China Bilang Masalah Rohingya Tak Boleh Diinternasionalkan
A
A
A
NEW YORK - Pemerintah China menyatakan masalah Rohingya seharusnya tidak rumit dan tidak boleh diperluas atau "diinternasionalkan". Pernyataan ini muncul di saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersiap untuk membentuk badan guna membeberkan bukti pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB memberikan suara pada Kamis untuk membentuk badan itu. Badan tersebut akan mencari kemungkinan terjadinya genosida di negara bagian Rakhine di Myanmar barat.
China, Filipina, dan Burundi menentang langkah tersebut. Ketiga negara ini mengklaim didukung oleh lebih dari 100 negara.
Selama setahun terakhir, lebih dari 700.000 warga Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar—negara mayoritas Buddha—ke negara tetangga; Bangladesh. Mereka menghindari kekerasan dalam operasi militer sebagai respons terhadap serangan gerilyawan Rohingya terhadap pos-pos polisi di negara tersebut.
PBB telah menyebut tindakan militer Myanmar sebagai "pembersihan etnis". Namun, tuduhan itu ditolak oleh Myanmar yang menyalahkan "teroris" Rohingya sebagai penyebab masalah.
China dikenal memiliki hubungan dekat dengan Myanmar. Beijing telah mendukung apa yang disebut pejabat Myanmar sebagai operasi kontra-pemberontakan yang sah di Rakhine. Beijing juga telah membantu untuk memblokir resolusi tentang krisis Rohingya di Dewan Keamanan PBB.
Berbicara kepada Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali dan Menteri untuk Kantor Penasihat Negara Myanmar Kyaw Tint Swe di New York pada hari Kamis, Penasihat Negara China Wang Yi mengatakan bahwa masalah Rakhine adalah masalah yang kompleks dan bersejarah.
"Masalah negara Rakhine pada dasarnya adalah masalah antara Myanmar dan Bangladesh. China tidak menyetujui untuk menyulitkan, memperluas atau menginternasionalkan masalah ini," kata Wang, yang pernyataannya dilansir Kementerian Luar Negeri China, Jumat (28/9/2018).
China berharap bahwa Myanmar dan Bangladesh dapat menemukan resolusi melalui pembicaraan. Beijing bersedia untuk terus membantu menyediakan platform untuk komunikasi keduanya.
"Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga dapat memainkan peran konstruktif dalam hal ini," kata Wang, seperti dikutip Reuters.
Pernyataan Wang menambahkan bahwa Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menghadiri pertemuan yang diadakan di sela-sela sidang Majelis Umum PBB tersebut.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB memberikan suara pada Kamis untuk membentuk badan itu. Badan tersebut akan mencari kemungkinan terjadinya genosida di negara bagian Rakhine di Myanmar barat.
China, Filipina, dan Burundi menentang langkah tersebut. Ketiga negara ini mengklaim didukung oleh lebih dari 100 negara.
Selama setahun terakhir, lebih dari 700.000 warga Muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar—negara mayoritas Buddha—ke negara tetangga; Bangladesh. Mereka menghindari kekerasan dalam operasi militer sebagai respons terhadap serangan gerilyawan Rohingya terhadap pos-pos polisi di negara tersebut.
PBB telah menyebut tindakan militer Myanmar sebagai "pembersihan etnis". Namun, tuduhan itu ditolak oleh Myanmar yang menyalahkan "teroris" Rohingya sebagai penyebab masalah.
China dikenal memiliki hubungan dekat dengan Myanmar. Beijing telah mendukung apa yang disebut pejabat Myanmar sebagai operasi kontra-pemberontakan yang sah di Rakhine. Beijing juga telah membantu untuk memblokir resolusi tentang krisis Rohingya di Dewan Keamanan PBB.
Berbicara kepada Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali dan Menteri untuk Kantor Penasihat Negara Myanmar Kyaw Tint Swe di New York pada hari Kamis, Penasihat Negara China Wang Yi mengatakan bahwa masalah Rakhine adalah masalah yang kompleks dan bersejarah.
"Masalah negara Rakhine pada dasarnya adalah masalah antara Myanmar dan Bangladesh. China tidak menyetujui untuk menyulitkan, memperluas atau menginternasionalkan masalah ini," kata Wang, yang pernyataannya dilansir Kementerian Luar Negeri China, Jumat (28/9/2018).
China berharap bahwa Myanmar dan Bangladesh dapat menemukan resolusi melalui pembicaraan. Beijing bersedia untuk terus membantu menyediakan platform untuk komunikasi keduanya.
"Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga dapat memainkan peran konstruktif dalam hal ini," kata Wang, seperti dikutip Reuters.
Pernyataan Wang menambahkan bahwa Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menghadiri pertemuan yang diadakan di sela-sela sidang Majelis Umum PBB tersebut.
(mas)