Batik Berhasil Memikat Jamaah Negara Lain
A
A
A
Ada sesuatu yang berbeda yang dipakai sebagian jamaah Indonesia saat mabit dan melontar jumrah di Mina. Dalam rombongan besar, mereka berjalan mengenakan pakaian batik. Jamaah laki-laki mengenakan baju batik lengan panjang dipadu dengan kain sarung dan peci hitam.
Sedangkan jamaah perempuan mengenakan baju gamis berbahan kain batik dipadu dengan kerudung. Berdasarkan pantauan langsung di Tanah Suci, selama fase lontar jumrah di Mina, jamaah memang sudah tidak mengenakan pakaian ihram lagi.
Mereka bebas memakai pakaian sesuai daerah masing-masing. Menariknya, jamaah setiap daerah pada hari dan jam yang sama keluar bersamaan mengenakan batik berbedabeda sesuai daerah asal.
Seperti batik dengan motif gajah dari Lampung, batik Papua dengan motif burung cenderawasih, batik dengan motif Dayak dari Kalimantan, batik Bogor dengan motif kujang, batik gentong dari Madura, hingga batik Bali dan Lombok pun ada.
Tentu ini menjadi pemandangan indah, sebab keberagaman jamaah haji Indonesia ditunjukkan ke dunia melalui pakain batik khas daerah masing-masing. “Awalnya baju batik ini diminta sebagai penanda saja, biar mudah dikenal bila ada jamaah tersesat,” kata ujar Slamet Hadi, jamaah asal Kabupaten Lamongan yang mengenakan pakaian batik.
Bukan itu saja, setidaknya melalui batik ini ada pesan yang ingin disampaikan ke dunia luar bahwa Indonesia kaya akan budaya. Selain itu, mengenakan batik ini merupakan bentuk kecintaan akan Tanah Air.
‘’Setidaknya kalau kangen Indonesia, dengan melihat batik minimal rasa kangen bisa jadi terobati,’’ ujarnya. Upaya menduniakan batik Indonesia yang dilakukan jamaah haji Indonesia selama berhaji ini ternyata berhasil mencuri perhatian sejumlah jamaah haji yang berasal dari negara lain.
Banyak yang terpesona dengan pakaian khas Indonesia itu, ada yang meminta berfoto bersama hingga jamaah haji asal Turki yang kagum akan coraknya. Bahkan, mereka mau membayar mahal untuk mendapatkan batik yang dikenakan jamaah asal Lamongan itu.
“Saya tadi ketemu mereka, dia ngajak foto bareng. Terus mereka juga meminta batik yang saya pakai. Karena hanya satu, tidak saya kasih, bahkan dia mau bayar mahal,” ujar Slamet.
Jamaah lainnya, Salim Fahrizal, menilai selain mengenakan pakaian batik dan membawa bendera Merah Putih, dia juga tak sungkan mengedarkan kotak bantuan untuk membantu korban gempa bumi Lombok.
“Selain berhaji, kami hadir untuk mengetuk hati para dermawan jamaah kita membantu korban gempa Lombok. Setidaknya ini ikhtiar kita,” ujar jamaah asal Lombok tersebut.
Sedangkan jamaah perempuan mengenakan baju gamis berbahan kain batik dipadu dengan kerudung. Berdasarkan pantauan langsung di Tanah Suci, selama fase lontar jumrah di Mina, jamaah memang sudah tidak mengenakan pakaian ihram lagi.
Mereka bebas memakai pakaian sesuai daerah masing-masing. Menariknya, jamaah setiap daerah pada hari dan jam yang sama keluar bersamaan mengenakan batik berbedabeda sesuai daerah asal.
Seperti batik dengan motif gajah dari Lampung, batik Papua dengan motif burung cenderawasih, batik dengan motif Dayak dari Kalimantan, batik Bogor dengan motif kujang, batik gentong dari Madura, hingga batik Bali dan Lombok pun ada.
Tentu ini menjadi pemandangan indah, sebab keberagaman jamaah haji Indonesia ditunjukkan ke dunia melalui pakain batik khas daerah masing-masing. “Awalnya baju batik ini diminta sebagai penanda saja, biar mudah dikenal bila ada jamaah tersesat,” kata ujar Slamet Hadi, jamaah asal Kabupaten Lamongan yang mengenakan pakaian batik.
Bukan itu saja, setidaknya melalui batik ini ada pesan yang ingin disampaikan ke dunia luar bahwa Indonesia kaya akan budaya. Selain itu, mengenakan batik ini merupakan bentuk kecintaan akan Tanah Air.
‘’Setidaknya kalau kangen Indonesia, dengan melihat batik minimal rasa kangen bisa jadi terobati,’’ ujarnya. Upaya menduniakan batik Indonesia yang dilakukan jamaah haji Indonesia selama berhaji ini ternyata berhasil mencuri perhatian sejumlah jamaah haji yang berasal dari negara lain.
Banyak yang terpesona dengan pakaian khas Indonesia itu, ada yang meminta berfoto bersama hingga jamaah haji asal Turki yang kagum akan coraknya. Bahkan, mereka mau membayar mahal untuk mendapatkan batik yang dikenakan jamaah asal Lamongan itu.
“Saya tadi ketemu mereka, dia ngajak foto bareng. Terus mereka juga meminta batik yang saya pakai. Karena hanya satu, tidak saya kasih, bahkan dia mau bayar mahal,” ujar Slamet.
Jamaah lainnya, Salim Fahrizal, menilai selain mengenakan pakaian batik dan membawa bendera Merah Putih, dia juga tak sungkan mengedarkan kotak bantuan untuk membantu korban gempa bumi Lombok.
“Selain berhaji, kami hadir untuk mengetuk hati para dermawan jamaah kita membantu korban gempa Lombok. Setidaknya ini ikhtiar kita,” ujar jamaah asal Lombok tersebut.
(don)