AS Sangkal Terlibat Penyerahan Yacht Mewah oleh Indonesia ke Malaysia
A
A
A
WASHINGTON - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menegaskan kembali bahwa mereka tidak terlibat dalam penyerahan kapal pesiar (yacht) mewah Equanimity oleh Indonesia kepada Malaysia. Perdana Menteri Mahathir Mohamad pernah menyatakan, kapal pesiar buruan FBI yang sempat disita polisi Indonesia itu dibeli dari uang 1MDB yang dikorupsi.
Kapal Equanimity disebut-sebut milik pebisnis Low Taek Jho, buron kasus korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) . Yacht mewah itu harganya mencapai USD250 juta. Kapal itu diburu FBI karena diduga hasil pencucian uang yang dilakukan di wilayah AS.
Perusahaan Equanimity Cayman Ltd, pemilik sah kapal mewah itu, telah memenangkan gugatan dalam sidang pengadilan di Jakarta. Putusan pengadilan menyatakan, penyitaan kapal pesiar setinggi 300 kaki oleh polisi Indonesia di perairan Bali tidak sah.
Pengacara yang mewakili perusahaan pemilik kapal meminta seorang hakim federal di AS untuk memerintahkan Departemen Kehakiman agar memberikan klarifikasi menyeluruh tentang apakah lembaga-lembaga atau pejabat AS tahu atau terlibat dalam penyerahan kapal Equanimity oleh Indonesia kepada Malaysia.
Pihak pengacara mengutip pernyataan dari Jaksa Agung Malaysia yang berterima kasih kepada pemerintah AS atas bantuannya dalam "merebut" kapal pesiar mewah tersebut.
Sedangkan Low mengatakan, langkah pemerintah Malaysia untuk mendapatkan kapal mewah itu ilegal.
"Tidak mengherankan jika Departemen Kehakiman (AS) menegaskan bahwa perampasan ilegal Malaysia atas Equanimity itu tanpa sepengetahuan atau persetujuan AS," kata juru bicara Low, melalui para pengacaranya, dalam sebuah pernyataan mengacu pada penegaskan Departemen Kehakiman AS, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (18/8/2018).
Kapal pesiar adalah salah satu dari beberapa aset Low yang total nilainya lebih dari USD 1,7 miliar. Aset-aset Low dan para anteknya dilaporkan berasal dari dana 1MDB yang dicuri. Kasus skandal korupsi ini telah menyeret mantan perdana menteri Najib Razak.
Hakim Distrik AS, Dale Fischer, pada bulan Mei telah memerintahkan perusahaan-perusahaan Low untuk menyerahkan kapal pesiar mewah itu ke AS dan dilelang. Sebaliknya, kapal itu berlayar dari Indonesia dan berakhir di Malaysia.
Menurut pengajuan tersebut, pemerintah AS pada Juni mempertahankan Wilson Yacht Management Co, perusahaan yang sama yang digunakan oleh perusahaan Low, untuk tetap mempekerjakan seorang awak dan mengelola pemeliharaan kapal pesiar Equanimity.
Perusahaan itu mengambil langkah-langkah berikut untuk mengoperasikan yacht Equanimity;
6 Juli: Mulai mengumpulkan kru di Bali, Indonesia.
11 Juli: Mempersiapkan draft rencana aksi tentang langkah-langkah untuk mengoperasikan yacht berlayar ke AS.
16 Juli: Diperoleh persetujuan untuk membayar upah yang luar biasa kepada kru sebelumnya dan mendapatkan visa dan dokumen transit untuk kru baru.
27 Juli: Menerima surat sertifikasi yang mengonfirmasi bahwa kapal pesiar itu dibersihkan ke dermaga di Guam pada atau setelah 8 Agustus.
Menurut arsip Departemen Kehakiman AS, pada 1 Agustus, AS mengetahui bahwa Indonesia telah mengarahkan para kru untuk menggerakkan yacht Equanimity ke sebuah lokasi di dekat perbatasan maritim dengan Malaysia dan memberi tahu para penggugat tentang langkah yang akan terjadi.
Pada 6 Agustus, diketahui bahwa yacht yang jadi "tahanan" Indonesia telah diserahkan ke Malaysia.
"Pemohon telah menuduh bahwa pemerintah AS berkoordinasi atau membantu dalam penyerahan yacht dari Indonesia ke Malaysia," kata pihak penuntut dalam pernyataan.
"Selain tindakan yang diperlukan dan sesuai untuk menjaga keselamatan dan keamanan kapal pesiar, pemerintah AS tidak mengambil bagian dalam langkah Indonesia menyerahkan kapal pesiar ke Malaysia."
Sebelumnya pada hari Jumat, juru bicara Low, melalui pengacaranya, mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan atas sebuah laporan Wall Street Journal yang mengatakan bahwa China telah "menahan" Low dan Malaysia akan berusaha meminta ekstradisi pebisnis itu.
"Tidak heran Low percaya tidak ada yurisdiksi di mana dia bisa mendapatkan sidang yang adil dalam masalah ini," bunyi pernyataan pengacara Low.
"Untuk menegaskan kembali; Low tidak akan tunduk pada yurisdiksi mana kesalahan telah ditentukan oleh politik dan kepentingan diri sendiri yang mengesampingkan proses hukum."
Kapal Equanimity disebut-sebut milik pebisnis Low Taek Jho, buron kasus korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) . Yacht mewah itu harganya mencapai USD250 juta. Kapal itu diburu FBI karena diduga hasil pencucian uang yang dilakukan di wilayah AS.
Perusahaan Equanimity Cayman Ltd, pemilik sah kapal mewah itu, telah memenangkan gugatan dalam sidang pengadilan di Jakarta. Putusan pengadilan menyatakan, penyitaan kapal pesiar setinggi 300 kaki oleh polisi Indonesia di perairan Bali tidak sah.
Pengacara yang mewakili perusahaan pemilik kapal meminta seorang hakim federal di AS untuk memerintahkan Departemen Kehakiman agar memberikan klarifikasi menyeluruh tentang apakah lembaga-lembaga atau pejabat AS tahu atau terlibat dalam penyerahan kapal Equanimity oleh Indonesia kepada Malaysia.
Pihak pengacara mengutip pernyataan dari Jaksa Agung Malaysia yang berterima kasih kepada pemerintah AS atas bantuannya dalam "merebut" kapal pesiar mewah tersebut.
Sedangkan Low mengatakan, langkah pemerintah Malaysia untuk mendapatkan kapal mewah itu ilegal.
"Tidak mengherankan jika Departemen Kehakiman (AS) menegaskan bahwa perampasan ilegal Malaysia atas Equanimity itu tanpa sepengetahuan atau persetujuan AS," kata juru bicara Low, melalui para pengacaranya, dalam sebuah pernyataan mengacu pada penegaskan Departemen Kehakiman AS, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (18/8/2018).
Kapal pesiar adalah salah satu dari beberapa aset Low yang total nilainya lebih dari USD 1,7 miliar. Aset-aset Low dan para anteknya dilaporkan berasal dari dana 1MDB yang dicuri. Kasus skandal korupsi ini telah menyeret mantan perdana menteri Najib Razak.
Hakim Distrik AS, Dale Fischer, pada bulan Mei telah memerintahkan perusahaan-perusahaan Low untuk menyerahkan kapal pesiar mewah itu ke AS dan dilelang. Sebaliknya, kapal itu berlayar dari Indonesia dan berakhir di Malaysia.
Menurut pengajuan tersebut, pemerintah AS pada Juni mempertahankan Wilson Yacht Management Co, perusahaan yang sama yang digunakan oleh perusahaan Low, untuk tetap mempekerjakan seorang awak dan mengelola pemeliharaan kapal pesiar Equanimity.
Perusahaan itu mengambil langkah-langkah berikut untuk mengoperasikan yacht Equanimity;
6 Juli: Mulai mengumpulkan kru di Bali, Indonesia.
11 Juli: Mempersiapkan draft rencana aksi tentang langkah-langkah untuk mengoperasikan yacht berlayar ke AS.
16 Juli: Diperoleh persetujuan untuk membayar upah yang luar biasa kepada kru sebelumnya dan mendapatkan visa dan dokumen transit untuk kru baru.
27 Juli: Menerima surat sertifikasi yang mengonfirmasi bahwa kapal pesiar itu dibersihkan ke dermaga di Guam pada atau setelah 8 Agustus.
Menurut arsip Departemen Kehakiman AS, pada 1 Agustus, AS mengetahui bahwa Indonesia telah mengarahkan para kru untuk menggerakkan yacht Equanimity ke sebuah lokasi di dekat perbatasan maritim dengan Malaysia dan memberi tahu para penggugat tentang langkah yang akan terjadi.
Pada 6 Agustus, diketahui bahwa yacht yang jadi "tahanan" Indonesia telah diserahkan ke Malaysia.
"Pemohon telah menuduh bahwa pemerintah AS berkoordinasi atau membantu dalam penyerahan yacht dari Indonesia ke Malaysia," kata pihak penuntut dalam pernyataan.
"Selain tindakan yang diperlukan dan sesuai untuk menjaga keselamatan dan keamanan kapal pesiar, pemerintah AS tidak mengambil bagian dalam langkah Indonesia menyerahkan kapal pesiar ke Malaysia."
Sebelumnya pada hari Jumat, juru bicara Low, melalui pengacaranya, mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan atas sebuah laporan Wall Street Journal yang mengatakan bahwa China telah "menahan" Low dan Malaysia akan berusaha meminta ekstradisi pebisnis itu.
"Tidak heran Low percaya tidak ada yurisdiksi di mana dia bisa mendapatkan sidang yang adil dalam masalah ini," bunyi pernyataan pengacara Low.
"Untuk menegaskan kembali; Low tidak akan tunduk pada yurisdiksi mana kesalahan telah ditentukan oleh politik dan kepentingan diri sendiri yang mengesampingkan proses hukum."
(mas)