Kelompok Militan Serang Kamp Tentara Mali, 14 Tewas
A
A
A
BAMAKO - Sekelompok orang bersenjata yang tidak dikenal membunuh setidaknya 14 tentara dalam serangan fajar menjelang sebuah kamp militer. Menanggapi serangan ini, Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mengatakan bahwa rakyatnya tidak akan merasa takut dengan apa yang disebutnya sebagai "serangan barbar."
Sekitar 30 pejuang bersenjata berat menyerang kamp militer di Soumpi, yang terletak di pusat negara di dekat perbatasan selatan wilayah Timbuktu, Mali. Begitu bunyi pernyataan tentara yang dibacakan di radio pemerintah.
Dikatakan 14 tentara tewas dan 15 lainnya luka-luka, menambahkan bahwa 17 dari penyerang telah tewas dalam pertempuran tersebut.
Tidak ada klaim tanggung jawab atas serangan tersebut.
"Para tentara meninggalkan posisi mereka. Musuh membawa kabur sejumlah material," kata seorang perwira tentara, yang mengatakan bahwa kamp tersebut telah dikuasai dan diminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Wilayah Sahel di Kenya barat mengalami lonjakan kekerasan oleh kelompok militan, beberapa memiliki kaitan dengan al-Qaeda dan ISIS. Keberadaan mereka yang menarik respons yang semakin agresif dari sejumlah negara termasuk Prancis dan Amerika Serikat.
Pejuang Islam menguasai wilayah gurun utara Mali pada tahun 2012 sebelum diusir oleh intervensi pimpinan Perancis setahun kemudian.
Namun, terlepas dari kehadiran misi penjaga perdamaian PBB dan pasukan yang beroperasi di bawah misi anti-militan regional Prancis, kekerasan kembali meningkat dan serangan menyebar ke selatan menuju ibukota Bamako.
"Serangan biadab ini tidak akan membuat kita takut. Sebaliknya, mereka memperkuat tekad kita untuk melawan teroris," kata Presiden Keita, berbicara di desa Mali, Boni, di mana 26 orang tewas pada hari Kamis seperti dikutip dari Reuters, Minggu (28/1/2018).
Mali dan tetangganya Senegal berencana untuk mengerahkan 1.000 tentara segera dalam sebuah operasi untuk mengamankan Mali tengah dan menahan para pelaku teror yang sebelumnya telah ditahan di wilayah Sahara di utara.
Namun para analis meragukan bahwa mereka akan dapat melakukannya semata-mata melalui cara militer. Kaum ekstrimis mengeksploitasi keluhan pengganggu ternak Fulani dan perselisihan mereka dengan petani lokal mengenai akses ke lahan penggembalaan.
Tindakan keras pemerintah terhadap tersangka para jihadis cenderung menargetkan Fulani, membawa beberapa dari mereka ke dalam kelompok bersenjata.
Sekitar 30 pejuang bersenjata berat menyerang kamp militer di Soumpi, yang terletak di pusat negara di dekat perbatasan selatan wilayah Timbuktu, Mali. Begitu bunyi pernyataan tentara yang dibacakan di radio pemerintah.
Dikatakan 14 tentara tewas dan 15 lainnya luka-luka, menambahkan bahwa 17 dari penyerang telah tewas dalam pertempuran tersebut.
Tidak ada klaim tanggung jawab atas serangan tersebut.
"Para tentara meninggalkan posisi mereka. Musuh membawa kabur sejumlah material," kata seorang perwira tentara, yang mengatakan bahwa kamp tersebut telah dikuasai dan diminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Wilayah Sahel di Kenya barat mengalami lonjakan kekerasan oleh kelompok militan, beberapa memiliki kaitan dengan al-Qaeda dan ISIS. Keberadaan mereka yang menarik respons yang semakin agresif dari sejumlah negara termasuk Prancis dan Amerika Serikat.
Pejuang Islam menguasai wilayah gurun utara Mali pada tahun 2012 sebelum diusir oleh intervensi pimpinan Perancis setahun kemudian.
Namun, terlepas dari kehadiran misi penjaga perdamaian PBB dan pasukan yang beroperasi di bawah misi anti-militan regional Prancis, kekerasan kembali meningkat dan serangan menyebar ke selatan menuju ibukota Bamako.
"Serangan biadab ini tidak akan membuat kita takut. Sebaliknya, mereka memperkuat tekad kita untuk melawan teroris," kata Presiden Keita, berbicara di desa Mali, Boni, di mana 26 orang tewas pada hari Kamis seperti dikutip dari Reuters, Minggu (28/1/2018).
Mali dan tetangganya Senegal berencana untuk mengerahkan 1.000 tentara segera dalam sebuah operasi untuk mengamankan Mali tengah dan menahan para pelaku teror yang sebelumnya telah ditahan di wilayah Sahara di utara.
Namun para analis meragukan bahwa mereka akan dapat melakukannya semata-mata melalui cara militer. Kaum ekstrimis mengeksploitasi keluhan pengganggu ternak Fulani dan perselisihan mereka dengan petani lokal mengenai akses ke lahan penggembalaan.
Tindakan keras pemerintah terhadap tersangka para jihadis cenderung menargetkan Fulani, membawa beberapa dari mereka ke dalam kelompok bersenjata.
(ian)