Waktunya Kembali ke Sekolah untuk Para Lansia Thailand
A
A
A
BANGKOK - Mengenakan seragam warna merah dan putih, sekelompok warga lanjut usia (lansia) berumur 60-an tahun masuk ke bus.
Mereka tersenyum lebar saat dalam perjalanan ke sekolah di Ayutthaya, Thailand. Bagi kelompok ini dan kelompok serupa di negara itu, pergi kembali ke sekolah membuka jalan untuk memerangi rasa kesepian saat semakin banyak lansia yang hidup sendirian.
“Saya selalu menunggu setiap Rabu, saat saya pergi ke sekolah, berpakaian seperti murid sekolah dan bertemu teman-teman. Kami saling bicara dan tertawa bersama,” kata Somjit Teeraroj, 77, janda yang menjadi murid di sekolah untuk lansia di Chiang Rak Noi, Ayutthaya.
Setelah suaminya meninggal dunia, anaknya jarang berkunjung. Somjit menjelaskan, sekolah itu membantunya pulih dari rasa kehilangan suaminya tersebut.
Cerita Somjt ini menggambarkan masalah yang lebih luas di Thailand saat semakin banyak populasi lansia. Thailand dan China mengalami penuaan paling cepat dibandingkan negara-negara tetangga. Pada 2040, Thailand dan China diperkirakan memiliki jumlah lansia tertinggi dibandingkan negara berkembang lainnya di Asia Timur, menurut data Bank Dunia.
Thailand memiliki 7,5 juta warga berusia lebih dari 65 tahun. Data ini diperkirakan menjadi 17 juta pada 2040, lebih dari seperempat total populasi saat itu.
Biasanya, lansia di Thailand tinggal di rumah bersama keluarga mereka dan dirawat anak mereka. Namun dengan banyaknya warga yang meninggalkan desa untuk bekerja di kota-kota, para orangtua dan kakek-nenek lebih banyak tinggal sendirian.
Sekolah-sekolah untuk lansia seperti di Ayutthaya, 80 km utara Bangkok itu menawarkan kelas pekanan selama tiga bulan. Ini menjadi program pemerintah agar para lansia tidak stres tinggal sendirian.
“Sangat stres untuk hidup dari hari ke hari. Saya mungkin akan kembali merasa kesepian kadang kala tapi saya selalu bangga dengan ini, mendapat beberapa pengetahuan di kelas,” ujar Choochart Supkerd, 63, sambil menunjukkan foto dia dan teman-temannya saat acara kelulusan kelas 2018. (Muh Shamil)
(nfl)
Mereka tersenyum lebar saat dalam perjalanan ke sekolah di Ayutthaya, Thailand. Bagi kelompok ini dan kelompok serupa di negara itu, pergi kembali ke sekolah membuka jalan untuk memerangi rasa kesepian saat semakin banyak lansia yang hidup sendirian.
“Saya selalu menunggu setiap Rabu, saat saya pergi ke sekolah, berpakaian seperti murid sekolah dan bertemu teman-teman. Kami saling bicara dan tertawa bersama,” kata Somjit Teeraroj, 77, janda yang menjadi murid di sekolah untuk lansia di Chiang Rak Noi, Ayutthaya.
Setelah suaminya meninggal dunia, anaknya jarang berkunjung. Somjit menjelaskan, sekolah itu membantunya pulih dari rasa kehilangan suaminya tersebut.
Cerita Somjt ini menggambarkan masalah yang lebih luas di Thailand saat semakin banyak populasi lansia. Thailand dan China mengalami penuaan paling cepat dibandingkan negara-negara tetangga. Pada 2040, Thailand dan China diperkirakan memiliki jumlah lansia tertinggi dibandingkan negara berkembang lainnya di Asia Timur, menurut data Bank Dunia.
Thailand memiliki 7,5 juta warga berusia lebih dari 65 tahun. Data ini diperkirakan menjadi 17 juta pada 2040, lebih dari seperempat total populasi saat itu.
Biasanya, lansia di Thailand tinggal di rumah bersama keluarga mereka dan dirawat anak mereka. Namun dengan banyaknya warga yang meninggalkan desa untuk bekerja di kota-kota, para orangtua dan kakek-nenek lebih banyak tinggal sendirian.
Sekolah-sekolah untuk lansia seperti di Ayutthaya, 80 km utara Bangkok itu menawarkan kelas pekanan selama tiga bulan. Ini menjadi program pemerintah agar para lansia tidak stres tinggal sendirian.
“Sangat stres untuk hidup dari hari ke hari. Saya mungkin akan kembali merasa kesepian kadang kala tapi saya selalu bangga dengan ini, mendapat beberapa pengetahuan di kelas,” ujar Choochart Supkerd, 63, sambil menunjukkan foto dia dan teman-temannya saat acara kelulusan kelas 2018. (Muh Shamil)
(nfl)