Iran Gambarkan Nasib Kesepakatan Nuklir Seperti di ICU

Sabtu, 23 Juni 2018 - 15:30 WIB
Iran Gambarkan Nasib...
Iran Gambarkan Nasib Kesepakatan Nuklir Seperti di ICU
A A A
TEHERAN - Iran menggambarkan nasib kesepakatan nuklirnya seperti berada di intensive care unit (ICU) atau unit perawatan intensif. Teheran mengaku kesabarannya habis dan siap menarik diri dari kesepakatan jika Iran tak dapat jaminan keuangan yang dukup dari Eropa.

Kesepakatan nuklir yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) tahun 2015 ditandatangani oleh Iran dengan enam negara kekuatan dunia (Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China). Sesuai kesepakatan, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi atau embargo.

Namun, beberapa waktu lalu Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri Amerika Serikat (AS) dari JCPOA 2015 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran. "Pengkhianatan" AS ini membuat Teheran marah.

"Di unit perawatan intensif," ujar Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragachi menggambarkan nasib JCPOA 2015.

Komentar Araghchi disampaikan dalam sebuah pertemuan di Wina untuk membahas masa depan kesepakatan nuklir 2015 usai "pengkhianatan" AS.

"Saya mengatakan pada konferensi hari ini bahwa JCPOA berada di unit perawatan intensif karena kehilangan keseimbangan akibat penarikan AS dari kesepakatan," kata Araghchi seperti dikutip oleh kantor berita Mehr, Sabtu (23/6/2018).

Selain delegasi Iran, perwakilan dari China, Rusia, Prancis, Inggris, Jerman dan Uni Eropa menghadiri pertemuan di Wina.

Beberapa hal yang dituntut Araghchi antara lain perusahaan-perusahaan Eropa di Iran dilindungi dari sanksi AS. Dia juga meminta agar transaksi minyak mentah Eropa melalui bank-bank Iran harus terus beroperasi tanpa masalah.

"Iran kehabisan kesabarannya dan ada kemungkinan bagi negara ini untuk meninggalkan kesepakatan dalam beberapa minggu mendatang," tulis kantor berita negara Iran, IRNA, mengutip pernyataan Aragachi.

Teheran selama ini ragu bahwa negara-negara Eropa dapat mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 di tengah ancaman sanksi AS.

Sanksi Washington diperkirakan efektif berlaku kembali terhadap Iran antara bulan Agustus hingga November. Sanksi AS biasanya berlaku mutlak, termasuk terhadap perusahaan-perusahaan Eropa yang berbisnis dengan Iran.

Mohsen Milani, kepala Pusat Studi Strategis dan Diplomatik di University of South Florida, mengatakan dilema bagi pemerintah di Eropa adalah bagaimana memberikan Teheran "jaminan praktis" bahwa Iran akan mendapat manfaat dari komitmennya mempertahankan JCPOA 2015.

"Jika mereka (Iran) bisa mendapatkan beberapa jaminan, beberapa perlindungan yang mereka minta, mereka akan tetap dengan kesepakatan," kata Milani kepada Al Jazeera.

"Mengingat waktu yang singkat hingga pemulihan sanksi yang dijadwalkan oleh AS, pemerintah Eropa perlu menunjukkan bahwa mereka melakukan sesuatu yang cukup bagi kepemimpinan Iran untuk tidak hengkang (dari JCPOA)," paparnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1226 seconds (0.1#10.140)