Myanmar Tak Siap Repatriasi Rohingya
A
A
A
DHAKA - Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) mendesak menteri Myanmar datang ke Bangladesh bertemu para pengungsi Rohingya untuk membangun kepercayaan.
Meski demikian, UNHCR menyatakan berbagai kondisi di Myanmar tidak siap untuk repatriasi Rohingya. Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Win Myat Aye yang memimpin upaya rehabilitasi di Rakhine menjelaskan, sekitar 50 pengungsi Rohingya di Bangladesh telah menjalani proses repatriasi menjadi prioritas utama.
Namun (UNHCR) menyatakan kemarin, Myanmar tidak siap repatriasi. “Berbagai kondisi di Myanmar belum kondusif untuk pemulangan pengungsi secara sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan,” papar pernyataan UNHCR dikutip kantor berita Reuters, kemarin.
Menurut para pejabat PBB, hampir 700.000 Rohingya telah terbang ke Bangladesh dari Rakhine untuk mengungsi dari operasi militer sejak Agustus lalu. PBB menyebut operasi militer itu sebagai pembersihan etnik Rohingya. Mayoritas warga Budha Myanmar menolak tuduhan itu.
Saat ini para pengungsi tinggal di kamp-kamp Cox's Bazar dan Bangladesh ingin Rohingya segera kembali ke Myanmar. Apalagi saat ini musim hujan segera datang dan berpotensi mengakibatkan banjir serta tanah longsor di kamp-kamp pengungsi.
UNHCR mendesak Myanmar memberikan akses ke Rakhine pada lembaga PBB untuk menilai situasi dan memantau proses repatriasi pengungsi. UNHCR juga ingin memastikan repatriasi Rohingya dilakukan sukarela dan aman.
Win Myat Aye menyatakan kelompok 50 pengungsi itu bersiap kembali ke Myanmar. Dia menjanjikan desa-desa baru akan dibangun lengkap dengan rumah sakit dan sekolah untuk para pengungsi Rohingya yang bersedia pulang ke Myanmar. Meski demikian, Rohingya mengaku masih takut dengan kekerasan yang dapat terjadi lagi.
Sementara itu, UNHCR menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bangladesh untuk menetapkan kerangka kerja bagi repatriasi Rohingya ke Myanmar. MoU itu bertujuan membentuk kerja sama antara PBB dan Bangladesh agar repatriasi Rohingya berjalan sesuai standar internasional. “Ini juga untuk menetapkan bagaimana dan kapan berbagai kondisi akan kondusif bagi pemulangan itu,” kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic.
Mahecic dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Mohammad Shahidul Haque menjelaskan MoU itu akan ditandatangani pada hari ini di Jenewa. Pejabat Bangladesh menjelaskan, MoU itu akan menetapkan bahwa UNHCR akan memeriksa semua pengungsi yang direpatriasi itu dilakukan 100% sukarela.
“Seluruh proses pemulangan akan dipantau oleh UNHCR sehingga tidak akan ada paksaan bagi pengungsi untuk kembali,” ungkap sumber itu.
Pejabat Bangladesh itu menjelaskan, UNHCR diperkirakan mengelola beberapa lokasi transit di sepanjang perbatasan yang akan menampung pengungsi sebelum mereka dipindahkan ke penampungan sementara di Rakhine.
Pejabat itu menambahkan, UNHCR diperkirakan mengucurkan dana untuk mengelola program repatriasi. Kedua pihak akan melakukan aktivitas promosi agar Rohingya kembali ke Myanmar. MoU itu akan menjadi langkah awal dalam proses repatriasi yang melibatkan Bangladesh, Myanmar, dan UNHCR. Kesepakatan tiga pihak ini bertujuan menyediakan jaminan tentang permukiman kembali dan keamanan yang disepakati bagi para pengungsi. Para pejabat UNHCR juga diizinkan secara rutin memeriksa lokasi-lokasi itu.
Duta Besar Myanmar untuk PBB di Jenewa Htin Lynn menjelaskan, dia yakin negaranya dapat mencapai kesepakatan dengan UNHCR pada akhir April untuk repatriasi aman dan sukarela.
Awal bulan ini, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Ursula Mueller menilai, Myanmar tidak siap repatriasi pengungsi Rohingya. “Dari apa yang saya lihat dan dengar dari orang, tidak ada akses untuk layanan kesehatan, kekhawatiran tentang perlindungan, pengungsian yang terus berlanjut, semua kondisi itu tidak kondusif untuk kembali,” kata Mueller setelah enam hari mengunjungi Myanmar.
Juru bicara Pemerintah Myanmar tidak langsung merespons permintaan untuk mengomentari pernyataan Mueller. Pemerintah Myanmar sebelumnya berjanji melakukan yang terbaik untuk menjamin repatriasi sesuai kesepakatan ditandatangani dengan Bangladesh pada November. Myanmar menjamin repatriasi akan adil, bermartabat, dan aman.
Myanmar juga telah memverifikasi beberapa ratus Rohingya yang mungkin kembali. Kelompok itu akan menjadi gelombang pertama pengungsi yang kembali ke Myanmar. (Syarifudin)
Meski demikian, UNHCR menyatakan berbagai kondisi di Myanmar tidak siap untuk repatriasi Rohingya. Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Win Myat Aye yang memimpin upaya rehabilitasi di Rakhine menjelaskan, sekitar 50 pengungsi Rohingya di Bangladesh telah menjalani proses repatriasi menjadi prioritas utama.
Namun (UNHCR) menyatakan kemarin, Myanmar tidak siap repatriasi. “Berbagai kondisi di Myanmar belum kondusif untuk pemulangan pengungsi secara sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan,” papar pernyataan UNHCR dikutip kantor berita Reuters, kemarin.
Menurut para pejabat PBB, hampir 700.000 Rohingya telah terbang ke Bangladesh dari Rakhine untuk mengungsi dari operasi militer sejak Agustus lalu. PBB menyebut operasi militer itu sebagai pembersihan etnik Rohingya. Mayoritas warga Budha Myanmar menolak tuduhan itu.
Saat ini para pengungsi tinggal di kamp-kamp Cox's Bazar dan Bangladesh ingin Rohingya segera kembali ke Myanmar. Apalagi saat ini musim hujan segera datang dan berpotensi mengakibatkan banjir serta tanah longsor di kamp-kamp pengungsi.
UNHCR mendesak Myanmar memberikan akses ke Rakhine pada lembaga PBB untuk menilai situasi dan memantau proses repatriasi pengungsi. UNHCR juga ingin memastikan repatriasi Rohingya dilakukan sukarela dan aman.
Win Myat Aye menyatakan kelompok 50 pengungsi itu bersiap kembali ke Myanmar. Dia menjanjikan desa-desa baru akan dibangun lengkap dengan rumah sakit dan sekolah untuk para pengungsi Rohingya yang bersedia pulang ke Myanmar. Meski demikian, Rohingya mengaku masih takut dengan kekerasan yang dapat terjadi lagi.
Sementara itu, UNHCR menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Bangladesh untuk menetapkan kerangka kerja bagi repatriasi Rohingya ke Myanmar. MoU itu bertujuan membentuk kerja sama antara PBB dan Bangladesh agar repatriasi Rohingya berjalan sesuai standar internasional. “Ini juga untuk menetapkan bagaimana dan kapan berbagai kondisi akan kondusif bagi pemulangan itu,” kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic.
Mahecic dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Mohammad Shahidul Haque menjelaskan MoU itu akan ditandatangani pada hari ini di Jenewa. Pejabat Bangladesh menjelaskan, MoU itu akan menetapkan bahwa UNHCR akan memeriksa semua pengungsi yang direpatriasi itu dilakukan 100% sukarela.
“Seluruh proses pemulangan akan dipantau oleh UNHCR sehingga tidak akan ada paksaan bagi pengungsi untuk kembali,” ungkap sumber itu.
Pejabat Bangladesh itu menjelaskan, UNHCR diperkirakan mengelola beberapa lokasi transit di sepanjang perbatasan yang akan menampung pengungsi sebelum mereka dipindahkan ke penampungan sementara di Rakhine.
Pejabat itu menambahkan, UNHCR diperkirakan mengucurkan dana untuk mengelola program repatriasi. Kedua pihak akan melakukan aktivitas promosi agar Rohingya kembali ke Myanmar. MoU itu akan menjadi langkah awal dalam proses repatriasi yang melibatkan Bangladesh, Myanmar, dan UNHCR. Kesepakatan tiga pihak ini bertujuan menyediakan jaminan tentang permukiman kembali dan keamanan yang disepakati bagi para pengungsi. Para pejabat UNHCR juga diizinkan secara rutin memeriksa lokasi-lokasi itu.
Duta Besar Myanmar untuk PBB di Jenewa Htin Lynn menjelaskan, dia yakin negaranya dapat mencapai kesepakatan dengan UNHCR pada akhir April untuk repatriasi aman dan sukarela.
Awal bulan ini, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Ursula Mueller menilai, Myanmar tidak siap repatriasi pengungsi Rohingya. “Dari apa yang saya lihat dan dengar dari orang, tidak ada akses untuk layanan kesehatan, kekhawatiran tentang perlindungan, pengungsian yang terus berlanjut, semua kondisi itu tidak kondusif untuk kembali,” kata Mueller setelah enam hari mengunjungi Myanmar.
Juru bicara Pemerintah Myanmar tidak langsung merespons permintaan untuk mengomentari pernyataan Mueller. Pemerintah Myanmar sebelumnya berjanji melakukan yang terbaik untuk menjamin repatriasi sesuai kesepakatan ditandatangani dengan Bangladesh pada November. Myanmar menjamin repatriasi akan adil, bermartabat, dan aman.
Myanmar juga telah memverifikasi beberapa ratus Rohingya yang mungkin kembali. Kelompok itu akan menjadi gelombang pertama pengungsi yang kembali ke Myanmar. (Syarifudin)
(nfl)