AS, Inggris, Prancis Keroyok Suriah dengan 100 Rudal Tomahawk
A
A
A
WASHINGTON - Serangan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis terhadap beberapa wilayah di Suriah melibatkan sekitar 100 rudal jelalah Tomahawak yang ditembakkan dari kapal-kapal perang. AS juga dilaporkan mengaktifkan pesawat pembom strategis B-1.
Serangan berlangsung hari ini (14/4/2018) tepat saat Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa dia memerintahkan serangan militer terhadap rezim Suriah sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimi di Douma pada 7 April 2018.
Jenderal Joseph F Dunford Jr, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan bahwa serangan gabungan Washington, London dan Prancis menargetkan tiga lokasi. Yakni, pusat penelitian ilmiah di dekat Damaskus, fasilitas penyimpanan senjata kimia di dekat Homs dan fasilitas penyimpanan senjata dan pos komando di dekat Homs. Namun, laporan lain menyebut pos komando Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Gunung Qasioun juga diserang.
Dunford mengatakan, serangan hari ini tidak seperti serangan sepihak AS terhadap Suriah tahun lalu, di mana hanya satu situs yang diserang,
Penggunaan sekitar 100 rudal jelajah Tomahawak oleh kapal-kapal perang AS dan sekutunya hari ini diungkap seorang pejabat Departemen Pertahanan AS yang berbicara dengan syarat anonim. Pentagon juga mengaktifkan pesawat pembom strategis B-1.
Semenatara itu, media pemerintah Suriah melaporkan bahwa sistem anti-rudal militer Presiden Bashar al-Assad menembak jatuh sekitar 20 rudal musuh yang menyerang Damaskus.
Serangan itu terjadi meski belum ada temuan independen bahwa senjata kimia memang digunakan di Douma, Suriah. Tim inspektur Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) baru tiba di Suriah pada hari Jumat dan belum melakukan penyelidikan intensif.
Militer AS mengaku tidak memberi tahu Rusia terkait serangannya bersama Prancis dan Inggris terhadap Suriah hari ini. Target-target serangan juga dirahasiakan.
"Kami tidak melakukan koordinasi dengan Rusia mengenai serangan-serangan ini, dan kami juga tidak memberi tahu mereka," kata Jenderal Dunford.
"Kami tidak mengkoordinasikan target atau perencanaan apapun dengan Rusia," lanjut Dunford dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan James Norman Mattis, yang dilansir Business Insider, Sabtu (14/4/2018).
Keputusan AS itu dianggap sudah mengancam Rusia. Melalui duta besarnya di Washington, Anatoly Antonov, Moskow memperingatkan konsekuensi yang harus diterima AS, Inggris dan Prancis atas serangannya di Suriah.
Moskow merasa terancam karena memiliki pasukan aktif di Suriah. "Skenario yang dirancang sebelumnya sedang dilaksanakan. Sekali lagi, kami sedang diancam. Kami memperingatkan bahwa tindakan seperti itu tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi!," kata Antonov dalam sebuah pernyataan.
"Semua tanggung jawab untuk ini ada di Washington, London, dan Paris," lanjut diplomat Moskow tersebut.
Serangan berlangsung hari ini (14/4/2018) tepat saat Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa dia memerintahkan serangan militer terhadap rezim Suriah sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimi di Douma pada 7 April 2018.
Jenderal Joseph F Dunford Jr, Ketua Kepala Staf Gabungan AS, mengatakan bahwa serangan gabungan Washington, London dan Prancis menargetkan tiga lokasi. Yakni, pusat penelitian ilmiah di dekat Damaskus, fasilitas penyimpanan senjata kimia di dekat Homs dan fasilitas penyimpanan senjata dan pos komando di dekat Homs. Namun, laporan lain menyebut pos komando Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Gunung Qasioun juga diserang.
Dunford mengatakan, serangan hari ini tidak seperti serangan sepihak AS terhadap Suriah tahun lalu, di mana hanya satu situs yang diserang,
Penggunaan sekitar 100 rudal jelajah Tomahawak oleh kapal-kapal perang AS dan sekutunya hari ini diungkap seorang pejabat Departemen Pertahanan AS yang berbicara dengan syarat anonim. Pentagon juga mengaktifkan pesawat pembom strategis B-1.
Semenatara itu, media pemerintah Suriah melaporkan bahwa sistem anti-rudal militer Presiden Bashar al-Assad menembak jatuh sekitar 20 rudal musuh yang menyerang Damaskus.
Serangan itu terjadi meski belum ada temuan independen bahwa senjata kimia memang digunakan di Douma, Suriah. Tim inspektur Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) baru tiba di Suriah pada hari Jumat dan belum melakukan penyelidikan intensif.
Militer AS mengaku tidak memberi tahu Rusia terkait serangannya bersama Prancis dan Inggris terhadap Suriah hari ini. Target-target serangan juga dirahasiakan.
"Kami tidak melakukan koordinasi dengan Rusia mengenai serangan-serangan ini, dan kami juga tidak memberi tahu mereka," kata Jenderal Dunford.
"Kami tidak mengkoordinasikan target atau perencanaan apapun dengan Rusia," lanjut Dunford dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan James Norman Mattis, yang dilansir Business Insider, Sabtu (14/4/2018).
Keputusan AS itu dianggap sudah mengancam Rusia. Melalui duta besarnya di Washington, Anatoly Antonov, Moskow memperingatkan konsekuensi yang harus diterima AS, Inggris dan Prancis atas serangannya di Suriah.
Moskow merasa terancam karena memiliki pasukan aktif di Suriah. "Skenario yang dirancang sebelumnya sedang dilaksanakan. Sekali lagi, kami sedang diancam. Kami memperingatkan bahwa tindakan seperti itu tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi!," kata Antonov dalam sebuah pernyataan.
"Semua tanggung jawab untuk ini ada di Washington, London, dan Paris," lanjut diplomat Moskow tersebut.
(mas)