat mata-mata militer Il-20 Rusia jatuh pada 17 September oleh sistem rudal S-200 Suriah yang sedang merespons serangan empat pesawat jet tempur F-16 Israel di Latakia.
Kementerian Pertahanan Rusia menyalahkan insiden yang menewaskan 15 tentara Moskow itu kepada Angkatan Udara Israel. Kementerian itu menuduh jet tempur Israel menggunakan pesawat Rusia sebagai perisai terhadap serangan sistem rudal S-200 Suriah.
Israel telah menyuarakan keprihatinan atas keputusan Rusia memasok Suriah dengan sistem rudal S-300. Tel Aviv menyatakan Damaskus akan dapat mengendalikan wilayah udara Israel dengan senjata pertahanan itu.
S-400 Turki
Pahon dalam wawancaranya juga membahas polemik akuisisi sistem rudal S-400 Rusia oleh Turki. Menurutnya, Pentagon bekerja dengan Kongres untuk membantu mencari alternatif pengganti sistem pertahanan udara mutakhir Moskow tersebut.
"Kami telah mengadakan diskusi diplomatik tentang itu," kata Pahon. "Kami menyerahkan laporan yang diamanatkan pada kongres tentang hubungan dengan Turki Jumat lalu, 9 November, ke Kongres," paparnya.
"Sebagai bagian dari laporan, maksud saya itu hanya mencakup pendangan hubungan kami dengan Turki, keburukan dan semuanya. Kami berada di diskusi diplomatik dengan Turki untuk mencari alternatif yang layak untuk S-400. Jadi, kami membantu mereka untuk menemukan alternatif bersama dengan Kongres untuk pembelian S-400. Kami terus bekerja dengan Turki, terus bekerja dengan Kongres untuk mencoba temukan alternatifnya," papar Pahon.
Pada bulan Desember 2017, Ankara menandatangani perjanjian pembelian sistem pertahanan udara S-400 Moskow. CEO Rostec, Sergey Chemezov, mengatakan kontrak pembelian empat set S-400 bernilai USD2,5 miliar, dengan 55 persen dari nilai kontrak ditutupi dengan pinjaman Rusia.
Pada 25 Oktober, Akara mengatakan bahwa Turki akan memulai pengerahan S-400 pada Oktober 2019. Wakil Perdana Menteri Rusia Yury Borisov mengklarifikasi pada hari Rabu pekan lalu bahwa kontrak itu memungkinkan Ankara untuk menggunakan hak opsi setelah pengiriman utama di bawah kesepakatan itu yang telah dibuat.
"Seperti yang telah kita diskusikan dengan mitra Turki kami, pembelian S-400 akan memiliki konsekuensi yang signifikan atau dapat memiliki konsekuensi signifikan pada hubungan pertahanan AS-Turki. Ada banyak hal yang dibeli dengan itu," imbuh Pahon.
Para pejabat AS telah memperingatkan bahwa jika Ankara melanjutkan rencananya untuk membeli sistem S-400, Amerika Serikat dapat menahan pengiriman jet tempur siluman F-35 ke Turki. Selain itu, Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang akan memblokir transfer jet tempur termahal tersebut.
"Tidak dalam operasi kami," kata Pahon pada hari Senin ketika merevisi dampak sistem pertahanan udara S-300 Rusia di Suriah.
Pahon memperingatkan bahwa menambahkan lebih banyak sistem persenjataan di Suriah hanya dapat membahayakan militer yang beroperasi di daerah itu dan menyebabkan bahaya potensial bagi pesawat sipil yang memasuki wilayah tersebut.
"Setiap senjata tambahan (yang dikirim) ke Suriah hanya berfungsi untuk meningkatkan eskalasi pada titik ini," kata Pahon.
"Kita perlu mengadakan diskusi diplomatik untuk mengakhiri konflik di Suriah timur, dan kita perlu mendukung proses yang dipimpin Jenewa untuk mencapai penyelesaian konflik itu. Dengan menambah lebih banyak persenjataan dan lebih banyak sistem, itu hanya mempersulit situasi di titik ini," paparnya, yang dilansir Selasa (20/11/2018).
Pahon menegaskan kembali bahwa misi Amerika Serikat di Suriah tetap tidak berubah. "Kami tetap fokus pada mengalahkan ISIS," katanya.
Pada tanggal 2 Oktober 2018, Rusia menyelesaikan pengiriman sistem rudal S-300 ke Suriah dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasukan Rusia yang dikerahkan di negeri Presiden Bashar al-Assad tersebut.
Langkah itu diumumkan setelah pesawat mata-mata militer Il-20 Rusia jatuh pada 17 September oleh sistem rudal S-200 Suriah yang sedang merespons serangan empat pesawat jet tempur F-16 Israel di Latakia.
Kementerian Pertahanan Rusia menyalahkan insiden yang menewaskan 15 tentara Moskow itu kepada Angkatan Udara Israel. Kementerian itu menuduh jet tempur Israel menggunakan pesawat Rusia sebagai perisai terhadap serangan sistem rudal S-200 Suriah.
Israel telah menyuarakan keprihatinan atas keputusan Rusia memasok Suriah dengan sistem rudal S-300. Tel Aviv menyatakan Damaskus akan dapat mengendalikan wilayah udara Israel dengan senjata pertahanan itu.
S-400 Turki
Pahon dalam wawancaranya juga membahas polemik akuisisi sistem rudal S-400 Rusia oleh Turki. Menurutnya, Pentagon bekerja dengan Kongres untuk membantu mencari alternatif pengganti sistem pertahanan udara mutakhir Moskow tersebut.
"Kami telah mengadakan diskusi diplomatik tentang itu," kata Pahon. "Kami menyerahkan laporan yang diamanatkan pada kongres tentang hubungan dengan Turki Jumat lalu, 9 November, ke Kongres," paparnya.
"Sebagai bagian dari laporan, maksud saya itu hanya mencakup pendangan hubungan kami dengan Turki, keburukan dan semuanya. Kami berada di diskusi diplomatik dengan Turki untuk mencari alternatif yang layak untuk S-400. Jadi, kami membantu mereka untuk menemukan alternatif bersama dengan Kongres untuk pembelian S-400. Kami terus bekerja dengan Turki, terus bekerja dengan Kongres untuk mencoba temukan alternatifnya," papar Pahon.
Pada bulan Desember 2017, Ankara menandatangani perjanjian pembelian sistem pertahanan udara S-400 Moskow. CEO Rostec, Sergey Chemezov, mengatakan kontrak pembelian empat set S-400 bernilai USD2,5 miliar, dengan 55 persen dari nilai kontrak ditutupi dengan pinjaman Rusia.
Pada 25 Oktober, Akara mengatakan bahwa Turki akan memulai pengerahan S-400 pada Oktober 2019. Wakil Perdana Menteri Rusia Yury Borisov mengklarifikasi pada hari Rabu pekan lalu bahwa kontrak itu memungkinkan Ankara untuk menggunakan hak opsi setelah pengiriman utama di bawah kesepakatan itu yang telah dibuat.
"Seperti yang telah kita diskusikan dengan mitra Turki kami, pembelian S-400 akan memiliki konsekuensi yang signifikan atau dapat memiliki konsekuensi signifikan pada hubungan pertahanan AS-Turki. Ada banyak hal yang dibeli dengan itu," imbuh Pahon.
Para pejabat AS telah memperingatkan bahwa jika Ankara melanjutkan rencananya untuk membeli sistem S-400, Amerika Serikat dapat menahan pengiriman jet tempur siluman F-35 ke Turki. Selain itu, Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang akan memblokir transfer jet tempur termahal tersebut.
(mas)